Dua pasangan sedang duduk di ruang tamu, dihadapan mereka terdapat handphone dan foto yang menjadi saksi dari linunya hati seorang istri.
"Kamu tega mas, kita udah hampir 15 tahun bersama dari sekolah sampai sekarang, apa aku sama sekali tidak ada artinya untuk kamu mas?." Kata Rani sambil terus menangis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siwriterrajin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31
Mendengar perkataan polisi Rani sangat syok hingga mundur beberapa langkah.
"Mas Aditya, gimana Vania mas?." Kata Rani, sesaat setelah menyelesaikan kalimatnya Rani tampak ambruk tak sadarkan diri.
Daniel yang hendak mendekat ke arah Rani mengundurkan niatnya karena Aditya sudah terlebih dahulu berlari ke arah Rani.
"Sayang, sadar." Kata Aditya panik.
"Rani, ya tuhan." Kata Kasih sambil mengelus wajah putrinya.
Aditya segera memindahkan tubuh Rani ke sofa.
"Baik pak, kalau begitu kami harus pergi sekarang. Kami akan mengabari jika ada kemajuan. Kami akan mengusahakan yang terbaik untuk menemukan anak bapak dan ibu." Kata polisi tampak terburu-buru, Aditya hanya mengangguk.
"Sayang." Kata Aditya mengelus lembut kepala Rani.
Melihat kondisi Rani yang amat sangat buruk Daniel merasa dirinya tidak berguna, Daniel segera terduduk di lantai memutar otak, langkah apa yang perlu di ambil.
Dikala keadaan dalam situasi terburuk terdengar ponsel yang berdering tak berhenti sedari tadi.
"Nak Aditya itu ponselmu?." Kata Kasih mendengar ponsel yang terus berdering.
"Bukan Bu." Kata Aditya masih dengan posisi memangku kepala Rani.
"Coba cari ponselnya dulu, siapa tahu ada yang penting." Kata Kasih pada Aditya.
"Baik Bu, sebentar." Kata Aditya bergegas mendekat ke arah bunyi sering ponsel tadi.
Aditya segera mengambil ponsel Rani yang berada di dalam tas. Panggilan tersebut berasal dari nomor yang tak dikenal.
"Halo dengan siapa?." Kata Aditya.
Aditya tampak terdiam dan mengakat ponsel menjauh dari telinganya kemudian melihat ke arah Daniel yang terduduk di lantai.
Daniel yang sedari tadi memperhatikan pergerakan Aditya terkejut melihat ekspresi Aditya setelah mengangkat panggilan di ponsel Rani.
Daniel segera berlari mendekat ke arah Aditya.
"Kenapa dit?." Kata Daniel dengan wajah cemas.
"Penculik Vania." Kata Aditya dengan suara gemetar.
Daniel yang mendengar perkataan Aditya segera merebut ponsel dari tangan Aditya. Begitupun Kasih sontak berdiri dari duduknya.
"Siapa kamu? Kembalikan Vania."
"Kamu mau apa hah? uang? akan saya berikan!."Kata Daniel dengan nada emosi.
"Apa maksud kamu? pesan apa?." Kata Daniel.
"Kembalikan Vania, jika tidak saya akan melacak kamu dan mencabik-cabik tubuhmu." Kata Daniel dengan nada emosinya.
Daniel segera menjauhkan ponsel dari telinganya, panggilan tersebut telah di akhiri sepihak oleh penculik.
Daniel lalu mengambil ponsel di sakunya dan menghubungi Sony.
"Halo son, cepat lacak nomor yang gue kirim, tolong secepatnya, minta bantuan kepolisian!." Kata Daniel setelah itu mengakhiri panggilannya.
Daniel lalu melihat ke arah Rani dengan tatapan yang sangat putus asa.
Aditya kemudian mendekat ke arah daniel, Aditya dengan emosi memukul wajah tampan Daniel.
bughhh,,,,,
Daniel diam tak membalas pukulan Aditya, Daniel pasrah sambil menatap wajah Aditya yang tampak memerah.
"Kenapa lo ancam penculiknya? Kalau dia melukai anak gue gimana?." Kata Aditya emosi sambil memegang kerah baju Daniel.
"Brengsek Lo!." Kata Aditya kembali memukul wajah Daniel.
Kasih yang melihat Aditya d penuhi amarah segera angkat bicara untuk menghentikan pertikaian yang tidak berguna itu.
"Kalian mau begini terus? Keluar!."
"Ini nggak akan menyelesaikan masalah nak Aditya, nak Daniel. Tolong, saya minta tolong jangan ribut." Kata Kasih sambil mengisi tersedu-sedu.
Daniel yang menyadari perbuatannya salah segera melepas cengkeraman Aditya. mendekat ke arah Kasih dan merangkul kasih untuk kembali duduk.
Aditya yang masih berada di tempat semula segera mengikuti Daniel untuk duduk.
