Sungguh teganya Hans ayah Tania Kanahaya, demi melunasi hutangnya kepada renternir, dia menjual anaknya sendiri kepada pria yang tak di kenal.
Dibeli dan dinikahi oleh Albert Elvaro Yusuf bukan karena kasihan atau cinta, tapi demi memiliki keturunan, Tania dijadikan mesin pencetak anak tanpa perasaan.
"Saya sudah membelimu dari ayahmu. Saya mengingatkan tugasmu adalah mengandung dan melahirkan anak saya. Kedudukan kamu di mansion bukanlah sebagai Nyonya dan istri saya, tapi kedudukanmu sama dengan pelayan di sini!" ucap tegas Albert.
"Semoga anak bapak tidak pernah hadir di rahim saya!" jawab Tania ketus.
Mampukah Tania menghadapi Bos sekaligus suaminya yang diam-diam dia kagumi? Mampukah Tania menghadapi Marsha istri pertama suaminya? Akankah Albert jatuh cinta dengan Tania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masakan Tania
Kamar Tania
Menangis atau meratapi hidupnya yang terasa pahit sepertinya menjadi hal yang sia-sia jika di lakukan oleh Tania. Membuang air mata untuk Albert, rasanya rugi walau hatinya sudah kembali terasa sakit. Sungguh teganya pria itu menggauli disaat dia tak sadarkan diri. Dan yang menjadi pikiran Tania sekarang, semalam dia tidak minum pil pencegah kehamilan.
Di dalam kamar mandi, wanita itu menggosok dan membersihkan dengan sekuat tenaga tubuh bagian bawahnya. “Dasar laki-laki brengsek, inti gue sampai sakit begini....arrghh!” teriak umpat Tania seorang diri. Wanita itu tadi susah payah berjalan dari kamar tamu menuju kamarnya yang ada di belakang, pangkal pahanya rasanya perih, pedas.
“Katanya gue pemulung, katanya gue kotor, tapi masih aja di pakai, dasar Albert bejat ... laki-laki biadab!!” kembali berteriak Tania melampiaskan emosinya. Emosi yang meledak-ledak, akhirnya membuat wanita itu melorot ke bawah dan terduduk di lantai kamar mandi, rasa sesak yang mulai mengganggu hatinya mulai menusuk-nusuk rongga paru-parunya. “Kenapa hidup gue begini! Harus kah seperti ini selama satu tahun menghadapi orang yang tak pernah menganggap gue istrinya!”
Kedua mata Tania mulai berkaca-kaca. “Please jangan menangis Tania, gue harus kuat...,” gumam Tania, bicara dengan hatinya sendiri. Wanita itu kembali berdiri, dan mengguyurkan tubuhnya di bawah percikan air dari shower. Biarlah air mata yang mendesak ingin keluar dari kedua netranya langsung terhapus di bawah air pancuran. Hati yang panas semakin lama akan semakin terasa dingin dengan seiringnya waktu.
...----------------...
Waktu masih menunjukkan jam 06.00 wib, Gisel dengan lagak sombongnya menyambangi kamar Tania, dan meminta wanita itu bekerja terlebih dahulu di dapur sebelum berangkat kerja, tidak peduli dengan raut wajah Tania yang tak bersahabat.
“Seharusnya kamu tidak perlu membantu kami di dapur, Tania,” kata Bu Mimi.
“Gak pa-pa Bu Mimi, saya harus tahu diri di sini,” jawab Tania. Tanpa banyak cakap, melihat sayur, ikan dan ayam yang sudah di siangi oleh para pelayan, Tania langsung membuat bumbu dengan cekatan, kemudian memasaknya, Bu Mimi dan pelayan tidak membantunya karena sudah di wanti-wanti oleh Pak Firman jika Tuan Albert ingin masakan tempo hari, dan bagian dapur tahu jika yang waktu itu masak buatan Tania bukan buatan mereka.
Masih menggunakan daster rumahan, rambut coklat sebahu di cepolnya ke atas hingga memperlihatkan leher jenjangnya, buliran bening yang mulai menetes kening dan bagian tengkuknya menambah dirinya terlihat sexy, wanita itu tidak peduli jika saat ini akan terlambat masuk kerja. Lagi pula dia tinggal satu atap dengan sang pemilik perusahaannya, untuk apa dia takut jika datang terlambat, jika di tegur oleh atasannya, mungkin dia akan menghadapi Albert sendiri.
Satu jam kemudian....
“Sarapan buat Tuan sudah siapkah?” tanya Pak Firman yang baru datang ke dapur kotor.
“Sebentar lagi akan siap Pak Firman,” jawab Tania lebih dulu, sebelum Bu Mimi menjawab.
Sepertinya sudah waktunya gue bikin Pak Albert semakin illfil dengan gue, jadi lama-lama gue bakal di lepasnya....
“Baik, kalau begitu saya tunggu, Non,” balas Pak Firman.
Dengan kedua tangannya yang cekatan, Tania mulai menuangkan semua masakan yang sudah diolahnya ke atas pinggan yang sangat cantik.
