Tiga sahabat, Reza, Bima, dan Fajar, terjebak dalam sebuah misi absurd di tengah gurun pasir setelah disedot oleh portal misterius. Dengan hanya lima nyawa tersisa, mereka harus menghadapi tantangan aneh dan berbahaya untuk mencapai harta karun legendaris. Setiap kali salah satu dari mereka mati, mereka "respawn" seperti dalam permainan video, tetapi jumlah nyawa mereka berkurang, mendekatkan mereka pada nasib terjebak selamanya di gurun.
Setelah berlari dari kejaran buaya darat dan selamat dari angin puting beliung yang disebut "Angin Putri Balalinung," mereka menemukan helikopter misterius. Meskipun tidak ada yang tahu cara mengendalikannya, Bima mengambil alih dan, dengan keberanian nekat, berhasil menerbangkan mereka menjauh dari bahaya.
"Bro, lo yakin ini aman?" tanya Reza sambil gemetar, memandangi kokpit yang penuh dengan tombol.
Bima mengangguk ragu, "Kita nggak punya pilihan lain, kan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vyann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suara Misterius di Malam Hari
Malam pertama di Pulau Hara sepertinya akan menjadi malam yang panjang bagi Reza, Bima, dan Fajar. Setelah insiden monyet tadi, suasana mulai tenang, meski bayangan pepohonan hutan masih tampak mencekam di sekitar mereka.
Di sekitar api unggun, Reza masih menatap ke arah hutan dengan cemas. Fajar, seperti biasa, tampak santai, bahkan sibuk mencoba menggoreng sesuatu di atas api, sementara Bima duduk tenang dengan pisau lipat di tangannya, sesekali menajamkan ujungnya pada batu.
"Malam pertama di pulau terpencil ini, dan gue udah kena serangan monyet," gumam Reza, masih trauma dengan kejadian sebelumnya. "Bayangin aja kalau beneran ada yang lebih serem dari itu."
Fajar tertawa ringan sambil mengaduk-aduk masakannya. "Bro, lo itu terlalu paranoid. Ini pulau kosong. Palingan cuma hewan liar, bukan hantu."
Tiba-tiba, terdengar suara angin yang berdesir kencang, disertai suara gemerisik aneh dari hutan. Daun-daun bergoyang dengan kasar, dan mereka bertiga saling berpandangan.
Reza menelan ludah. "Lo denger itu?"
Bima menghentikan aktivitasnya sejenak, mendengarkan lebih seksama. Suara desiran itu semakin jelas, seolah ada yang berjalan perlahan di sekitar mereka, diselingi suara gemerisik dedaunan dan ranting patah.
"Siapa tahu... itu cuma angin?" kata Fajar, meski senyumnya agak memudar.
Bima berdiri, menggenggam pisaunya erat. "Gue cek dulu. Tetap di sini."
"Lo yakin?" tanya Reza, suaranya sedikit bergetar.
Bima mengangguk dan melangkah pelan ke arah hutan, mata tajam mengamati sekeliling. Ketika dia hilang di balik pohon-pohon besar, Reza dan Fajar terdiam.
Beberapa menit kemudian, suara desiran kembali terdengar, kali ini lebih keras dan lebih dekat. Diikuti dengan suara seperti bisikan yang aneh.
"Aduh, jangan-jangan ini beneran pulau angker, bro," kata Reza dengan suara lirih. "Gue dari dulu udah nggak percaya sama yang mistis-mistis, tapi kali ini..."
Fajar hanya mengangkat bahu sambil berusaha santai, meski wajahnya mulai tegang. "Yaelah, Reza. Lo terlalu sering nonton film horor."
Tiba-tiba, terdengar suara mengerikan seperti jeritan panjang dari arah hutan. Reza langsung melompat dari tempat duduknya, sementara Fajar berteriak kaget.
"WHAT THE—?!" Fajar hampir melemparkan panci yang dia pegang, sementara Reza sudah setengah lari ke arah pantai.
Tapi, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, Bima kembali dengan langkah cepat, wajahnya tampak tenang namun tegas.
