Afika Lestari, gadis cantik yang tiba-tiba di nikahi oleh pria yang sama sekali tidak di kenal oleh dirinya..
Menjalani pernikahan dengan pria yang ia tidak kenal yang memiliki sifat yang kejam dan juga dingin, membuat hari-hari Afika menjadi hancur.
Mampukah Afika bertahan dengan pernikahan ini?
Atau mampuka Afika membuat pria yang memiliki sifat dingin dan kejam menjadi baik, dan mencintai dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon momian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKD 04
Hingga tengah malam tiba, Afika tak kunjung memejamkan matanya, karena merasakan sakit di sekitaran perutnya. Afika mengeram menahan kesakitan yang semakin terasa. Perlahan Afika mengumpulkan tenaganya berjalan ke arah pintu dengan tubuh yang membungkung dengan tangan yang menyanggah perutnya. Afika berusaha mengetuk pintu dan memutar hendel pintu dengan suara lirih Afika berkata "tolong, siapa pun di luar tolong aku." Namun tidak ada sahutan sama sekali dari luar hingga beberapa saat kemudian, penglihatan Afika mulai kabur.
Brukkkk...
Afika terjatuh di lantai.
Beberapa saat kemudian, Nadi membuka pintu dan bi Sri langsung masuk ke dalam dengan melihat Afika yang sudah terbarinh pingsang di lantai. Sungguh bi Sri panik, dan meminta pertolongan kepada Nadi, agar membawa Afika naik ke atas tempat tidur.
Bi Sri berlari menuju kamar utama di mana Adrian sedang berada.
"Tuan.. tuan." Panggil bi Sri sambil mengetuk pintu kamar. Bi Sri mondar mandir di depan pintu kamar dan sesekali mengetuk pintu.. Sedangkan Adrian yang berada di dalam kamar yang memang belum tidur dapat melihat dengan jelas dari layar cctv, jika bi Sri berada di luar sana dengan wajah yang panik.
"Ada apa?" Tanya Adrian setelah membuka pintu kamar.
"Tu-tuan. Afika, Afika pingsang, wajahnya pucat dan tubuhnya sangat panas." Jawab Bi Sri. Tanpa banyak bicara Adrian langsung melangkah menuju kamar dimana Afika berada.
Adrian meraih ponselnya dan menghubungi doktet agar datang memeriksa kondisi Afika. Dan juga, Adrian memerintahkan bi Sri agar mengompres Afika, sambil menunggu dokter.
Adrian duduk di sofa, sambil terus memperhatikan Afika yang masih berbaring, lalu pandangan Adrian tertuju pada makanan yang berada di atas meja yang sama sekali belum tersentuh. Adrian tersenyum tipis, kini Adrian tahu kenapa Afika sakit.
Adrian berdiri, dan perlahan mendekat ke arah Afika, lalu Adrian berbisik.
"Ini akibat karena kau telah melukai perasaan adikku. Maka aku akan terus melukai perasaanmu hingga fisikmu." Setelah berkata seperti itu Adrian langsung keluar dari kamar Afika. Dan saat Adrian keluar, perlahan Afika membuka matanya. Afika dapat mendengar dengan jelas bisikan yang di katakan oleh Adrian barusan.
"Adiknya?" Gumam Afika sambil mengingat apakah pernah dirinya melukai perasaan orang sampai harus melibatkan kakaknya untuk membalas perasaannya.
Beberapa saat dokter masuk bersama dengan bi Sri. Namun Afika menolak untuk di periksa, ia tidak mengizinkan dokter untuk menyentuh dirinya. Hingga membuat bi Sri memberikan laporan pada Adrian. Adrian kembali datang dengan langkah tegap dan juga wajah yang datar.
"Kalian tunggu di luar." Titah Adrian, kemudian dokter dan bi Sri keluar dari kamar menyisahkan Adrian dan juga Afika.
Mereka berdua saling tatap, hingga beberapa saat kemudian Adrina menarik lengan Afika hingga membuat Afika jatuh dari atas tempat tidur.
"Lepaskan.." Teriak Afika sambil mencoba melepaskan tengan Adrian. "Ku bilang lepaskan! Kenapa kau sangat kejam padaku." Tidak ada jawaban sama sekali, Adrian justru menarik Afika hingga masuk ke dalam kamar mandi, lalu tubuh Afika di hempaskan begitu saja, sehingga membuat Afika terjatuh.
