Seorang gadis keturunan Eropa yang berambut sebahu bernama Claudia. Sebagai anak ketua Mafia kejam di bagian eropa, yang tidak memiliki keberuntungan pada kehidupan percintaan serta keluarga kecil nya. Beranjak dewasa dia harus memilih jalan kehidupan yang salah mengikuti jejak ayah nya sebagai mafia, di karenakan orang tua nya bercerai karena seseorang masuk ke dalam kehidupan keluarga nya sebagai Pelakor. Akibat perceraian orang tua nya, dia menjadi gadis yang nakal serta bar bar dan bergabung menjadi mafia. Dia memiliki seorang kekasih yang hanya mencintai diri nya karena n*fsu semata. Waktu terus berjalan membuat dia muak, karena percintaan yang toxic & pengkhianat dari orang terdekat nya. Dia mencoba untuk merubah diri nya jadi lebih baik, agar mendapatkan cinta yang tulus dari pria yang bisa menerima semua kekurangan dan masa lalu buruk nya serta melindungi diri nya. Akan kah ada pria mencintai dan menerima gadis ini dengan tulus? Yuk ikuti setiap bab nya! Happy reading semua 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widya Pramesti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Flashback Kejadian Di Kampus!
Menu ikan salmon creamy sudah habis di santap Claudia, ia pun segera membereskan piring kotor lalu menyucinya.
"Sini Clau, biar aku saja. Kamu tamu di rumahku, kenapa harus di beresin sih" seru Zen melihat gadis di hadapannya melangkah menuju wastafel dekat rak piring untuk di cuci.
"Cuma cuci piring doang, masa kamu ngelarang aku sih...! ujar Claudia.
"Ya, tapi kamu tamu aku!" lirih Zen.
Claudia berdecak kesal, dia tak ingin menghiraukan perkataan Zen dan lebih fokus melanjutkan tugas cuci piringnya yang tak seberapa itu.
Zen melihat Claudia tidak mendengarkan omongannya, memilih diam dan kembali duduk.
"Kamu keras kepala banget ya Clau!"
"Tapi apa boleh buat, aku tidak ada hak untuk ngelarang mu sepenuhnya!" gumam Zen dalam hati nya yang sebenarnya ingin dia ungkapkan langsung kepada Claudia, tapi dia lebih memilih untuk diam dan berbicara di dalam hati saja.
Claudia mencuci beberapa piring kotor dengan cepat dan bersih, kemudian dia kembali duduk berhadapan dengan wajah Zen.
"Sudah selesaikan!"
"Kamu jangan ngelarang aku untuk cuci piring, soal ini aku bisa tapi kalau soal memasak....., aku akan angkat tangan!" ucap Claudia memperagakan kedua tangannya yang sambil mengangkat .
"Hahaha, oke! Aku takut nya kamu malah terluka karena cuci piring" tukas Zen.
"Yaelah, lebay banget sih kamu. Mana mungkin bisa terluka karena cuci piring doang!" seru Claudia tertawa kecil.
"Hehe, btw katanya kamu mau cerita soal pembahasan di taksi tadi!"
"Apa kamu mau bersedia cerita dengan ku?" ujar Zen yang sudah mulai penasaran.
Claudia tertegun sejenak saat Zen membahas itu kembali, dia kira pria dia hadapannya ini telah lupa soal pembahasan di taksi.
"Ohh itu...., aku sebenarnya malu cerita tentang ini!" ucap Claudia tertunduk lesu.
"Malu karena apa Clau? Memangnya kamu ada masalah apa sampai mengatakan malu gini!" tanya Zen dengan heran.
"Kalau aku ceritakan ini, kamu bisa janji gak sama aku untuk tidak menyebarkan cerita ini ke siapapun termaksud Kenzie!" ujar Claudia meminta sebuah perjanjian dulu.
"Janji!"
"Aku tidak akan memberitahu siapapun. Tapi, kenapa kamu bisa takut seperti ini dan sampai Kenzie juga gak boleh tau?" lirih Zen dengan kening berkerut.
