Dendam petaka Letnan Hanggar beberapa tahun lalu masih melekat kuat di hatinya hingga begitu mendarah daging. Usahanya masuk ke dalam sebuah keluarga yang di yakini sebagai pembunuh keluarganya sudah membawa hasil. Membuat gadis lugu dalam satu-satunya putri seorang Panglima agar bisa jatuh cinta padanya bukanlah hal yang sulit. Setelah mereka bersama, siksaan demi siksaan terus di lakukan namun ia tidak menyadari akan perasaannya sendiri.
Rahasia pun terbongkar oleh kakak tertua hingga 'perpisahan' terjadi dan persahabatan mereka pecah. Tak hanya itu, disisi lain, Letnan Arpuraka pun terseret masuk dalam kehidupan mereka. kisah pelik dan melekat erat dalam kehidupannya. Dimana dirinya harus tabah kehilangan tambatan hati hingga kembali hidup dalam dunia baru.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya???
Penuh KONFLIK. Harap SKIP bagi yang tidak biasa dengan konflik tinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Rindu.
Panggilan video call sudah di selesaikan. Setelah melihat kondisi Arlian yang jauh disana, hati Bang Hanggar sedikit lebih tenang. Kini dirinya menemui dokter kandungan yang menangani Fanya.
~
"Sejauh ini keadaan istrimu sudah ada perkembangan, bayinya pun sehat dengan catatan 'asal dekat dengan bapaknya'. Kita bisa berbuat apa kalau memang yang kita hadapi adalah rewelnya bumil. Seribu kali penanganan, hanya obat yang masuk ke tubuh Fanya itu saja yang bisa sedikit mengurangi rasa mualnya. Fanya pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi..!!"
"Siap, saya paham Bang." Bang Hanggar melirik ke arah Fanya dengan tatapan sendu.
"Besok pagi sudah bisa kembali pulang, tapi ya begitulah keadaannya. Kamu harus sabar, Gar..!!" Pesan Bang Tono.
"Siap..!!"
"Usahakan istrimu mau makan, sedikit tapi sering..!!" Nasihat Bang Tono pada juniornya.
"Siap, Abang. Monitor..!!"
***
Fanya dan Bang Hanggar terasa kikuk. Keduanya salah tingkah saat keluar dari pelataran parkir rumah sakit.
Bang Hanggar pun mengarahkan Fanya agar duduk di bangku belakang sedangkan dirinya memilih duduk di samping mudi Kompi.
Tak ada ucap kata dari mulut mereka berdua, saat pandang keduanya bertemu pada kaca spion dalam, mereka berdua kembali membuang pandangan ke tepi jalan.
Bang Hanggar hanya sesekali sengaja membuka obrolan dengan mudinya untuk menutupi rasa canggungnya.
"Ijin Dan, ini mau langsung ke asrama atau mampir dulu ke pusat pertokoan?" Tanya mudi tersebut.
"Saya mau mampir dulu. Mau beli susu bumil untuk istri saya..!!" Jawab Bang Hanggar tegas meskipun di dalam hatinya terasa tidak karuan. "Kamu mau ikut, ndhuk?" Sedikit sapaan di antara Bang Hanggar dan Fanya agar hubungan di antara mereka tidak terlalu redup.
"Fanya tidak kuat jalan jauh, Mas saja yang beli." Kata Fanya.
"Kamu ikut saya, Met..!!" Ajak Bang Hanggar pada mudinya.
"Siap..!!"
...
Beberapa orang menyambut Letnan Hanggar beserta istri, disana Kapten Rudiono sebagai Danki Kompi juga ikut menyambut Juniornya.
"Ijin bimbingan dan arahannya, Danki..!!" Kata Bang Hanggar.
"Aman, istirahatlah dulu dengan istrimu. Tenangkan pikiran dan hatimu..!! Anggap saja kamu sudah lapor datang. Saya sudah monitor..!!" Ucap Bang Rudiono.
"Siap, Abang..!! Terima kasih..!!!"
Bu Rudi memeluk Fanya dengan hangat bagai adik kandungnya sendiri. "Sabar ya dek..!! Inilah hidup, banyak beristighfar..!! Semoga badai dalam rumah tanggamu bisa segera terlewati..!!" Sambut Bu Rudi. "Besok masuk ke kantor ya..!!"
