cerita ini masih bersetting di Dunia Globus di sebuah benua besar yang bernama Fangkea .
Menceritakan tentang seorang anak manusia , dimana kedua orang tua nya di bunuh secara sadis dan kejam serta licik oleh sekelompok pendekar kultivator .
Trauma masa kecil , terbawa hingga usia remaja , yang membuahkan sebuah dendam kesumat .
Dalam pelarian nya , dia terpisah dari sang kakak sebagai pelindung satu satu nya .
Bagai manakah dia menapaki jalan nya dalam hidup sebatang kara dengan usia yang masih sangat belia .
Bisakah dia mengungkap motif pembunuhan kedua orang tua nya , serta mampu kah dia membalas dendam ? .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Galau nya Hati Tiga Dara.
Sang leluhur Bu Tek Cong menatap kearah Cin Hai dengan tatapan kekaguman luar biasa.
Energi Sin Qi adalah energi aneh, hampir tidak ada satupun pendekar besar yang mampu membangkitkan energi ini. Meskipun mereka berusaha keras untuk melatih nya. Yang mereka dapatkan cuma Sin kang(tenaga sakti), tetapi bukan Sin Qi (hawa sakti).
"Anak muda, mampirlah dulu di perguruan ini nak barang beberapa saat" leluhur menawarkan pada Cin Hai agar mau mampir sebentar.
Namun Cin Hai yang sudah terlanjur kecewa, memilih meneruskan perjalanan nya hari itu juga. Meskipun hari sudah lewat tengah hari, dan memang waktunya istirahat.
"Maafkan saya Lo Pek, saya akan meneruskan perjalanan saya saja, hutan lebih menerima saya, dari pada tempat yang sangat layak ini, maafkan saya yang sudah membuat masalah di tempat ini, saya mohon diri!" ucap Cin Hai sambil keluar dari perguruan itu, serta melesat kearah barat daya, mengikuti arah jalan besar.
Sementara itu, di perguruan silat Sin Houw, sehari setelah kepergian Cin Hai dari tempat itu.
Pagi itu, seperti biasa nya, nenek Mou Ni sedang menyapu halaman pondok nya dari daun daun yang berserakan dimana mana.
Sementara itu, kakek Guan sedang menikmati singkong rebus dan secangkir teh panas nya.
Belum lama nenek Mou Ni bekerja, tiba tiba dari arah perguruan, datang seorang dara cantik menghampiri nya dengan tergesa gesa.
"Nek!, nenek!, Cin Hai ada ya? Tanya dara itu.
Nenek Mou Ni segera meluruskan pinggang nya, sambil menatap kearah dara cantik itu.
"Yin mei?, ada apa kau mencari cucu ku?" tanya nenek Mou Ni heran melihat kelakuan dara cantik namun sombong itu.
Dengan wajah memerah karena malu, Yin Mei menundukkan kepala nya, "aku mau mengajak nya jalan jalan di sekitar perguruan ini saja nek!" ujar nya.
Nenek Mou Ni menatap kearah dara itu dengan tatapan muak, "sayang sekali Yin Mei, cucu ku sudah pergi dari perguruan ini".
Yin Mei mengangkat kepala nya, menatap kearah wajah wanita tua itu, mencari kedustaan disana. Namun yang dia dapati adalah sebuah wajah jujur dari seorang wanita tua.
"Kenapa dia pergi? Kapan?" cuma itu yang mampu Yin Mei keluarkan, selebih nya, suara nya terasa tercekat di tenggorokan nya sendiri.
"Kemarin pagi Yin Mei, setelah keributan itu, dia memutuskan untuk pergi mencari pengalaman hidup nya di luar sana, sekaligus mengamalkan semua ilmu nya pada kemanusiaan!" jawab nenek Mou Ni.
Jawaban ringan, namun terasa seperti sebuah sambaran petir di hati dara cantik Yin Mei putri sang Patriak itu.
Ketika sang ayah bermaksud menjodohkan diri nya dengan anak muda itu, dia memang sempat berharap banyak, siapa yang tidak mau dengan Cin Hai yang kini sudah menjelma menjadi seorang pemuda sangat tampan serta berilmu sangat tinggi itu. Begitu pun juga dengan diri nya. Selama satu malam, dia mengatur rencana dan siasat untuk mendekati pemuda itu, merayu nya, agar mau menerima perjodohan itu.
Tetapi sangat disayang kan, kini dia mendapatkan kabar yang sangat mengecewakan diri nya.
Yin Mei pergi meninggalkan pondok kakek Guan dan nenek Mou Ni dengan membawa hati nya yang kecewa berat, terasa dada nya sangat perih, dan kelopak mata nya terasa berat, seperti ada tanggul sebuah danau yang siap jebol.