"Karena Kenzie sahabat dekat nya Alvin!"
"Dan Alvin....., sudah.....!" ucap Claudia dengan ragu ingin mengatakan kejadian buruk yang sudah dia alami.
"Sudah apa Clau? Alvin apain kamu?" Zen sedikit geram karena Claudia berbicara dengan terbata-bata.
"Alvin sudah p*rk*sa aku!" ucap Claudia dengan nada cepat dan lantang.
Dia menundukkan wajahnya, menahan rasa malu karena sudah keceplosan dengan paksaan.
Zen tertegun sejenak setelah mendengarkan jawaban Claudia, dia menatap gadis itu dengan pandangan bergeming.
"Kau bercanda Clau?"
"Katakan kalau ini bercanda kan!" seru Zen.
Tapi, Claudia hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan dalam arti jika itu sebuah kebenaran.
"Jika ini benar, tapi bagaimana mana mungkin ini bisa terjadi Clau?"
"Bukankah kau mengatakan diri mu hobby boxing. Tapi, kenapa bisanya kau di p*rk*sa oleh kekasih mu itu!" lirih Zen yang tak percaya jika Claudia benar di p*rk*sa karena seingat dia jika Claudia hobby bela diri.
"Karena dia lebih pintar dari aku Zen, dia jebak aku!"
Claudia mulai berani mengangkat wajah nya yang dia tundukkan dari tadi.
"Jebak?"
"Bagaimana dia bisa ngejebak kamu?" tanya Zen penasaran. Ia menatap bola mata Claudia sangat dalam.
"Malam itu dia memberikan aku sebuah minuman Jus kesukaanku oleh Alvin. Semenjak aku minum jus itu, kepalaku sakit serta penglihatanku remang-remang dan mata ku tak sanggup untuk di buka lagi!" lirih Claudia mencoba menceritakan awal mula kejadiannya.
"Terus?"
"Bagaimana mana tau jika kamu telah di p*rk*sa oleh nya!" tanya Zen lagi dengan wajah sangat serius untuk mendengarkan jawaban dari gadis di hadapannya ini.
"Ketika aku buka mata, aku melihat tubuh Alvin sedang memeluk diriku dan kami tanpa sehelai benang apapun!" kata Claudia melanjutkan ceritanya tadi dengan buliran air mata sudah mulai berjatuhan di pipi.
Zen mengepalkan tangan nya, dia merasa sangat kesal setelah mendengarkan cerita kejadian menimpa Claudia.
"Brengs*k!" umpat Zen di dalam hati nya.
Claudia terus menangis menahan malu. Zen hanya bisa menghelakan nafas nya dengan panjang.
"Clau, sudah!"
"Jangan cerita lagi untuk kelanjutannya. Aku janji tidak akan mengumbar aib mu ini!" ujar Zen menarik tangan Claudia perlahan menggenggam dan mengelus tangan gadis di hadapannya.
Zen juga menyeka air mata Claudia, dan berkata.
"Aku tau Clau, kalau kamu pasti tidak menginginkan hal itu terjadi. Tapi, ini sudah terjadi"
"Andai saat itu aku lebih awal mengenalimu, pasti aku akan menjaga mu dari perbuatan pria tak berotak itu!"
"Jadi sekarang..., kamu masih ada aku sebagai teman baru mu. Aku akan melindungimu Clau!"
"Kamu jangan takut Clau, aku tidak seperti kekasih mu yang bej*t itu!" lirih Zen bernada lembut mengeluarkan beberapa kalimat supaya Claudia tidak terus terpuruk dalam kesedihan hanya karena kejadian itu.
Claudia menggangguk mengerti, tapi sebenarnya dia ingin mengatakan satu hal lagi kepada Zen. Jika dirinya sedang terancam, karena Alvin juga merekam aksi tak senonoh mereka serta mengancam dirinya jika video itu akan di sebarkan.
Claudia sangat menyesal telah berpacaran dengan Alvin, padahal hubungan mereka sudah cukup lama mereka jalani. Tapi, baru sekarang sifat asli Alvin ketahuan.
