Ivana sudah berlari sejauh mungkin untuk menghindari Aston Harold, namun dunia seperti begitu sempit untuk pria itu. Sampai di kehidupan Ivana yang paling terpuruk Aston tetap mampu menemukannya.
"Jadilah simpanan ku, ku pastikan hidupmu akan baik-baik saja," ucap Aston.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SSP Bab 18 - Lakukan Apapun Yang Kamu Mau
Keluar dari ruangan sang Presdir, Ivana segera berlari menuju pintu lift.
Sampai detik ini rasa percinttaannya dengan Aston masih terbayang-bayang, namun sesak di daddanya pun tak mampu dia abaikannya juga.
'Kamu tidak boleh jatuh cinta pada Aston, Ivana. Hapus semua perasaan itu!'
'Ingatlah, kamu hanya simpanannya, mainannya, yang akan dibuang setelah pria itu bosan.'
'Jangan cintai Aston, anggaplah pria itu badjingan!'
'Jangan nikmati semua sentuhannya, sebab dia hanya menganggapmu sebagai buddak sekss!'
Ivana terus bicara sendiri di dalam hatinya, coba memasang dinding pembatas agar tidak terlalu jatuh dalam semua pesona Aston.
Pria itu sekarang bersikap baik padanya hanya karena ada maksud, bukan karena perasaan yang tulus.
Untunglah saat Ivana kembali ke meja kerjanya, Merlin, Selin dan Dona belum masuk. Jam istirahat masih menyisahkan waktu sekitar 7 menit lagi.
"Ivana, datanglah ke ruanganku, file yang ku perintahkan tadi masukkan ke dalam flashdisk," titah Mutia, dia mendatangi meja kerja Ivana karena telah melihat wanita ini datang.
"Bukankah saya harus menyerahkannya saat sore, Bu?" balas Ivana pula, dia hanya ingin memastikan.
"Kata siapa? dalam perintah ku kamu harus selesai mengerjakannya setelah jam istirahat," balas Mutia, raut wajahnya jadi terlihat marah gara-gara pertanyaan Ivana tersebut.
Jelas-jelas dia mengatakan pada Dona agar Ivana menyelesaikan pekerjaan ini sebelum jam istirahat makan siang berakhir.
Mutia mana tahu jika Dona telah membohongi Ivana. Dona ingin Ivana ditegur jika belum menyelesaikan pekerjaannya Karena itulah dia mengatakan ibu Mutia memberinya waktu sampai sore.
"Maaf Bu, filenya akan saya bawa," balas Ivana kemudian, baru sadar bahwa Dona telah menipunya.
'Astaga, gadis itu benar-benar keterlaluan. Untung saja aku sudah menyelesaikan semuanya,' batin Ivana, secepat yang dia bisa Ivana segera memindahkan file tersebut ke dalam flash disk. Lalu menyusul ibu Mutia ke dalam ruang kerjanya.
"Ini flashdisknya, Bu," ucap Ivana, seraya menyerahkan benda kecil tersebut.
Tanpa banyak kata Mutia segera menerimanya dan mulai memeriksa di dalam komputer.
Apa yang dia minta telah diselesaikan oleh Ivana dengan baik, bahkan input datanya pun rapi sekali, tak ada yang salah sedikit pun.
Mutia tersenyum kecil, meskipun Ivana telah jatuh miskin, namun tak membuat kepandaian wanita ini menghilang.
Ivana justru menunjukkan kemampuannya.
Kekesalan yang sempat Mutia rasakan perlahan menepi atas hasil kerja Ivana tersebut, sebab membuatnya merasa bangga.
Namun Mutia belum ingin memiliki hubungan pertemanan, dia masih ingin melihat sejauh mana Ivana berubah.
"Keluarlah, aku akan memberimu pekerjaan yang lain nanti," ucap Mutia, dia tidak memberi sedikitpun pujian, hanya meminta Ivana untuk keluar.
Namun karena tidak ada sedikitpun koreksi sudah membuat Ivanna merasa lega, "Baik Bu, saya permisi," balas Vana, dia menundukkan kepalanya untuk memberi hormat. Lalu segera keluar dari ruangan tersebut.
saat menutup pintu Ivana pun melihat jika Dona dan Selin baru saja memasuki ruang kerja mereka.
Sementara Merlin sudah duduk di kursi kerjanya sendiri.
Ivana lantas menghampiri Dona dengan sorot matanya yang nampak dingin. Membuat gadis cantik itu seketika sedikit merasakan ketakutan.
"Kenapa kak Ivana menatapku seperti itu?" kesal Dona saat wanita tua ini telah berdiri di hadapannya.
"Aku tidak tahu apa maksudmu berbohong tentang deadline yang ibu Mutia minta, tapi sekali lagi kamu berbohong seperti ini, aku tidak akan akan tinggal diam," ucap Ivana, bicara penuh penekanan.
Sementara Dona hanya mampu menelan ludahnya dengan susah payah, beberapa hari kemarin kaka Ivana terlihat begitu lemah, seperti mudah diintimidasi, namun secara mendadak wanita ini terlihat sangat mengerikan.