"Bukan apa-apa," kata Bima sambil duduk lagi. "Cuma hewan."
Reza yang setengah panik mendekat ke arah Bima, menunjuk ke dalam hutan dengan tangan gemetar. "HEWAN apaan yang bisa ngeluarin suara kayak orang teriak begitu?!"
Bima menggelengkan kepala. "Gue nggak tahu. Tapi yang jelas, kita nggak sendirian di sini."
Suasana kembali sunyi untuk beberapa saat, sebelum tiba-tiba terdengar suara seperti bisikan lagi, kali ini lebih jelas dan semakin dekat.
Reza menoleh dengan cepat. "Lo denger itu? Sekarang gue nggak bercanda, bro. Ini beneran suara orang!"
"Tenang," kata Bima, berusaha menenangkan, meskipun suaranya terdengar sedikit tegang. "Gue pastikan nggak ada siapa-siapa di sekitar sini tadi."
Namun, tiba-tiba, sesuatu bergerak di atas pohon, membuat dedaunan bergoyang hebat. Reza langsung berdiri lagi, nyaris tersandung kursi lipat.
"Bro, ini gak normal! Gak normal!" Reza mulai panik lagi. "Gue bener-bener gak siap buat ini! Gue pikir misi ini cuma soal bertahan hidup dari hewan liar, bukan dari HANTU!"
Fajar akhirnya tak tahan dan meledak tertawa. "Hahaha! Reza, lo harusnya nulis buku komedi, sumpah! Hantu? Serius?!"
Namun, tawa Fajar tiba-tiba terhenti ketika suara aneh lagi-lagi terdengar. Kali ini, bisikannya lebih jelas dan terasa seperti suara manusia.
"Kita... lihat... kamu..."
Ketiganya langsung terdiam. Fajar, yang biasanya paling santai, sekarang mulai tampak cemas.
"Lo... denger itu?" tanya Fajar, kali ini suaranya jauh lebih serius.
Reza mengangguk cepat, matanya hampir melotot ketakutan. "Bro, gue udah bilang, ini bukan cuma angin!"
Mereka saling berpandangan, tak tahu harus melakukan apa. Namun tiba-tiba, dari belakang mereka, terdengar suara tertawa kecil yang mengerikan.
"Hahahahaha..."
Reza berteriak histeris dan langsung melompat ke arah tenda, berusaha bersembunyi. Fajar, yang awalnya mencoba tenang, kini ikut panik. "Siapa di sana?!"
Bima berdiri lagi, kali ini dengan sikap lebih waspada. "Tunjukkan diri kalian!"
Namun tak ada yang muncul. Suara tawa kecil itu hilang, berganti dengan suara derap langkah kaki pelan yang menghilang ke arah hutan.
Fajar, yang wajahnya mulai pucat, menoleh ke arah Bima. "Ini serius, bro. Gue rasa kita gak sendiri di sini."
Bima hanya diam, jelas dia mulai merasakan ketegangan yang sama. "Besok pagi, kita mulai survei lebih luas. Kita gak bisa duduk-duduk aja nunggu kejadian aneh kayak gini terus."
Reza, yang masih bersembunyi di tenda, akhirnya berteriak dari dalam. "Gue gak bakal keluar sampai kita tahu siapa atau apa itu! Kalian aja yang cek! Gue di sini aja, aman!"
Fajar tertawa kecil di sela-sela kecemasannya. "Reza, lo itu agen rahasia, bro. Masa takut sama suara-suara doang?"
"Terserah deh! Mending gue jadi hacker aja daripada berurusan sama hantu!"
Malam itu, meskipun suasana mulai tenang, ketiganya tahu ada yang tidak beres di pulau ini. Gangguan aneh tersebut bukan hanya dari alam, tapi dari sesuatu yang mereka belum bisa pahami. Mereka harus bersiap, karena malam-malam berikutnya mungkin akan membawa misteri yang lebih besar.
**Bersambung...
Mati pun gk usah khawatir ya, yg penting balik.