Jasmine D'Orland, seorang duchess yang terkenal dengan karakter jahat, dituduh berselingkuh dan dihukum mati di tempat pemenggalan di depan raja, ratu, putra mahkota, bangsawan, dan rakyat Kerajaan Velmord.
Suaminya, Louise, yang sangat membencinya, memenggal kepala Jasmine dengan pedang tajamnya.
Sebelum kematiannya, Jasmine mengutuk mereka yang menyakitinya. Keluarganya yang terlambat hanya bisa menangisi kematiannya, sementara sebagian bersorak lega.
Namun, enam bulan sebelum kematian itu, Jasmine terlahir kembali, diberi kesempatan kedua untuk mengubah nasibnya yang tragis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjalanan Menuju Kediaman D'Orland
Setibanya di tempat kereta kuda, Jasmine berhenti sejenak. Di depannya berjajar beberapa kereta kuda yang megah, dihiasi lambang Duke Clair di pintunya. Kusir-kusir berdiri di dekat kereta, sementara para pengawal berjaga dengan sikap siaga.
Harold berbalik dan berkata dengan nada hormat."Yang Mulia, semua telah dipersiapkan sesuai permintaan Anda. Kereta terbaik, lengkap dengan pengawalan penuh untuk memastikan keselamatan Anda."
Jasmine melirik ke arah kereta-kereta itu dan mengernyit sedikit. “Aku tidak membutuhkan semua ini, Harold. Aku tidak mau menggunakan kereta dengan lambang Duke Clair.”
Harold tampak terkejut, namun mencoba untuk menahan reaksinya. "Yang Mulia, kereta-kereta ini adalah simbol kehormatan Anda sebagai Duchess. Selain itu, keamanan Anda juga harus diprioritaskan."
Jasmine mendengus pelan, pandangannya tajam.
“Simbol kehormatan, katamu? Tidak ada kehormatan dalam lambang itu untukku. Aku sudah membuat keputusan, Harold. Aku akan menggunakan kereta tanpa lambang.”
Harold mencoba membujuk, meski suaranya tetap lembut. “Tapi, Yang Mulia, jika ada yang melihat Anda tidak menggunakan kereta resmi, itu bisa memunculkan beragam komentar. Apakah tidak lebih baik...”
Jasmine memotong dengan tegas. “Cukup, Harold. Aku tidak ingin mendengar alasan lagi. Pilih kereta tanpa lambang.”
Harold terdiam sejenak, lalu membungkuk hormat.
“Baik, Yang Mulia. Namun, saya tetap bersikeras agar Anda membawa pengawal dalam jumlah cukup untuk menjaga keselamatan.”
Jasmine tersenyum tipis, namun nadanya tetap dingin.
“Aku tidak membutuhkan rombongan besar. Dua pengawal saja sudah cukup.”
Harold tampak ragu. “Yang Mulia, ini berbahaya. Jika terjadi sesuatu di perjalanan, saya yang akan dimintai pertanggungjawaban. Apakah Anda yakin hanya membawa dua pengawal?”
Jasmine menatapnya tajam, membuat Harold mundur selangkah. “Harold, aku tahu apa yang kubutuhkan. Jadi, berhenti memprotes."
Harold hanya bisa mengangguk, menyerah pada keputusan Duchess-nya. Ia kemudian memanggil para kusir dan pengawal untuk mendekat. “Kusir dan pengawal, majulah ke depan. Yang Mulia akan memilih sendiri siapa yang akan mendampinginya.”
Beberapa kusir dan pengawal segera melangkah maju. Beberapa dari mereka tampak sangat percaya diri, terutama mereka yang diam-diam menjadi mata-mata Cecilia dan dan bawahan setia Duke Louise.
Jasmine melirik mereka satu per satu, senyumnya terlihat samar namun penuh makna. Dalam hati, ia berpikir, "Mereka benar-benar berpikir aku tidak tahu siapa mereka? Licik sekali."