Begitu tiba kembali di rumah, dia mengurung diri nya di dalam kamar nya. Lalu dia menghempaskan tubuh nya di atas tempat tidur nya, bendungan yang tadi dengan sekuat daya dia tahan supaya tidak jebol, kini didalam kamar nya, pertahanan nya itu pun runtuh berkeping keping. Ada rasa kecewa yang amat sangat, namun juga ada rasa benci di hati nya. Kenapa anak culun yang dulu sangat jelek, dekil dan tidak terawat yang sangat dia benci itu, kini bisa tumbuh menjadi seorang pemuda yang kelewat tampan, berbadan kekar, terlihat sangat gagah, dan yang paling penting, berilmu sangat tinggi. Sehingga kini dia harus jatuh terkapar didepan kaki pemuda itu. Dia benci pada Cin Hai, juga benci dengan diri nya sendiri, yang kalah secara telak begitu saja. Dia benci dengan lemah nya hati nya.
Air danau yang berusaha dia bendung sekuat daya nya tadi, kini tumpah ruah membanjiri bantal nya.
Sementara itu beberapa waktu sepeninggal Yin Mei, nenek Mou Ni baru saja selesai menyapu halaman pondok nya, saat dari depan, muncul lagi dia orang dara cantik berwajah sangat mirip.
"Me Hwa!... Mei Li!...kalian juga mau mencari cucu ku kah?" tanya nenek Mou Ni langsung.
Kedua dara kembar berwajah cantik itu menatap kearah nenek Mou Ni yang menatap mereka berdua dengan heran.
"I iya nek, di dia ada?" tanya Mei Hwa.
Nenek Mou Ni menggelengkan kepala nya, "sayang sekali, dia sudah pergi jauh nak".
Bukan main terkejut nya kedua anak kembar itu mendengar keterangan dari nenek Mou Ni itu.
"Pe pergi?, ka kapan nek?" tanya Mei Li dengan tenggorokan nya yang terasa kering.
"Kemarin pagi, setelah keributan itu terjadi, dia pergi mencari peruntungan nasip nya di dunia luar" jawab nenek Mou Ni. Ada raut kesedihan dan kekecewaan terlihat di sana.
Kedua saudara kembar Me Hwa dan Mei Li itu kembali ketempat nya nyaris tanpa satu kata pun yang terucap di bibir mereka.
Didalam kamar nya, keduanya terdiam beberapa saat lama nya, tenggelam di dalam alam pikiran mereka masing masing.
Tiba tiba Mei Li bangkit berdiri, menatap kearah kejauhan lewat jendela yang terbuka.
Karena rumah mereka berada di ketinggian punggung bukit, sehingga bagian lembah di kejauhan terlihat dengan jelas.
"Aku akan keluar dari perguruan ini, aku akan menyusul nya" ucap Mei Li setengah mendesah.
"Kau jangan gila Mei Li, kemana kita menyusul nya heh, Dunia ini begitu luas nya" ucap Me Hwa.
"Kemana saja lah, dengan mu, atau tanpa mu, aku akan tetap pergi menyusul nya" ucap Mei Li sambil membereskan pakaian nya kedalam cincin ruang milik nya.
Melihat keseriusan saudari nya itu, Me Hwa menatap nya dengan heran, "kau serius mau pergi Mei Li?, aku heran, dulu kau dan Yin Mei yang paling membenci dia, kini kalian yang seperti nya tergila gila kepada nya, kalian mikir apa tidak sih Mei Li?" tanya Me Hwa marah.
"Ini semua bukan salah ku, tahu?, salah pemuda itu, kenapa dia bisa memiliki wajah yang kelewat tampan, coba culun dan jelek serta dekil seperti dahulu, kan aku tidak bakalan menyukai nya!" ucap Mei Li mengeluarkan keegoisan sifat nya.
"Betapa pun aku muak melihat sikap kalian, kau tetap saudara ku!" ucap Me Hwa.
"Kau memang tidak menyukai nya, atau pura pura tidak menyukai nya?" tanya Mei Li sambil menatap wajah saudara kembar nya itu.
"Aku menyukai nya pun tidak apa apa, karena sedari dahulu, aku tidak pernah membenci nya, tidak seperti kau dan Yin Mei kan? Yang suka menyakiti nya, menghina nya, eh sekarang, malah mengejar cinta nya, kalau kalian termakan ludah kalian sendiri, tetapi aku tidak" jawab Me Hwa ketus.
"Kau mau mencari nya bersama ku atau tidak, terserah, jangan menasehati aku Me Hwa" ujar Mei Li tidak kalah ketus nya.
"Meskipun aku sangat muak sekali melihat sikap tidak tahu malu kalian ini, tetapi kau saudara ku, aku akan tetap bersama mu!" ujar Me Hwa jengkel.
Pagi itu, secara diam diam, kedua saudara kembar inipun keluar dari perguruan silat Sin Houw, hanya meninggalkan selembar surat untuk orang tua mereka.
Namun rupa nya, beberapa saat sebelum mereka pergi, Yin Mei pun melakukan hal yang sama pula, pergi meninggalkan perguruan silat Sin Houw itu juga.
...****************...