Alettha gadis 16 tahun yang kini duduk di bangku kelas 2 SMA itu nampak diam termenung, wajah cantiknya masih terlihat kesedihan yang mendalam.
Kehilangan Ayahnya membuat gadis itu begitu frustasi dan begitu sedih, belum lagi semua aset kekayaan ayahnya kini sudah di ambil alih oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab.
Alettha Kinaya Ayu, harus meneruskan hidup nya berapa dengan ibu tiri dan kakak tiri nya yang kurang menyukai nya itu, entah apa yang akan terjadi pada gadis malang itu.
Yuk mampir di cerita pertama ku semoga kalian suka❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lembayung Senjaku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghindari
Sejak kejadian semalam Alettha berusaha untuk tidak berhadapan atau berada bersama dengan Arkha. Setelah selesai menyiapkan sarapan Alettha segera pergi meninggalkan Ayu yang heran kenapa Alettha meninggalkan nya sendiri.
" Neng Alettha...". Panggil bik Kariyah saat melihat Alettha yang berjalan menuju taman mawar.
Alettha yang merasa nama nya di panggil segera berbalik dan menatap bik Kariyah yang mendekati nya .
" Iya bik, ada apa?." Sahut Alettha .
" Bibik mau ke pasar beli sayuran setelah bibik mau ke supermarket sama Laura neng, bibik mau minta tolong neng Alettha buat bersihin kamar tuan muda Arsya bisa?." Jelas bik Kariyah membuat Alettha mengaruk kepalanya yang tak gatal.
Bukan tak mau tapi Alettha sedang merasa canggung bertemu dengan si kembar, meski itu bukan Arkha namun wajahnya akan mengingat kan akan kejadian semalam.
" Neng Alettha, kok malah diam ?." Seru bik Kariyah menatap Alettha .
Alettha tersenyum kikuk
" Emz, ya sudah bik nanti Alettha bersihkan kamar den Arsya. Bibik lama gak pergi nya sama mbk Laura ?."
" Bentar kok neng gak lama, Dirumah kan ada Ayu neng Alettha gak usah takut."
Alettha hanya tersenyum dan mengangguk mengerti. Bik Kariyah segera pergi meninggalkan Alettha yang masih diam menatap anak tangga menuju lantai 2 kamar Arsya.
Laura adalah anak satu satunya bik Kariyah yang sudah bekerja bersama dengan bik Kariyah sejak beliau keluar dari rumah Alettha, Laura jauh lebih tua dari Alettha .
Huft
Alettha menghela nafas berat kemudian langsung berjalan naik menuju kamar Arsya.
Seperti biasa Arsya lebih suka mengurung diri di pagi hari bersama dengan laptop nya, sarapan pun di antar langsung oleh bik Kariyah atau Laura.
sedangkan Alettha dan Ayu betugas memasak dan menyiapkan makan dan menunggu Arkha selesai sarapan, karena Arkha lebih suka di temani oleh pelayan dari pada harus makan seorang diri.
Alettha berdiri di depan kamar Arsya yang tertutup rapat .
" Apa aku harus mengetik nya dulu atau bagaimana?. Tapi jika tidak hati hati bisa bisa di makan hidup hidup aku sama penunggu nya." Gumam Alettha pelan.
Alettha maju mundur dengan rasa takut nya berhadapan dengan Arsya yang selalu berkata kasar dan menyebalkan untuk nya.
Cklek
Pintu terbuka menampakkan Arsya yang sedang membawa gelas nya terkejut dengan Alettha yang berdiri di depan pintu.
Prang
Dentingan gelas yang pecah memekikkan telinga.
" Apa kau gila, berdiri didepan kamar ku seperti itu?." Pekik Arsya dengan keras membuat Alettha begitu takut.
" Maaf..maaf tuan muda." Ucap Alettha gugup ketakutan.
Alettha langsung memunguti pecahan kaca yang bersebaran di atas lantai, saking takutnya membuat beberapa pecahan mengenai tangan Alettha membuat gadis itu memekik kesakitan.
" Ahk.." Pekik Alettha membuat Arsya langsung menatap tangan gadis itu yang berdarah.
Arsya langsung duduk menjajarkan tubuh nya dengan Alettha kemudian menarik tangan gadis itu dan memasukkan nya kedalam mulut nya, hal itu seketika membuat Alettha membeku tak percaya.
" Apa kau bodoh, sudah tau pecahan itu begitu tajam kau pegang begitu saja dengan tangan mu ini ha.." Pekik Arsya dengan keras.