Salah satu kusir, seorang pria paruh baya bernama Gerard, melangkah maju dan membungkuk hormat.
“Yang Mulia, saya siap melayani Anda. Saya telah bekerja untuk keluarga Clair selama lebih dari sepuluh tahun. Anda bisa mempercayai saya sepenuhnya.”
Jasmine menatapnya sejenak, lalu tersenyum kecil.
“Aku ingat kau, Gerard. Kau sangat setia... tapi sayangnya, bukan padaku. Terima kasih, tapi aku tidak akan memilihmu.”
Gerard tampak terkejut, namun tidak berani membantah. Ia mundur dengan wajah memerah, merasa dipermalukan.
Jasmine kemudian memandang seorang pria muda bernama Markus, yang terlihat gugup namun tulus.
“Kau,” Jasmine menunjuk Markus, membuatnya terkejut. “Kau akan menjadi kusirku. Apakah kau keberatan?”
Markus segera membungkuk dalam-dalam.
“Tidak, Duchess! Saya akan melayani Anda dengan sepenuh hati.”
Jasmine mengangguk, lalu beralih pada para pengawal. Dua pria bertubuh besar bernama Roland dan Vincent melangkah maju dengan percaya diri. Salah satu dari mereka, Roland, berbicara lebih dulu.
“Yang Mulia, saya telah bertugas sebagai pengawal selama bertahun-tahun. Saya adalah pilihan terbaik untuk melindungi Anda.”
Jasmine hanya tersenyum dingin. “Aku yakin kau adalah pengawal yang baik, Roland. Tapi, aku juga tahu siapa yang membayar kesetiaanmu. Kau boleh mundur.”
Roland terlihat kaget dan sedikit marah, namun tidak berani membantah. Vincent mencoba berbicara, tetapi Jasmine langsung mengangkat tangannya. “Tidak perlu. Aku sudah membuat keputusan.”
Jasmine kemudian menunjuk dua pria lain yang berdiri di belakang. Mereka adalah James dan Oliver, pengawal senior yang dikenal karena profesionalitas mereka.
“Kalian berdua,” Jasmine menunjuk mereka. “Kalian akan mengawalku. Ada masalah?”
James dan Oliver segera membungkuk hormat. James berbicara mewakili mereka.
“Tidak ada masalah, Yang Mulia. Kami akan melindungi Anda dengan nyawa kami.”
Harold tampak lega melihat pilihan Duchess. Ia tahu James dan Oliver adalah pengawal terbaik yang tidak memihak siapa pun. Namun, ia tetap khawatir.
“Yang Mulia, saya mohon Anda tetap berhati-hati. Perjalanan ke kediaman keluarga D’Orland tidaklah singkat.”
Jasmine hanya mengangguk dengan senyum tipis.
“Terima kasih atas peringatanmu, Harold. Tapi aku tahu apa yang kulakukan.”
Setelah semua diputuskan, Jasmine melangkah ke arah kereta yang telah dipilih. Lianne berjalan di sampingnya. Para pelayan lain hanya bisa menatap dari kejauhan.
Salah satu pelayan berbisik pada temannya. “Lihat saja, dia terlalu percaya diri. Cepat atau lambat, kesombongannya akan membawa kehancuran.”
Pelayan lain mengangguk setuju. “Benar. Dia berpikir dia bisa melawan Duke dan Cecilia? Dia hanya bermimpi.”
Namun, Harold yang mendengar bisikan itu langsung menegur dengan suara rendah namun tajam. “Cukup! Kalian bekerja di sini untuk melayani, bukan untuk bergosip. Jika ada yang tidak puas, kalian aku jual lagi ketempat budak.”
Para pelayan langsung bungkam, tidak berani melawan kepala pelayan yang dikenal tegas itu.
