'Gagak pembawa bencana' itulah julukan pemimpin klan mafia Killer Crow, Galileo Fernandez, yang terkenal kejam dan tidak pandang bulu dalam membunuh.
Hidupnya dari saat dia kecil dilatih menjadi pembunuh berdarah dingin oleh ayahnya, sehingga menciptakan seorang Leo yang tidak berperasaan.
Suatu hari dia di jebak oleh musuh bebuyutan dari klan mafianya dan tewas tertembak dikepalanya. Tetapi bukannya pergi ke alam baka, dia justru terbangun kembali di tubuh seorang anak laki-laki berusia 5 tahun.
Siapakah anak laki-laki itu?, Apakah Leo mampu menjalani hidupnya dan kembali menjadi mafia kejam dan membalaskan dendamnya?
Inilah Kisah tentang Galileo seorang mafia kejam yang bereinkarnasi ke tubuh seorang bocah yang ternyata menyimpan banyak misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ADhistY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Ayah bagaimana dengan permintaan viona waktu itu?," tanya Viona pada Jordan ayahnya. Kini ia sedang sarapan pagi bersama sama dengan orang tua beserta kakak perempuan nya.
"Permintaan apa?" Tanya penasaran kakak Viona yang bernama Laura Xanders. Laura sebenarnya sudah menikah dan memiliki rumah sendiri setelah 4 bulan pernikahan nya, tetapi karena sang suami sedang berada dalam perjalanan bisnis ke luar kota selama tiga hari, ia memutuskan menginap di rumah orang tuanya selama kepergian suaminya.
Violetta menatap anak pertamanya dengan menghela nafas "Adikmu meminta ayahmu untuk menjodohkan nya dengan seorang laki-laki sayang," ujarnya pada Laura.
"Siapa? Tumben sekali viona sampai merengek begini," tanya Laura menaikkan satu alisnya penasaran, karena yang dia tau selama ini adik nya Viona selalu mendapatkan pria yang dia inginkan dengan kecantikan dan pengaruh keluarga nya.
"Katanya sih dia sangat tampan," ujar Violetta menatap putri bungsu nya.
Sedangkan viona hanya memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan dari kakak perempuan nya yang menurut nya sangat kepo itu.
"Bagaimana ayah?~" ujar viona merengek pada Jordan, dia harus segera bisa mendapatkan Max dan menaklukkan nya sampai tidak berdaya di tangannya.
"Aku ingin segera menaklukkan wajah sombong mu itu Max, dan aku akan mengurungmu untuk diriku sendiri untuk seumur hidup," batinnya penuh obsesi.
Jordan menghela nafas kasar "Makan dulu viona, nanti kita bahas ini lain kali," ujar Jordan pada Viona.
"Tidak ayah, aku ingin tau sekarang, jadi bagaimana?, apakah ibu dari Max setuju?," cecar Viona pada ayahnya.
"Viona... Tenanglah sayang, ayahmu pasti akan mengusahakan nya, kau dan pemuda bernama Max itu pasti akan bisa bersatu," ucap Violetta menenangkan putrinya, dia tidak mau jika kelakuan Viona ini membuat Jordan marah.
"Tapi mah-" ujarnya terhenti kala Jordan memukul meja makan dengan keras.
Brakkk
Pranggg
"Ahhhh," jerit ketiga wanita beda usia terkaget.
"Sudah ku bilang untuk diam, ayah sedang mengurusnya, jadi bersabarlah, jangan membuat ku marah pagi pagi begini." Ujar Jordan dengan nada sedikit tinggi, membuat Viona berkaca kaca.
"Ayah tidak menyayangi ku lagi, hiks," ujarnya berlari dari meja makan keluar dari rumah.
"Viona...," ujar Violetta memanggil putrinya, tetapi tidak di gubris oleh sang empu yang sudah tak terlihat di dalam rumah. Lalu menatap Jordan dengan menghela nafas.
"Sayang, kendalikan emosi mu, kau tau sendiri tabiat Viona bagaimana jika menginginkan sesuatu," ujar Violetta berusaha setenang mungkin untuk meredakan amarah tak terkendali suaminya.
"Hufttt, anak itu memang sering membuat ku sakit kepala," ujar Jordan memijat pelipisnya.
"Memangnya ada masalah dengan pengajuan perjodohan nya ayah?," tanya Laura pada Jordan.
Jordan menganggukkan kepalanya "Ya, ibunya sedang berada di luar kota, jadi yang kemarin datang adalah putranya sendiri," jelas Jordan.
"Ya, kalau begitu bagus dong, ayah bisa langsung bernegosiasi dengannya langsung, siapa sih yang akan menolak kecantikan Viona dan menjadi menantu dari keluarga Xanders," ujar Laura mengemukakan pendapatnya.
"Jika saja semudah itu Laura..." Ujar Jordan menyesap kopi paginya.
Laura menaikkan sedikit alisnya.
"Kenapa?, tidak mungkin kan dia..."
"Ya, kata Viona adikmu, dia adalah laki laki dingin yang tidak terpikat dengan kecantikan dan kekuasaan keluarga kita." Ujar Violetta pada Laura.
Laura menganggukkan kepalanya, dia pikir langka sekali laki laki begitu di jaman sekarang.
...
Disisi lain viona sekarang tengah mengebut mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh.
"Hiks ayah tega membentakku," lirihnya Ter Isak, Viona selama ini tidak pernah mendengar ayahnya berbicara dengan nada tinggi seperti itu, apakah permintaan ini benar benar sulit untuk dikabulkan?
"Tapi aku tidak bisa menyerah pada Max, aku benar benar menginginkan nya, tidak peduli seberapa sulitnya itu," gumamnya dengan menggilirkan setir mobil hendak berbelok, tetapi dia di kejutkan dengan pengendara motor yang sedikit menyerempet mobilnya hingga terjatuh, karena Viona mengendarai mobil dengan kecepatan yang tidak seharusnya dianjurkan ketika berbelok.
Dia membuka kaca mobilnya melirik seseorang yang terjatuh di samping mobilnya.
"Hei nona, berkendara lah dengan benar," ujar pengendara motor itu kesal.
Viona mendengus kasar "Ck banyak omong, sebutkan apa yang kau ingin kan? Uang untuk kompensasi?" Ujar viona pada pengendara motor itu.
"Ini bukan masalah kompensasi, minta maaflah terlebih dahulu sebelum anda mengatakan hal lain setelah berbuat salah pada seseorang," ujar pengendara motor itu mengingatkan.
Viona yang memang orang yang egois dan bebal, hanya memutar bola matanya malas.
"Halah, sok sok an berbicara begitu, tapi kau sebenarnya ingin kompensasi kan?"
"Nih untuk mu," umurnya melemparkan beberapa lembar uang berwarna merah pada pengendara motor itu hingga uang tersebut berserakan ke jalan. Lalu setelah itu dirinya berlalu pergi dari sana.
Pengendara motor itu dan orang orang yang berada di sana, hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan anak muda zaman sekarang.
Seorang pemuda yang berada di dalam mobilnya menatap datar kejadian itu.
Dia adalah Max yang sedang dalam perjalanan menuju Sekolahnya, tak disangka saat dia berada di lampu merah melihat pertunjukan tidak bermoral wanita murahan itu pada orang yang lebih tua darinya, ternyata bukan hanya murahan saja tetapi juga tidak punya sopan santun sama sekali, pikir Max menambah ketidaksukaannya pada Viona.
Dia mengalihkan pandangannya dan segera menginjak pedal gas ketika lampu merah telah berganti hijau.
.
.
.
.
.
.
.
.