"Maaf Kak, sepertinya aku salah dengar, ku pikir ibu Mutia meminta input data itu selesai saat sore, aku tidak tahu jika sebenarnya harus selesai siang ini," balas Dona, malah tanpa sadar menjelaskan kebohongannya sendiri.
Padahal Ivana tidak membahas secara rinci kesalahan gadis tersebut.
"Aku memaafkan mu, setelah ini ayo berkerja dengan baik saja, jangan membuat banyak ulah," tegas Vana.
Usianya sudah tak muda, jadi tak ingin bermain-main lagi, apalagi sampai memperpanjang urusan. Ivana cukup tahu saja bahwa kedua gadis ini begitu picik, persis saat dia masih muda dulu.
Cukup, sampai di sini aja, Ivana tak ingin hubungan mereka makin runyam.
Setelah mengatakan itu, Ivana pun segera pergi ke meja kerjanya sendiri.
Sementara Dona merasa harga dirinya telah diinjak-injak oleh wanita tua itu. Selin bahkan harus menarik sang sahabat untuk segera menuju meja kerja mereka masing-masing.
Jam 3 sore ibu Mutia mengajak karyawan kontrak yang dibimbingnya untuk menghadap pada Tuan Aston. Masing-masing harus memperkenalkan diri pada sang Presdir. Baru sempat memperkenalkan diri sekarang sebab mengingat kesibukan sang Presdir.
Para karyawan di sini memang diwajibkan untuk tahu siapa pemimpin mereka.
Ivana merasa biasa saja dengan perintah ini, sementara Dona dan Selin senang sekali karena mereka akan kembali bersitatap dengan sang Presdir tampan.
Meskipun telah sama-sama tahu bahwa tuan Aston sudah menikah, namun tak membuat mereka kehilangan rasa. Justru pesona suami orang itu semakin terpancar jelas bagi keduanya.
Dona dan Selin bahkan sempat-sempatnya merias diri sebelum memasuki ruangan sang boss.
"Ini adalah Ivana, Dona dan Selin. Karyawan kontrak baru yang bekerja di bawah bimbingan saya," ucap Mutia, menjelaskan.
Aston menatap ketiga wanita tersebut dan menganggukkan kepalanya kecil. "Selamat datang di Harold Kingdom, aku harap kalian bisa bekerja dengan baik. Sehingga kita bisa bekerja sama dalam kurun waktu yang lama," ucap Aston.
"Baik Tuan," balas Ivana, Dona dan Selin dengan kompak.
Setelah pembicaraan singkat, Mutia dan ketiga bawahannya pun permisi untuk keluar.
"Tuan Aston tampan sekali, aku menyukainya," bisik Dona pada Selin.
Namun Ivana juga mampu mendengarnya, sementara ibu Mutia yang bejalan paling depan tak mampu mendengar. Mereka secara bersama berjalan menuju lift untuk kembali ke ruang kerja.
"Ayo kita bersaing sehat untuk mendapatkan tuan Aston, lagipula pernikahannya hanyalah pernikahan bisnis," balas Selin, berbisik pula.
Fakta tentang pernikahan bisnis itu memang telah jadi pembicaraan publik. Ivana yang mendengar pun sampai heran juga, ternyata selama dia pergi memang telah banyak berita yang tidak dia ketahui di kota ini.
Namun meski pernikahan bisnis, tapi Ivana sangat tahu bahwa Gloria masih ingin memperjuangkan pernikahannya. Hingga membuat Ivana merasa begitu tak suka dengan pembicaraan Dona dan Selin tersebut.
Tapi entah kenapa dia merasa tak senang seperti ini, karena memikirkan tentang Gloria, atau Karena rasa cemburunya sendiri.
"Lagipula bukan hanya kita yang menyukai tuan Aston, rata-rata seluruh karyawan di perusahaan ini berharap jadi wanita pria itu. Tapi ku harap beberapa orang sadar diri, bahwa dia tak pantas untuk tuan Aston," bisik Dona, namun kini bicara sedikit keras agar Ivana bisa mendengarnya.
Wanita tua dan miskin seperti kak Ivana tak layak bersaing dengan mereka.
Kedua gadis itu lantas cekikikan, sementara Ivana terdiam seribu bahasa. Bukannya tidak bisa membalas, namun malas saja.
*
Pulang ke apartemen Ivana jadi teringat akan Gloria. Dia lantas mulai menjalankan permintaan Gloria agar pernikahannya bisa terselamatkan.
"Aston, kemarin Gloria menghubungi aku, dia meminta maaf atas perkellahian waktu itu," ucap Ivana.
Mereka berdua telah sama-sama berdiri di ruang tengah apartemen tersebut, sama-sama belum masuk ke dalam kamar setelah pulang dari kantor.
"Lalu?" tanya Aston.
"Aku katakan untuk kita jadi teman," balas Ivana.
"Kamu ingin berteman dengannya?"
Ivana mengangguk.
"Lakukan apapun yang kamu mau," balas Aston kemudian.