"Ijin mbak, saya tidak bisa. Jabatan Ibu Danton ini bukan milik saya. Arlian yang berhak memilikinya..!!" Jawab Fanya.
Bu Rudi menoleh ke arah suaminya. Trenyuh hati seluruh yang melihat kejadian hari ini. Arlian ataupun Fanya, keduanya sama-sama adalah istri yang hebat.
"Kalau begitu di bahas lain kali saja..!! Om Hanggar dan Tante Fanya butuh waktu untuk tenang." Arahan Bang Rudi sebagai Danki.
...
Fanya sudah merebahkan diri di kamar barunya. Pikirannya hanya tertuju pada Arlian. Sejak tadi suaminya terus memantau keadaan Arlian lewat kamera perekam yang sengaja di pasang Bang Axcel di rumah sakit.
Cinta Bang Hanggar untuk Arlian memang sangat besar. Jika ada waktu tersisa, suaminya itu akan memilih untuk 'menggelar sajadah'.
'Betapa beruntungnya kamu, Lian. Suamimu sangat mencintaimu melebihi apapun. Lian.. maaf aku menyakiti hatimu, maaf..!!'
//
Bang Hanggar meletakan tasbihnya. Hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini, saat hatinya sedang di landa gundah.
'Lindungi kedua istriku, angkat segala rasa sakitnya..!!. Sungguh kini aku benar-benar pasrah dengan garis hidup yang Engkau berikan.'
Sejenak Bang Hanggar memejamkan mata. Bayang masa lalunya tentang Fanya terus berkelebat berputar di kepala. Seulas rasa begitu menyentuh batinnya.
Flashback Bang Hanggar on..
"Mas Gar mau pergi ya?" Tanya gadis kecil kelas 4 SD saat melihat pria berpakaian kemeja putih dan celana panjang formal hitam sedang menggendong tas ransel di punggung sama seperti Abangnya.
"Iya."
"Kemana? Lama atau tidak??" Tanya Aryassa Zifanya kecil.
"Mas Gar laki-laki, Mas harus pergi untuk cari kerja. Harga diri laki-laki adalah bekerja." Jawab Bang Hanggar.
"Untuk kita nikah?"
Bang Hanggar tersenyum geli mendengarnya. Pria dingin itu hanya melempar senyum sekilas.
"Iya. Untuk kita nikah."
Fanya kecil yang polos tersenyum malu seakan di hatinya dan dunianya hanya ada satu nama pria.
"Janji????"
"Insya Allah, Fanya tunggu saja Mas Gar pulang. Nanti kita nikah, punya anak banyak seperti saat kita main rumah-rumahan." Bujuk Bang Hanggar pada gadis kecil imut nan polos seperti Fanya.
"Fanya pasti tunggu Mas Gar. Jangan nikah dulu ya, Mas...!!!" Pinta gadis kecil yang masih merasa ingin memiliki sesuatu yang di sukainya.
Bang Hanggar mengacak rambut Fanya layaknya seorang Abang pada adik perempuannya sebab ia pun memiliki adik perempuan nan jauh disana.
"Belajar dulu yang pintar, jangan pikir nikah. Lagipula, sampai sekarang kita belum bercerai." Jawab Bang Hanggar.
"Oiya ya. Kita masih menikah."
"Sekhilafnya diriku, pasti ada kamu. Secantiknya bidadari surga, pasti hanya kamu." Ucap gombal Bang Hanggar layaknya pria pada umumnya.
Flashback Bang Hanggar off..
"Astaghfirullah hal adzim, Ya Allah.. sungguh aku sudah menyakiti 'istri masa laluku'. Aku juga sudah menduakan 'istri masa depanku'."
\=\=\=
"Om.. bisa minta tolong ambilkan buah durian?" Pinta Fanya pada salah seorang anggota yang biasa menjadi 'ajudan' Fanya.
"Siap.. ibu..!!"
Pria berpangkat Prada tersebut langsung menuruti keinginan ibu Danton yang sedang mengidam. Kini kehamilan ibu Danton sudah menginjak usia tiga bulan lebih. Perutnya pun mulai terlihat menyembul.
Usai mengambilkan buah durian, 'ajudan' tersebut langsung membuka durian masak pohon di depan Fanya.