"Zen, andai kamu tau. Kehidupanku sekarang terancam oleh nya, aku takut Alvin pasti akan mengumbar video itu suatu saat nanti. Soal berkelahi mungkin aku bisa mengalahkan dia Zen, tapi jika soal harga diriku di permalukan di depan banyak orang. Pasti aku akan dipandang buruk di mata orang lain!" lirih Claudia di dalam hati nya. Kalimat inilah yang sebenarnya ingin dia ungkapkan kepada Zen.
Zen terus menggenggam tangan Claudia, dia hanya berusaha untuk tetap tegar di hadapan Zen serta memberikan senyuman tipis.
"Sudah ya cantik, kamu jangan nangis lagi. Masa iya seorang Claudia yang jago boxing gini gampang nangis!" ucap Zen sedikit menggodanya.
"Hahaha, kamu bisa aja Zen. Aku tidak sejago yang kamu pikirkan!" seru Claudia.
"Jago kok, buktinya kamu pernah tampar Kenzie!" ucap Zen diiringi dengan tertawa terbahak-bahak mengingatkan kejadian Claudia menampar Kenzie saat hari pertama masuk kuliah.
"Ah itu, hahaha...., kamu masih ingat ternyata! Saat itu aku kesal banget sama kenzie, pacar nya hamil tapi dia malah selingkuh!" ujar Claudia.
"Apa? Kenzie selingkuh?" Zen melotot terkejut.
"He em, saat pulang dari kampus. Aku melihat Zen turun dari mobilnya bersama wanita lain di dekat sebuah Clubbing, tapi aku gak sempat fotoin karena ponsel ku malah padam!" timpal Claudia.
"Wah benar-benar tuh anak!"
"Pantas dari awal aku merasa Kenzie itu bukan pria baik. Untung saja, aku tidak terlalu berteman dengan nya!" ucap Zen.
"Ya begitulah, tapi yang aku heran kan. Alvin ada disitu juga saat itu!" pungkas Claudia.
"Astaga, sudah lah Clau jangan bahas mereka lagi!"
"Sekarang kita fokus sama diri masing-masing saja!" pinta Zen yang enggan mendengarkan kelanjutan ceritanya lagi karena sudah muak dengar nama Kenzie dan Alvin di sebut olehnya.
Walaupun Zen tidak tau seperti apa wajah Alvin, tapi dia bisa pasti in jika diri nya tidak menyukai sifat Alvin setelah tau bahwa Claudia di perk*sa oleh nya.
"Maaf Zen, aku kebanyakan curhat hari ini. Btw makasih ya untuk hari ini!" ujar Claudia dengan nada pelan.
"Iya, tidak masalah Clau"
"Kamu curhat begini, aku malah semakin seperti ingin melindungi mu. Karena aku....., sudah menganggapmu seperti adikku!" ucap Zen bernada lembut, hati Claudia langsung tersentuh.
Dia tidak menyangka jika Zen berkata seperti ini. Claudia merasa aman setelah Zen mengganggap dirinya itu sebagai adiknya.
"Terimakasih Zen, aku merasa senang jika kamu memang benar akan melindungi ku!" Claudia menyunggingkan senyum hangat kepada nya.
"Sama-sama!"
"Oh ya, aku pamit pulang ya. Kasian ibu, sendirian di rumah!" pamit Claudia.
"Ah iya, Clau. Next time, mampir lagi ke rumah ku ya!" seru Zen, Claudia menggangguk iya.
Ia pun melangkah keluar dari rumah Zen dengan perasaan senang dan lega karena Zen mau mendengarkan curhatan hatinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...--------Rumah Kenzie--------...
Di tempat lain, Kenzie pulang ke rumah orang tuanya yang terbilang mewah. Kenzie merupakan anak tunggal kaya raya, orang tuanya bekerja di salah satu negara Asia.
Bhuukkk! Bhuukkk! Bhuukkk!
Kenzie meninju bantalnya beberapa kali sambil menggeretakkan giginya dengan kesal.