Alettha yang membeku dan terdiam seketika mata nya memanas oleh setiap kata yang di lontarkan oleh Arsya.
" Kau begitu ingin menggoda ku ha, apa dengan begitu aku akan menyukai mu. Kau melakukan semua ini agar aku menolong mu dan aku tertarik padamu begitu ha..."
Benar saja air matanya langsung terjatuh dengan deras, Alettha menarik tangan nya yang masih berada di tangan Arsya dengan cepat.
" Tapi saya tidak meminta tuan muda menolong saya, maaf jika setiap bertemu dengan ku tuan muda selalu merasa kesal dan terus menerus mengolok saya dan memarahi saya." Ucap Alettha menatap mata tajam Arsya tanpa takut.
Arsya merasa tersentak dengan ucapan Alettha.
" Apa aku keterlaluan memarahi nya, tidak aku tidak salah . Salah nya sendiri tidak berhati-hati dan kurang profesional dalam bekerja." Batin Arsya.
Alettha melanjutkan kegiatannya mengambil serpihan kaca gelas yang pecah dengan menahan Isak tangis nya, sedangkan Arsya segera pergi meninggalkan Alettha menuju dapur untuk mengambil minum.
Pikirannya melayang mengingat wajah sendu Alettha dan ucapan gadis itu, entah kenapa hati meras iba melihat gadis belia itu.
" Napa Lo bang?. Hobi kok marah marah ma anak orang, kurang puas marah marah nya?." Gumam Arkha menatap Arsya membuka pintu kulkas .
Hening tak ada jawaban dari Arsya, sedangkan Ayu merasa iba saat mendengar suara marah Arsya yang sedang memarahi Alettha.
" Maaf Alettha aku gak bisa bantu, kalau aku bantu kita pasti di hukum lebih buruk dari den Arsya." Batin Ayu yang masih menunduk.
" Gak usah sok tau, urus aja urusan Lo sendiri. Pekerjaan yang kurang profesional memang harus di beri pelajaran." Sentak Arsya menatap menatap tajam adiknya yang sedang duduk menatap nya.
Prang
Arkha merasa emosi dengan sikap keras kepala dan arogan dari saudara kembar nya itu.
" Bang, kalau memang Abang tidak menyukai Alettha tidak perlu berhadapan dengan nya. Kita disini baru 2 hari sudah berapa kali mulut pedas mu itu menghujani nya. Dia jauh lebih muda dari pelayan di sini seharusnya di maklumi saja apa sudah nya sih." Arkha langsung berdiri menyentak meja makan hingga menimbulkan suara bising.
Ayu nampak takut berhadapan dengan dua saudara yang beradu argumentan itu.
" Tuan muda, jangan bertengkar." Ucap Ayu berusaha menengahi meski rasa takut menyertai suara nya.
Mereka saling tatap dengan tajam nuansa dingin berubah menjadi begitu panas oleh argumen mereka.
" Kau menyukai nya?". Ucap Arsya dengan dingin.
" Itu kenapa kau begitu membela gadis itu, kau begitu menyukai nya atau kau hanya penasaran saja?. Dengar Arkha guu lebih mengenal siapa Lo.."
Arkha langsung maju dan hendak memukul Arsya namun tangan nya di tahan oleh sebuah lengan kokoh membuat keduanya terkejut.
" Papa.." Ucap mereka bersamaan.
Nampak Muklis dan Mona yang merasa geram melihat dua anak nya yang selalu saja bertengkar itu.
" Mau sampai kapan kalian seperti anak kecil, belum puas masa kecil kalian?." Bentak Muklis marah.
Arkha diam sedangkan Arsya menatap tajam ayah nya itu.
" Peduli apa kalian tentang masa kecil, sedangkan masa kecil kami sejak tidak pernah kami rasakan."
" Arsyakha..." Bentak Muklis dengan marah.
Arkha menatap Arsya dengan kesal.
" Usus saja jalang mu itu, jika sudah pulas dan tidak penasaran kau bisa membagi nya dengan ku." Ucap Arsya dengan datar membuat Arkha langsung hendak menerjang kembaranya itu.
" Kau..." Muklis langsung menghalangi Arkha dan membiarkan Arsya pergi menuju kamar nya.
Dengan kesal Arkha langsung menghempaskan lengan Muklis dan pergi dari hadapan kedua orang tua nya.
Sedangkan Alettha kini sedang membersihkan kamar Arsya setelah selesai menyingkirkan pecahan beling kedalam kotak sampah di dalam kamar Arsya, kamar Arsya termasuk kedap suara jadi Alettha tidak mengetahui pertengkaran di lantai bawah.