~
Sudah dua buah durian yang di nikmati Fanya. Tepat saat itu Bang Hanggar tiba di rumah. Segera suami Fanya itu mematikan panggilan teleponnya dan menghampiri istrinya.
"Siapa yang ijinkan kamu makan buah durian sebanyak ini???" Tegur keras Bang Hanggar. "Kamu lagi.. apa tidak lihat istri saya sedang hamil? Kenapa kamu petik duriannya????" Bang Hanggar pun menegur keras 'ajudan' istrinya.
"Siap.. salah, Danton..!!"
"Jungkir balik kamu sekarang..!!" Perintah Bang Hanggar. Perasaannya sedang tidak nyaman, pikirannya juga berantakan dengan banyaknya kegiatan yang melelahkan dan memusingkan.
"Perintah itu dari Fanya, biar Fanya saja yang jungkir balik..!! Jangan salahkan orang lain..!!!!" Kata Fanya kemudian mencomot lagi sebiji buah durian.
Bang Hanggar pun segera menahannya. Mata elang tersebut begitu tajam menatap Fanya. Ia mengambil selang di depan rumah. Seketika Fanya ketakutan ia menyangka selang tersebut akan di pergunakan untuk mencambuknya.
Begitu ketakutannya Fanya sampai tubuhnya terasa gemetar, jika saat yang lalu dirinya bisa membuat pertahanan tapi semenjak hamil, tenaganya terasa tidak seperti dulu lagi. Namun dugaan sedikit meleset, Bang Hanggar mencuci tangannya hingga bersih.
"Kamu kembali ke barak..!!" Perintah Bang Hanggar pada anggotanya.
"Siap..!!" Anggota tersebut segera meninggalkan tempat.
Fanya gelisah karena mungkin kini 'nyawanya' sedang dalam bahaya. Gelisahnya semakin bertambah saat Bang Hanggar menggendongnya masuk ke dalam rumah. Fanya pun berontak karena takut.
"Diam..!!! Apa kamu tidak merasa bersalah sama sekali??? Selama ini kamu tidak pernah bilang apa yang kamu inginkan dari saya. Tapi kenapa sekarang kamu minta bantuan sama laki-laki lain? Itu anak dia atau anak saya???" Ucap kesal Bang Hanggar kemudian menutup pintu rumah dengan kakinya lalu membawa Fanya menuju kamar tengah, kamar yang selama ini di diami Fanya karena gadisnya itu memang sedikit penakut.
Dengan hati-hati Bang Hanggar merebahkan Fanya. Kedua bola mata mereka saling bertemu pandang.
"Cepat keluar, Fanya mau tidur..!!" Usir Fanya dengan suara rendah.
"Bagaimana kalau saya tetap ingin disini??" Tanya Bang Hanggar. Jujur sebenarnya Bang Hanggar sedang merasakan pergolakan batin. Sudah berbulan bulan lamanya dirinya tidak merasakan pelepasan rasa rindunya. "Kenapa kamu tidak pernah menuntut nafkah batin dari saya, padahal kamu sudah baik-baik saja..!!"
"Bukan hak Fanya menyenangkanmu, Mas." Jawab Fanya dengan tatapannya yang sendu.
"Tapi kamu memiliki hak yang sama dengan Lian." Bang Hanggar mengecup lembut bibir Fanya.
Sebagai laki-laki biasa tentu dirinya sudah tergoda saat sudah berhadapan dengan istrinya. Perlahan tapi pasti, Bang Hanggar membuka pakaian istrinya. Ia pun melonggarkan ikat pinggang seragamnya dan membebaskan tawanan yang sudah lama terpenjara.
Nafas Bang Hanggar mulai memburu, genggaman tangannya pada Fanya pun semakin erat. Hasrat tak terbendung melayang ke awang-awang. Perlahan Bang Hanggar menyatukan diri.
Jerit rintih kecil Fanya terdengar menggelitik di telinga Bang Hanggar, jantungnya pun naik turun tak terkendali.
tok.. tok.. tok..
"Ijin.. Danton..!!"
"Jangkriiiik.. opo sih." Umpatnya kesal karena dirinya baru saja menembus palang.
.
.
.
.
mbak nara yg penting d tunggu karya terbarunya
buku baru kpn mbak.. 🙏 penasaran sm mbak Fanya dn Bang Juan.