Jaka Satya yang berniat menjadi seorang Resi, diminta Raja Gajayanare untuk bertugas di Sandhi Ponojiwan, yang bermarkas di kota gaib Janasaran.
Dia ditugaskan bersama seorang agen rahasia negeri El-Sira. Seorang gadis berdarah campuran Hudiya-Waja dengan nama sandi Lasmini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tenth_Soldier, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Sheik Zeid
"Kalau begitu anda bukan seorang Pemimpin, tapi hanya seorang suami yang gila cinta!" Satya mendengus geram.
"Sungguh berani kau berkata demikian kasar kepadaku!" Sheik Zeid! membentak,
"Aku berbicara secara terbuka, Sheik Zaid. Karena aku berniat untuk membantu anda mengatasi kemelut ini! Apakah Putri Charlotte telah mengatakan di mana puterinya berada?"
"Dia seorang wanita yang membingungkan," Sheik Zeid mengeluh.
"Pada waktunya..."
"Mungkin tak banyak lagi waktu yang tersedia dalam hidup anda!" Satya menanggapi dengan nada muram.
"Bila anda melanjutkan pencarian terhadap Putri Layla, kemungkinan besar anda akan tewas karena tanpa disadari anda sedang melangkah menuju suatu jebakan maut, Sheik Zeid !"
"Lantas apa yang harus dilakukan?" Sheik Zeid melontarkan pertanyaan.
"Menggali lagi beberapa keterangan,"sahut Satya. "Dan aku mengetahui di mana sumbernya berada!"
Sekali lagi Zeid menatap ke dokumen yang tergenggam di tangannya kemudian menarik napas panjang dan berkata :
"Baiklah, Senopati Wibisono akan mendampingi anda Tn. Satya!"
"Aku tak membutuhkannya !" Satya menolak.
"Aku menghendakinya demikian !" cetus Sheik Zeid dengan tegas.
Sesaat Satya membayangkan tambang minyak yang dimiliki Emir Rahbain ini, dan malapetaka yang menghantui Nasutaran seandainya aliran minyak terhenti.
Dengan suara yang mantap akhirnya Jaka Satya berkata,
"Baiklah Yang Mulia ! Bila anda tak merasa khawatir akan kehilangan nyawa Kepala Dinas Rahasia Kerajaan anda ini!"
...*****...
"Kau menduga Volkan berada di penginapanmu?" Senopati Wibisono mengajukan pertanyaan.
"Mungkin ! Menunggu untuk menebarkan jaring jebakan," sahut Satya.
Kereta kuda yang dikendalikan Wibisono meluncur di sela-sela lalu lintas malam bagian kota lama Stambuli untuk menuju penginapan tempat sebelumnya Satya menginap.
Wibisono berbicara dengan suara ragu ;
"Aku bingung juga .... kalau benar Volkan agen Dinas Keamanan Kirtu, lalu kenapa ia melibatkan dirinya dengan pangeran Hatir?"
"Karena Hatir telah berhasil memegang ekornya, mungkin mengetahui kelemahan dari pada Volkan," sahut Satya.
"Tapi kau sendiri tidak mempunyai bukti tentang penghianatan atau penyelewengan Pangeran Hatir itu."
"Belum," Satya menggelengkan kepala.
Wibisono mendengus tak puas. Dahinya tampak berkerut sedangkan pandangan matanya menatap tajam ke arah jalan di depan.
Jaka Satya menganggap Wibisono seorang manusia yang berbahaya, karena gerak dan tindakannya sulit untuk diduga sebelumnya.
Dan kini Satya tak dapat meraba apa sesungguhnya yang tergantung dalam benak orang ini.
"Sheik Zeid telah bertindak tepat dengan menugaskan kita bersama-sama. Kita dapat menjadi team yang kompak!"
"Kau menganggap demikian?" cetus Satya.
"Hanya aku ingin mengetahui soal gadis Hudiya itu," Wibisono berdehem.
"Kau dapat memperlihatkan sikap persahabatanmu dengan Sheik Zeid dengan cara menyerahkan gadis itu kepada kami."
"Huh, kau mengharap yang tidak-tidak!" Satya mendengus.
"Engkau takkan memiliki gadis itu, Wib!"
"Apa yang akan kau lakukan terhadapnya ?"
Jaka Satya tak menghiraukan pertanyaannya. Mereka sudah mendekati penginapan.
"Lebih baik kau parkir keretamu di sini!" ujar Satya dengan tenang.
Wibisono menepikan keretanya kemudian mengekang kudanya
Sekeliling tampak sepi kecuali bunyi musik dari film Cowboy yang sedang diputar dibioskop taman yang berada dibelakang penginapan. Wibisono masih belum puas membicarakan tentang soal Lasmini.
"Sat, kau harus melepaskan ikatanmu dengan gadis Hudiya itu. Aku tak dapat bekerja sama dengan agen El-Sira! Kau tahu sendiri orang-orangku memandangnya sebagai musuh bebuyutan!"
"Kau tak perlu memaksakannya, Wib!"
Satya memberikan komentar
"Kalau seperti itu merupakan jawabanmu, aku takkan sudi melangkah lebih lanjut!"
Wibisono memutuskan.
"Aku harus kembali menghadap Sheik Zeid dan melaporkan kepadanya bahwa engkau bersikeras untuk melindungi si pembunuh itu!"
"Huh, apa maksud ucapanmu itu?" cetus Satya.
"Apakah kau tak mengetahuinya?"