Sementara itu, Kereta kuda Duchess Jasmine terus melaju dengan mantap melewati jalan hutan yang tenang dan sunyi. Suara roda kereta yang berderak di atas tanah bercampur dengan deru napas kuda yang lelah. Jasmine duduk dengan tenang di dalam kereta, memandang ke luar jendela. Pohon-pohon besar berjajar di sepanjang jalan, menciptakan suasana yang sedikit mencekam. Namun, ekspresi di wajah Jasmine tidak menunjukkan ketakutan sedikit pun.
Dua pengawal berkuda, yang dipilih langsung oleh Jasmine, mengawal kereta dari depan dan belakang. Mereka memastikan keamanan sepanjang perjalanan. Di dalam kereta, Lianne duduk di sisi Jasmine, tampak gelisah.
“Duchess, perjalanan ini tampak sepi sekali. Saya khawatir ada sesuatu yang tidak beres, Apalagi kita hanya membawa dua pengawal dari kediaman Clair.” ujar Lianne dengan suara pelan.
Jasmine hanya tersenyum kecil sambil tetap memandang keluar jendela. “Tenang saja, Anne. Dua pengawal yang aku bawa bisa diandalkan. Dan jika ada yang mencoba menghalangi perjalanan kita, mereka akan mengetahui bahwa aku bukan wanita lemah.”
Namun, baru saja Jasmine selesai berbicara, kereta mendadak berhenti. Teriakan kuda terdengar nyaring, diikuti dengan suara kusir yang berteriak.
“Ada apa?” tanya Jasmine dengan nada tegas.
Dari luar, salah satu pengawal bernama James berteriak, “Yang Mulia, kami dihadang!”
Jasmine membuka tirai jendela kereta untuk melihat apa yang terjadi. Di depan kereta, tampak sepuluh orang bersenjata lengkap berdiri menghalangi jalan. Penampilan mereka kotor dan penuh luka, tetapi mata mereka memancarkan niat buruk.
Salah satu dari mereka, yang tampaknya pemimpin kelompok itu, melangkah maju. “Hentikan kereta ini! Berikan semua barang berharga yang kalian miliki, termasuk nyawa kalian jika perlu,” katanya sambil menyeringai.
Lianne menelan ludah, wajahnya pucat. “Yang Mulia, mereka bandit. Apa yang harus kita lakukan?”
Tanpa sedikit pun rasa panik, ia memanggil Lianne. “Anne, berikan belati milikku yang kau bawa di dalam tas yang kau bawa,” kata Jasmine dengan suara tegas namun tenang.
Lianne segera membuka tas dan dengan tangan gemetar menyerahkan belati itu kepada Jasmine. Belati itu tampak berkilauan, dengan ukiran nama keluarga D’Orland di gagangnya. Jasmine menggenggamnya dengan mantap, pandangannya penuh determinasi. “Yang Mulia, ini terlalu berbahaya. Biarkan pengawal kita menangani mereka.”
"Apa kau lupa Anne, siapa Jasmine D'Orland ini. Sepertinya kau lupa, wanita didepanmu ini adalah wanita tangguh dan bisa melawan hingga 50 orang prajurit dalam hitungan menit." ucap Jasmine dengan sombong.
"Tapi.. Duchess, itu sudah lama sekali." cicit Lianne takut.
"Ah sudahlah Anne, aku sudah lama tidak bermain. Selama ini aku Hiatus gara-gara salah mencintai pria brengsek itu," ucap Jasmine dengan marah.
Jasmine melanjutkan perkataannya, “Aku tidak akan bersembunyi kali ini. Kau salah lawan jika berpikir aku akan menyerahkan diri tanpa perlawanan. Hari ini, Aku akan menunjukkan kepada mereka siapa Jasmine D’Orland sebenarnya,” katanya, matanya menyala penuh keberanian.
“Keturunan D’Orland tidak pernah mundur dan takut dari pertarungan, meskipun harus menghadapi kematian sekalipun.” ucapnya dengan menyeringai.
Sedangkan Lianne mulai kembali merinding dengan tatapan tajam sang Duchess, sama seperti dulu sang Duchess berada di kediaman D'Orland.