"Maafkan kami Bu, kami nggak bermaksud untuk memperkeruh suasana." Kata Aditya pada ibu mertuanya dan dibalas anggukan oleh Kasih.
Daniel yang merasa harus cepat menemukan Vania karena Vania bisa saja selama kondisi bahaya, segera bertanya kepada Kasih terkait panggilan telpon dari penculik Vania.
"Tante, Rani pernah cerita soal ancaman yang dia terima?." Tanya Daniel.
"Hah ancaman, Rani di ancam?." Kata Kasih terkejut.
"Siapa yang ancam Rani, El?." Kata Aditya yang juga tampak terkejut.
Rani yang mendapat banyak pesan ancaman, tetapi tampaknya Rani tidak pernah menceritakannya ancaman yang diterimanya kepada orang lain.
Daniel menarik nafas berat dan segera mengatakan kembali hal yang dikatakan penculik di telepon.
"Tante, Dit."
"Tadi ketika saya angkat telepon itu, penculik itu bilang kalau semua ini hasil dari ancaman yang tidak di hiraukan oleh Rani, penculik itu minta Rani memberikan apa yang sudah penculik itu minta dari jauh hari." Kata Daniel.
Sesaat Daniel menyelesaikan kalimatnya DNA orang lain belum sempat merespons, Rani tampak bangun dari pingsannya.
Aditya yang melihat Rani bangun dari pingsannya segera mendekat dan membantu Rani untuk duduk.
"Mas, Vania mas." Kata Rani.
Aditya seolah bisu, tak bisa menjawab pertanyaan istrinya jika menanyakan soal Vania.
"Sayang kamu gapapa?." Kata Kasih khawatir dengan kondisi putrinya.
"Bunda gimana Vania bunda?, Vania pasti belum makan, dia pasti sendirian, kedinginan." Kata Rani sambil terus menangis.
Sambil menahan tangisnya Kasih berusaha menenangkan Rani.
"Sayang kamu tenang, Bunda yakin Vania akan baik-baik saja."
"Sekarang kamu jawab pertanyaan Daniel, jawab sejujur-jujurnya nak." Kata Kasih sambil mengelus lembut kepala Rani.
Daniel yang bergantian mendekat ke arah Rani dan duduk di samping Rani.
"Ran."
"Maaf kalau pertanyaan aku mengingatkan kamu ke kenangan buruk, tapi tolong jawab pertanyaan aku dengan jujur." Kata Daniel tampak hati-hati.
Rani tampak bingung dengan suasana di depannya dan pandangan orang-orang terhadapnya, Rani hanya dapat mengangguk mendengar permintaan Daniel dan ibunya.
"Kamu pernah di ancam Ran?." Kata Daniel.
Setelah terdiam beberapa detik Rani kembali menangis.
"Jadi ini semua gara-gara aku yang nggak pedulikan ancaman itu?." Batin Rani sambil memukul dadanya.
Rani menjawab dengan suara yang gemetaran diiringi tangisan.
"Iya El, aku pernah di ancam." Kata Rani.
"Boleh aku lihat pesannya?." Kata Daniel.
"Nggak ada El, pesan itu tiba-tiba hilang setelah sekitar satu menit aku baca pesan itu." Kata Rani sambil mengusap air matanya.
Aditya yang duduk bersebelahan di samping Rani, terus menguatkan Rani dengan cara menggenggam tangan Rani.
"Kamu ingat dia minta apa?." Kata Daniel tapi Rani diam tak menjawab dan hanya menundukkan kepalanya seolah menyayangkan hal ini harus dikatakan.
"Ran kamu harus jujur nak." Kata Kasih pada putrinya.
"Iya sayang, katakan aja yang sebenarnya." Kata Aditya meyakinkan Rani.
Rani masih saja terdiam tidak mau menjawab.
"Penculik Vania tadi telfon ke nomor kamu Ran." Kata Daniel dan setelah mendengar perkataan Daniel, Rani langsung mengangkat kepalanya dengan kedua mata yang terus mengucurkan air mata.
"Penculik itu minta kamu nurutin apa yang dia mau."
"Aku akan bantu kamu untuk berikan apapun yang dia mau Ran." Kata Daniel.
"Mas Aditya."Kata Rani dengan suara bergetar.
"Iya sayang?." Kata Aditya mendengar Rani memangil namanya.
"Dia mau Mas Aditya." Kata Rani diiringi tangisan.
Kasih dan Daniel yang mendengar perkataan Rani tampak benar-benar terkejut dan menatap ke arah Aditya secara bersamaan.
Bersambung,,,,
"
jangan lama-lama Up nya...biar gak lupa jalan ceritanya 😁🙏🙏🙏
jangan lama-lama Up nya... nanti lupa jalan ceritanya 😁🙏🙏🙏🙏
lanjjjjuuuuttttttt lagiiii donggg 💪💪🙏🙏