"Gadis gila!"
"Bisa-bisanya dia hamil anak orang lain tapi malah menyuruhku untuk bertanggung jawab!" gumam Kenzie dengan penuh nada emosi.
"Kalau bukan karena aku mabuk, pasti tidak akan ku sentuh gadis itu!" seru Kenzie yang dimaksud adalah sosok Riana.
"Huuuufffffff....!"
Menghela nafas panjang.
"Aku memang salah mengajaknya untuk berpacaran tanpa memiliki perasaan. Karena kelihatannya dulu dia seperti sangat menyukaiku, jadi itulah kesempatan ku memanfaatkan dirinya sebagai pelarian ku!" lirih Kenzie berbicara sendirian di dalam kamar.
"Tapi kenapa kejadiannya malah kacau seperti ini sih!" timpal nya lagi.
"B*doh sekali kau Ken, b*doh!" kata nya mengumpat untuk diri sendiri.
"Hmmm, semoga hasil tes nya nanti tidak membuat diriku semakin masuk ke dalam jurang penyesalan!" ucap Kenzie sambil memejamkan matanya.
Ketika Kenzie sudah memejamkan matanya dalam beberapa detik, kini bola matanya membelalak lebar secara tiba-tiba teringat kejadian penembakan di kampus tadi pagi.
"Pria itu siapa ya? Kok, dari bentuk body nya gak asing!"
"Tapi...., kenapa dia malah menguntit ku dari rumah?"
"Yang anehnya, pria itu kenapa bisa tau rumah ku ya?"
"Apa itu Alvin?"
"Mana mungkin Alvin mencelakai sahabatnya sendiri, tapi yang hanya tau lokasi rumahku hanya si Alvin, Claudia dan Riana!" gumam Kenzie mencoba berpikir siapa pelaku yang telah menembak kakinya dengan sengaja.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...----------------...
...~ Flashback kejadian Penembakan di kampus pagi tadi ~...
Saat jam 6 Pagi, Kenzie baru pulang mengantarkan wanita yang dia ajak ke clubbing bersama Alvin saat itu. Wanita itu adalah wanita bayarannya untuk menghancurkan Alvin. Walaupun begitu, Kenzie tetap mengajak wanita itu berbelanja dan berkeliling di tempat lain setelah tugas wanita itu selesai.
Ketika mobil Kenzie sudah sampai di depan pintu pagar rumahnya dan hendak memasuki mobilnya. Tiba-tiba ada lampu dari mobil lain muncul dari belakang sambil menyoroti kaca spionnya.
"Siapa sih itu?"
"Gak ada kerjaan tuh orang, malah menyoroti ke arah spion ku!" gumam Kenzie mengintip dari spion.
Kenzie yang kesal, memberanikan diri untuk turun dari mobilnya yang belum selesai ia masuki ke dalam halaman rumahnya.
Dia melangkah menghampiri mobil itu yang kini sudah berdiri di belakang mobilnya, Kenzie mengetuk-ngetuk kaca mobil dan mencoba mengintip.
Namun kaca mobil itu sangat gelap, mau di intip juga tidak akan kelihatan siapa yang ada di dalam mobil itu.
"Wooiii...!"
"Keluar Lo, apa maksudnya menyoroti lampu mu ke spion ku?" teriak Kenzie sambil menggedor-gedorkan kaca mobil itu dari samping.
Pemilik mobil tersebut tidak keluar, tapi malah menggeber-geber gas mobil nya dengan kencang sambil mengeluarkan asap hitam dari knalpot mobil itu.
"Uhuk-uhuk!"
Kenzie terbatuk-batuk karena asap hitam knalpot mobil itu.
"Gila banget nih orang, mana plat mobil gak di pasang. Mending aku masuk aja deh, bentar lagi juga mau pagi dan aku harus kuliah!" gumam Kenzie melangkah menuju mobil Porsche nya kembali.
Saat Kenzie masuk ke mobilnya, tiba-tiba mobil nya di tabrak dari belakang seperti di sengaja.
Braaakkkk....!!!