Adrian membuka krang air mengisi bathup hingga penuh, dengan tersenyum sinis Adrian menarik rambut belakang Afika dan meceburkan wajah Afika ke dalam bathup. Afika berusaha mengatur nafasnya di dalam air. Hingga beberapa saat kemudian Adrian kembali menarik rambutnya, dan Afika langsung menghirup udara sebanyak mungkin. Namun tidak sampai di situ, Adrian kembali melakukan hingga berulang kali, hingga Afika merasa lemas.
"Apa salahku? Kenapa kau sangat kejam padaku?" Lirih Afika saat Adrian hendak membuka pintu kamar mandi.
"Karena kau telah lahir di dunia ini." Jawab Adrian dengan sangat dingin.
"Kau pikir aku mau? Kau pikir aku punya pilihan? Lahir atau tidak itu bukan pilihanku, tapi sudah ketetapan yang di atas. Kenapa? Kenapa? Apa yang terjadi pada adikmu, sampai kau tega memperlakukan ku seperti ini? Kenapa?" Teriak Afika di sisa tenanganya.
Adrian langsung menoleh dan berjalan mendekati Afika, lalu Adrian berjongkok di depan Afika.
'Plaaakkkk'. Satu tamparan yang sangat keras mendarat di pipi kiri Afika hingga membuat darah segar keluar dari sudut bibir Afika.
"Jangan pura-pura tidak tahu Afika....!" Teriak Adrian. "Kau sudah menghancurkan perasaan adikku dan sekarang aku akan membalas semuanya." Ucap Adrian sambil mencengkram pipi Afika. Keduanya saling tatap, Adrian menatap Afika dengan tatapan yang tajam, yang membara yang seakan siap untuk menerkam Afika. Sedangkan Afika menatap Adrian dengan tatapan sendu, tatapan yang seakan memohon untuk melepaskan dirinya. Karena tidak sanggup di tatap seperti itu, Adrian langsung melepaskan cengkramannya. Lalu berdiri dan berjalan keluar dari kamar mandi.
"Kau akan menyesal! Akan aku pastikan itu." Teriak Afika, lalu menangis sekencang mungkin.
•••••
Beberapa hari berlalu, kini Afika sudah mulai membaik dan juga sudah memakan semua makanan yang di berikan oleh bi Sri. Setelah kejadian malam itu, Afika memutuskan niatnya untuk tetap bertahan hidup dan akan membuat Adrian jatuh cinta padanya, sampai Adrian akan menyesali apa yang telah di lakukan padanya.
"Bi, biar aku saja." Tawar Afika sambil mengambil alih nampan yang berisi kopi hitam.
"Tapi nona."
"Tenang saja bi, aku tidak masalah jika tuan marah. Aku akan bertanggung jawab." Afika berjalan perlahan menuju ruang kerja yang berada di ruang ini. Afika mengatur nafasnya saar hendak masuk ke dalam ruang kerja. Dan tanpa Afika sadari, tingkahnya dapat di lihat jelas oleh Adrian dari dalam sana. Afika mengetuk pintu lalu membuka pintu secara perlahan, kepala Afika masuk mengintip dan melihat jelas Adrian sedang duduk di kursi kebesarannya. Perlahan Afika masuk dan meletakkan secangkir kopi tepat di meja kerja Adrian.
"Minumlah." Kata Afika dan membalikkan badannya.
Prangggggggg....
Kopi dan juga serpihan kaca berserakan di lantai.
"Kau pikir aku akan minum pemberianmu?"
Afika menoleh ke arah Adrian.
"Setidaknya hargai pemberian orang." Lawan Afika, Andria langsung berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Afika.
"Katakan! Apa tujuan mu? Apa kau ingin meracuni ku?"
"Hahahahahh." Afika tertawa mendengar perkataan dari Adrian. Sungguh picik bukan pikirannya. Dari mana Afika bisa mendapatkan racun, sedangkan dirinya terkurung di rumah megah ini.
Sreetttttttt.. Afika terjatuh karena di dorong oleh Adrian. Tangan Afika berdara tergores oleh serpihan pecahan gelas kaca. Dam juga lutut Afika berdara.
"Auuuhhhh." Ringis Afika, sambil menahan tangisnya. "Jangan menangis Afika, jangan!" Batin Afika sambil mengatur nafasnya.
"Jangan pernah mencoba mendekatiku, jangan pernah coba mencari perhatian padaku. Karena sampai kapan pun kau akan tetap menjadi mainan ku, dan aku akan tetap menyiksamu."
"Adrian!" Teriak Afika dengan suara yang meninggi. "Lihat saja, aku akan membuat mu jatuh cinta padaku."