Kim Tae-min, seorang maniak game MMORPG, telah mencapai puncak kekuatan dalam dunia virtual dengan level maksimal 9999 dan perlengkapan legendaris. Namun, hidupnya di dunia nyata biasa saja sebagai pegawai kantoran. Ketika dunia tiba-tiba berubah akibat fenomena awakening, sebagian besar manusia memperoleh kekuatan supranatural. Tae-min yang mengalami awakening terlambat menemukan bahwa status, level, dan item dari game-nya tersinkronisasi dengan tubuhnya di dunia nyata, membuatnya menjadi makhluk yang overpower. Dengan status dewa dan kekuatan yang tersembunyi berkat Pendant of Concealment, Tae-min harus menyembunyikan kekuatannya dari dunia agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Di tengah kekacauan dan ancaman baru yang muncul, Tae-min dihadapkan pada pilihan sulit: bertindak untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran, atau terus hidup dalam bayang-bayang sebagai pegawai kantoran biasa. Sementara organisasi-organisasi kuat mulai bergerak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ex, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memancing Sang Pembunuh
Di sebuah ruang bawah tanah yang remang-remang, cahaya lilin di sudut-sudut dinding tampak bergetar, memancarkan atmosfer suram. Di tengah ruangan, sebuah meja batu besar menjadi pusat perhatian. Bayangan-bayangan berkumpul di sekelilingnya, beberapa duduk dengan sikap santai, yang lain berdiri dengan tangan menyilang. Di udara, suasana tegang menyelimuti. Di setiap sudut, terasa aura dingin dan penuh ancaman.
Abyss Lord duduk di ujung meja dengan tenang. Wajahnya tersembunyi di balik bayangan yang bahkan lilin pun tak bisa menyingkap. Tidak ada satu pun suara yang keluar dari mulutnya, tapi kehadirannya sudah cukup untuk membuat yang lain waspada.
“Aku dengar... The Necromancer mati,” suara Blood Priestess memecah keheningan. Tangannya mengelus sebuah cawan berisi cairan merah pekat yang jelas bukan anggur. Senyumnya yang tipis mengandung ejekan.
Iron Revenant menggeram, tangannya yang penuh otot mengencang di atas meja. “Huh, Cho Kyung-Min lemah. Terlalu banyak main dengan mayat daripada fokus bertarung."
Abyss Lord tidak menggerakkan satu otot pun. "Lemah atau tidak, dia adalah salah satu dari kita," ujarnya pelan namun penuh ancaman. "Kematian The Necromancer bukan sesuatu yang bisa kita abaikan."
“Dia mati di tangan seorang awakener yang tak dikenal. Kami belum bisa melacak identitasnya,” Phantom Warlord menambahkan, suaranya dingin dan datar seperti kabut. "Namun, berdasarkan informasi terakhir, kematiannya terjadi di sekitar rumor palsu ginseng 1000 tahun yang kita sebarkan."
“Jadi, jebakan kita mulai memakan korban?” Void Walker menyeringai di sudut ruangan, tangannya bermain-main dengan celah dimensi kecil di depannya. "Tapi bukan korban yang kita harapkan, ya?"
Blood Priestess terkekeh pelan, meletakkan cawan berdarah itu ke meja. “Ah, tapi ini menarik. Jika ada awakener kuat di luar sana yang mampu membunuh The Necromancer, mungkin kita harus... bertemu dengannya. Aku suka tantangan baru.”
“Dia bukan tantangan. Dia ancaman,” Abyss Lord menyela. “Dan ancaman harus dihancurkan.”
Iron Revenant menghantam meja dengan tinjunya. “Aku bisa menghancurkannya. Aku akan berangkat sekarang jika kalian memberiku lokasi pastinya.”
Phantom Warlord menggeleng. "Kita tidak bisa bertindak sembrono. Jika orang ini cukup kuat untuk membunuh The Necromancer, dia tidak akan mudah dijinakkan. Kita harus tahu lebih banyak tentang dia sebelum bergerak.”
Void Walker menyeringai licik, "Atau mungkin... kita bisa bermain sedikit lebih pintar kali ini? Gunakan satu ancaman untuk menghabisi ancaman lain."
Abyss Lord mendengarkan dengan tenang, matanya bersinar redup di bawah tudung jubah hitamnya. "Lanjutkan."
"Jika orang ini adalah ancaman bagi kita, dia juga bisa menjadi ancaman bagi guild-guild besar. Kita sebar lebih banyak rumor, buat dia terlihat seperti ancaman bagi semua orang. Biarkan guild-guild besar melakukan pekerjaan kotor untuk kita." Void Walker menjelaskan rencananya, suaranya berbisik halus.