"Sh*tt!" umpat Kenzie menepuk keras stir mobilnya.
"Cari gara-gara nih orang!"
Kenzie menancapkan gas membelok ke arah jalan. Niatnya yang ingin masuk ke rumah sebentar tadi, kini sudah hilang. Ia malah seperti menantang mobil yang di belakangnya itu untuk balapan di jalan yang masih sangat sepi.
Ternyata mobil di belakangnya seperti paham saat Kenzie menancapkan gas secara tiba-tiba, dan mobil itu terus mengikuti nya.
Kenzie tidak tau siapa yang mengendarai mobil itu dan apa alasan orang itu mengisengi dirinya.
"Siapa sih pemilik mobil itu? Aneh banget!" ujar Kenzie melihat dari kaca spion, jika mobil itu benar-benar telah mengikuti dirinya.
Kenzie menambahkan kecepatan agar mobil itu ketinggalan jauh. Tapi, tenyata mobil itu juga menambahkan kecepatan sehingga jarak mobil Kenzie dan mobil asing itu sangat berdekatan.
"F*ck! Benar-benar tuh orang!" umpat Kenzie.
Kini Kenzie berada di jalan menuju daerah menuju kampusnya, mau tak mau Kenzie harus berbelok-belok ke arah jalan tersebut dan menambahkan kecepatan lagi.
Kenzie yang sudah berbelok serta mengintip kembali ke spionnya itu. Mobil asing itu sudah tidak kelihatan lagi, dirinya merasa lega walau banyak pertanyaan di dalam benaknya terhadap siapa pemilik mobil itu sebenarnya dan apa mau orang tersebut.
Dia pun masuk ke halaman kampus, kebetulan pintu gerbang kampusnya hari itu tidak di kunci oleh satpam penjaga kampus.
"Hmm...."
"Tumben satpamnya gak kunci pintu gerbang dan gak jaga kampus? lirih Kenzie yang kini sudah terparkir kan mobil nya.
Hanya mobilnya sendirian terparkirkan disitu, hari masih lumayan gelap dan para mahasiswa lain juga belum ada berdatangan.
"Hmmm....., baru kali ini aku datang ke kampus paling awal, kalau di lihat dosen pasti di sangkanya aku paling rajin dan pintar!" gumam Kenzie di dalam mobil sendirian sambil menyandarkan kepalanya.
Beberapa menit kemudian, ada suara motor gede memasuki halaman kampus. Ternyata itu adalah Claudia.
Kenzie mengintip dari dalam mobil saat mendengarkan suara motor yang tak asing di telinganya.
"Claudia? Tumben dia datang cepat juga?" ujar Kenzie.
Claudia baru turun dari motornya, dan dia melihat ke arah mobil Kenzie seperti wajah kebingungan.
Tak butuh lama, Claudia melangkah menuju ke mobil Kenzie seperti ingin memastikan sesuatu.
"Ngapain dia kesini? Apa dia ragu kalau ini mobil ku?" kata Kenzie.
Saat Claudia sudah memastikan jika itu benar Kenzie. Claudia pergi melangkah masuk ke gedung kampus.
"Hmmm, mumpung keadaan masih sepi...., apa aku culik aja ya dia? Soalnya aku sudah cukup lama mengidamkan diri mu Clau...!" lirih Kenzie seperti mendapat ide jahat.
Kenzie pun mulai turun dari mobil setelah Claudia sudah sedikit jauh melangkah masuk ke gedung kampus.
Tanpa disadari oleh Kenzie, sosok pria memakai topi dan masker keluar dari mobil yang terparkir di ujung seberang jalan kampus itu.
Claudia sudah sampai ke depan ruangan kelas mereka, dia masuk ke kelas itu seorang. Sedangkan Kenzie masih berjalan di lorong ruangan kelas mereka.
Kenzie tidak tau, jika pria aneh yang turun dari mobil tadi mengikuti nya dari belakang. Karena niat Kenzie ingin menculik Claudia, dia lebih fokus untuk segera ke kelas.