Sebuah tawa pelan terdengar dari Blood Priestess. "Oh, aku suka itu. Membiarkan yang lain melakukan pekerjaan kotor untuk kita, sementara kita duduk manis dan menonton mereka jatuh satu per satu."
Abyss Lord akhirnya berdiri, aura kegelapan mengelilingi tubuhnya, menguasai ruangan sepenuhnya. “Kita akan melakukan itu. Sebar lebih banyak jebakan, perbanyak gate buatan, dan buat dunia hunter saling curiga. Tapi jangan pernah meremehkan siapapun yang cukup kuat untuk membunuh The Necromancer. Mereka yang melawan kita, akan jatuh.”
Pertemuan selesai tanpa perlu kata-kata perpisahan. Setiap anggota menghilang dengan cara mereka masing-masing. Iron Revenant menghentakkan kakinya dan lenyap seperti bayangan yang terserap bumi. Phantom Warlord melayang dalam kabut, menghilang seolah tak pernah ada. Blood Priestess menyeringai sebelum tubuhnya mengalir seperti darah yang menyerap ke dalam dinding.
Terakhir, Abyss Lord memandang tempat di mana The Necromancer seharusnya berada. Sebuah kursi kosong.
"Kita akan membalasmu, Cho Kyung-Min... dan kita akan membuat dunia berlutut di bawah kegelapan kita."
Dia berbalik dan menghilang dalam kabut pekat yang memenuhi ruangan.
Iron Revenant berjalan di koridor bawah tanah markasnya, aura kematian terasa pekat di setiap langkahnya. Tubuhnya yang besar dan otot yang menonjol menambah kesan menyeramkan dari sang monster manusia ini. Beberapa anak buahnya mengikutinya dari belakang, berjalan cepat untuk menyamai langkah tuannya.
“Bodoh! Kalian benar-benar tidak punya otak, ya?” suaranya bergemuruh seperti petir, memantul di dinding batu yang berlumut. “Bagaimana kita bisa menemukan orang yang membunuh The Necromancer kalau rencana kalian serba dangkal?!”
Di depan ruang besar yang penuh dengan senjata dan artefak terlarang, Iron Revenant berhenti. Dia menoleh ke arah salah satu anak buahnya, seorang pria yang lebih kurus dan tampak ketakutan.
“Ayo, beri aku satu saran. Kalau kau gagal, aku pastikan tulang-tulangmu dihancurkan satu per satu.”
Anak buahnya menelan ludah, berkeringat dingin di bawah tatapan Iron Revenant. “U-um, mungkin kita bisa… memperbanyak gate buatan. Dengan begitu, kita bisa memancing hunter-hunter kuat yang mau bersolo karier…”
“Memancing hunter kuat?” mata Iron Revenant menyipit. “Itu sudah jelas. Apa yang berbeda dengan rencana bodoh itu?”
Anak buahnya bergetar. “K-kita bisa mengatur gate-gate itu agar memiliki jebakan lebih rumit, sehingga hanya hunter dengan kemampuan khusus yang bisa bertahan—”
BRAKK!!
Sebuah hantaman tinju Iron Revenant yang secepat kilat menghantam kepala anak buahnya. Pria itu terbang membentur dinding dengan keras, darah menyembur dari mulut dan hidungnya.
Belum puas, Iron Revenant melangkah cepat ke arah tubuh anak buahnya yang terkapar. Dia mengangkat pria malang itu dengan satu tangan seperti memegang boneka kain.
"Kau pikir aku idiot?!" teriaknya, lalu memukul wajah anak buahnya dengan brutal.
Satu pukulan. KRACK! Tulang pipi pria itu remuk seketika, darah mengalir dari rahangnya yang bergeser. Matanya mulai berair, berusaha meronta dari genggaman monster di depannya.
Dua pukulan. BANG! Kepala anak buahnya menghantam tembok lagi, kali ini dengan lebih keras. Suara retakan tulang terdengar jelas di ruangan itu, diikuti jeritan pendek sebelum terhenti.
Iron Revenant melemparkan tubuh anak buahnya ke lantai seperti sampah. Pria itu sudah tidak bergerak lagi, darah mengalir dari mulut dan telinganya, tengkoraknya hancur berantakan.
Sebuah keheningan menyelimuti ruangan. Semua anak buah yang masih hidup menelan ludah, tubuh mereka gemetar ketakutan. Tak ada yang berani bergerak. Tak ada yang berani mengangkat kepala.
“Lain kali,” gumam Iron Revenant dengan nada rendah, “beri aku jawaban yang lebih pintar.”
Dia menoleh ke arah seorang anak buah lain, yang berdiri agak jauh di belakang. Pria itu tampak gugup, tapi dia tahu inilah saatnya jika ingin selamat.
“S-saya punya saran lain, Tuan.”
Iron Revenant mendekat, matanya menyipit penuh perhatian. “Bicaralah.”
Anak buah itu mengatur napasnya sebelum berbicara, “Kita tahu hunter itu sangat kuat karena dia berhasil membunuh The Necromancer. Tapi mungkin… dia bukan tipe yang suka bekerja sama dengan orang lain. Bagaimana kalau kita sebarkan informasi palsu bahwa ada harta karun di dalam gate buatan, sesuatu yang hanya bisa ditemukan oleh mereka yang cukup kuat untuk menaklukkannya sendirian?”
Mendengar ide ini, Iron Revenant terdiam sejenak, memikirkannya. Mata tajamnya memandang lurus ke arah anak buahnya yang kini merasa lebih tenang.
“Lanjutkan,” perintahnya.
“Jika hunter itu benar-benar tertarik pada harta, dia mungkin akan datang untuk mengejar gate yang kita ciptakan. Begitu dia masuk, kita bisa menjebaknya di sana. Kita bisa mengontrol gate-gate itu, dan membuatnya tidak bisa keluar tanpa menghadapi tantangan yang mematikan,” lanjut anak buah tersebut, kini lebih percaya diri.
Iron Revenant mengangguk pelan. “Itu ide yang lebih baik.”
Dia mengangkat tangannya, memberi sinyal bahwa pria itu aman... untuk saat ini. "Kumpulkan yang terbaik dari kita. Sebarkan rumor. Kalau orang itu benar-benar datang, aku akan memastikannya mati dengan tanganku sendiri."
Senyum dingin terukir di wajahnya. "Dan kali ini... tidak akan ada pelarian."
Aku melangkah keluar dari gedung guild Crimson Lotus setelah menyelesaikan kontrak sebagai freelance. Udara sore terasa lebih segar saat aku berjalan menuju minimarket terdekat. Perutku sudah keroncongan setelah seharian berdebat soal kontrak sialan itu, dan bir dingin sepertinya akan menjadi pelipur lara yang sempurna. Aku masuk ke dalam minimarket, mengambil beberapa kaleng bir dan makanan siap saji. Tak lama, aku sudah di kasir, menunggu giliran.
"Totalnya tiga puluh ribu won," kata kasir, dengan senyum robotiknya yang kelihatan palsu. Aku mengeluarkan kartu, membayarnya dengan malas.
Setelah selesai, aku kembali menuju apartemenku. Sesampainya di sana, aku langsung membuang diriku ke sofa, meletakkan belanjaan di atas meja, lalu membuka salah satu kaleng bir dengan suara "Pshhh" yang memuaskan. Kutenggak seteguk besar, merasakan cairan dingin itu mengalir ke tenggorokanku. Aku menyandarkan punggung, mencoba merilekskan diri setelah hari yang panjang.
Tapi pikiran soal Black Crescent Cult kembali mengusikku. Sialan, aku benar-benar tertipu dengan rumor ginseng 1000 tahun itu. Rasanya seperti dijanjikan jackpot, tapi yang didapat malah segunung kotoran.
"Dasar kultus brengsek, mereka pikir bisa mengakali aku? Kalau aku menemukan mereka lagi, aku akan memastikan tidak ada yang tersisa." Aku mendecak, melempar kaleng bir kosong ke tempat sampah di sudut ruangan.
Perutku lapar, jadi aku membuka makanan siap saji yang kubeli. Sambil makan, otakku berputar-putar memikirkan strategi untuk mencari tahu lebih lanjut soal Black Crescent Cult. Mereka harus dibayar lunas, apalagi setelah insiden itu. Salah satu dari mereka, The Necromancer, sudah kubikin berantakan. Sekarang giliran yang lain.
Setelah selesai makan, aku kembali menyandarkan diri. Aku tahu, ini belum selesai. Tapi sekarang, aku terlalu lelah. Setelah menenggak sisa bir di kaleng terakhir, aku akhirnya tertidur di sofa, dengan satu pikiran di kepalaku: Black Crescent Cult harus membayarnya dengan darah.
dah gitu aja.
kecuali.
dia punya musuh tersembunyi. demi nemuin musuhnya ini dia tetep low profile gitu. atau di atas kekuatan dia masih ada lagi yang lebih kuat yang membuat dunianya berubah makannya untuk nemuin harus tetep low profile dan itu di jelasin di bab awal. jadi ada nilai jualnya.