"Ternyata Kamu sendirian Clau, hmmm... sepertinya aku harus segera culik kamu sebelum matahari terbit. Setelah itu, kamu akan jadi milikku selamanya!" lirih Kenzie, yang hendak membuka pintu.
Tiba-tiba pria aneh itu membungkamkan mulut Kenzie menggunakan sebelah tangannya.
Kenzie terkejut dan ingin melawan serta berteriak. Tapi, ada pistol yang mengarahkan ke bagian kepalanya.
Pria itu mendorong Kenzie dan menyuruh untuk untuk menjauh dari ruangan kelas itu.
"Turun!"
"Atau aku tembak kepala mu!" perintah Pria itu dengan suara kecil agar wanita yang ada di ruangan itu tidak mendengarkan keributan mereka.
Wanita itu Claudia, dia sedang fokus membaca sebuah buku novel, jadi dia sama sekali tidak mendengarkan ada keributan di balik ambang pintu kelas yang sudah ia tutup kembali.
Kenzie terpaksa menuruti perintah pria aneh yang tidak di kenalnya, sampai di sebuah anak tangga Kenzie di tendang oleh pria itu dan dirinya jatuh terguling dari beberapa anak tangga.
Bhuuukkkk...! Gedebuummm...!
"Aaagghhh...!" rintihan suara Kenzie.
"Siapa kau?"
"Apa kau orang yang mengikuti ku dengan mobil tadi?" tanya Kenzie berusaha bangkit.
Pria itu tidak menjawab, melainkan lebih memberi sebuah tinjuan melayang dari bawah dagu Kenzie yang cukup keras.
Dhuaakkk...!
Kenzie menahan rasa sakit tinjuan itu, pria aneh itu menggenggam kerah baju Kenzie dan menyeretnya ke kantin.
"A-apa sebenarnya, mau mu?"
"Ke-kenapa kau memukuli diri ku seperti ini!" lirih Kenzie dengan nada terbata-bata.
"Jangan sekali-kali kau menyentuh wanita itu!"
"Kau kira aku tidak mendengarkan niat mu itu, Hah!" bentak Pria aneh itu dengan suara disamarkan seperti suara nge bass.
"Maksud mu Claudia?" tanya Kenzie, lalu pria itu menganggukkan kepalanya.
"Tapi, kau siapa nya Claudia?"
"Kenapa kau mencegahku?" seru Kenzie bertanya lagi.
"Kau, tidak perlu tau siapa aku!"
"Intinya aku tidak mau wanita itu terluka oleh siapa pun, termaksud kau!" ujar pria itu mencekik leher Kenzie, membuat dirinya hampir kehabisan nafas.
"I-iya, aku tidak akan berniat seperti tadi lagi..... ,ta-tapi tolong!"
"Lepasin cekikan ini!". Ucap Kenzie yang sulit mengatur nafasnya.
Pria itu langsung melepaskan cekikan itu dan tubuh Kenzie terduduk lemas sambil mengatur nafasnya kembali.
"Bagus, jika kau benar-benar tidak akan berniat seperti itu lagi. Tapi-....!" pria itu tak melanjutkan kata-katanya, melainkan mengarahkan pistol ke arah Kenzie lagi.
"Ta-tapi, A-apa?" tanya Kenzie dengan nada gagap serta ketakutan saat melihat pistol mengarah kepadanya.
"Tapi kau akan ku bunuh!" jawab pria itu dengan nada cepat dalam waktu bersamaan, dia langsung menembak ke arah kaki kiri Kenzie sebanyak dua kali.
Dar...! Dar...!
"Aakkhhh....!" pekik Kenzie merasakan sebuah timah panas menembus kulit dan daging di kaki kirinya itu.
Pria itu tersenyum miring dari balik maskernya itu, lalu ia pergi meninggalkan Kenzie di kantin sebelum ada orang lain melihat dirinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...----------------...
...bersambung........
🥰🥰🥰🥰🥰🥰
mampir juga dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/
🥰🥰🥰🥰🥰
🥰🥰🥰🥰🥰