Pak Firman dan Bu Mimi turut merapikannya, lalu menaruh pinggan tersebut ke troly makanan untuk di bawa ke ruang makannya.
Di rasa sudah siap semua, Pak Firman mendorong trolynya menuju ruang makan, rupanya Albert sudah berada di ruang makan sedang menikmati secangkir kopinya serta sedang sibuk dengan tabletnya. Tania sengaja mengikuti Pak Albert dan Bu Mimi dari belakang, dan sudah tentu dengan penampilan buruknya, tapi sudah mandi, tubuhnya sudah wangi.
Melihat Pak Firman ingin menyajikan makanan di atas meja makan, Tania langsung menahan tangan Pak Firman. “Biar saya yang melakukannya Pak Firman,” pinta Tania dengan nada pelan.
“Tapi Non, nanti Tuan akan marah kalau non yang menyajikannya,” tolak Pak Firman.
Tania mengulas senyum tipis, “justru itu yang saya cari.” Tania langsung mengambil pinggan yang ada di atas troly, dan menyajikan di atas meja. Albert masih belum menyadarinya, dan dengan sengajanya Tania menyajikan makanan tersebut dari samping pria itu agar tahu keberadaan dirinya, dan sedikit menghentakkan pinggan tersebut.
“Kalau kerja jangan kasar!” tegur Albert tanpa melihat, masih fokus dengan ipad-nya.
“Maaf Tuan, maklum pelayan baru, belum tahu cara melayani tuannya dengan baik!” celetuk Tania.
Albert langsung mendongakkan wajahnya, agak kaget melihat keberadaan Tania yang sudah berada di sampingnya, di tambah penampilannya memakai daster lusuh yang panjangnya hanya selutut, serta rambut di cepol tinggi hingga leher jenjang berwarna putih tampak menggoda untuk di sentuh, lalu ditambah keringat yang masih menempel di leher jenjangnya. Pria itu juga masih terlihat marah dan jengkel dengan Tania.
GLEK!
Namun sayangnya, pria itu juga tercekat dengan salivanya sendiri, melihat penampilan Tania membuat sesuatu yang berada di balik celananya, sangat menyesakkan. Pria itu segera menekan hasratnya sendiri.
“Oh iya maaf Tuan, saya tidak punya seragam maid, jadi saya pakai daster saja. Jadi mohon di maklumi, kecuali Tuan mau memberikan saya seragam biar sama dengan yang lainnya!” ucap Tania sinis, kemudian tersenyum smirk.
Belum membalas ucapan Tania, Albert memalingkan wajahnya untuk menatap Pak Firman. Pak Firman mulai agak tidak enak. “Maaf Tuan Albert, non Tania yang memaksa untuk menyajikan sarapan buat Tuan.”
Albert hanya mendesah kasar, kemudian kedua netranya menatap makanan yang sudah tersaji, sungguh mengunggah selera, ada gurame asam manis, sop kimlo, ayam goreng, cah brokoli sapo tahu.
Tania menyeringai tipis dengan lancangnya dan sudah tentu dengan sengaja nya, wanita itu mulai menata semua makanan dan menuangnya di atas piring kosong. “Silakan di makan, Tuan Albert,” ucap Tania.
Kemudian wanita itu sedikit membungkukkan dirinya, dan mencondongkan dirinya pas di daun telinganya. “Hati-hati makanannya sudah saya kasih racun, semoga Tuan cepat masuk surga!” bisik Tania.
Pria tampan itu langsung mencekal pergelangan tangan Tania, membuat wanita itu kembali meringis kesakitan.
“Pak Firman, cicipi semua makanan ini!” perintah Albert dengan suara meninggi.
“Baik Tuan.” Pak Firman mengambil sendok makan, dan mulai mencicipi semua makanan. Sedangkan Albert masih mengeratkan cengkeramannya, hingga membuat wajah Tania memerah menahan tangan besar Albert.
Sekitar sepuluh menit Albert menunggu reaksi dari tubuh Pak Firman, namun tidak terjadi sesuatu yang buruk.
Albert kembali mendongak wajahnya dan menatap tajam Tania. “Berani sekali kamu mengancam saya...huh!” bentak Albert.
Masih menahan kesakitannya wanita itu tersenyum jahat. “Karena saya menginginkan Tuan tidak ada di dunia ini,” ucap Tania pelan.
Pak Firman dan Bu Mimi undur diri dari ruang makan, dan di rasa tak pantas melihat pertengkaran Tuan dengan istri keduanya.
Albert semakin geram, dan belum juga melepaskan cengkeramannya. “Saya akan makan, jika ada sesuatu yang terjadi, maka dirimu lah yang duluan pergi dari dunia ini!” ancam Albert, tidak main-main.
“Siapa takut, lebih baik saya mati ketimbang tinggal satu tahun dengan Tuan!”
“STOP PANGGIL SAYA TUAN, TANIA!” bentak Albert, telinganya tidak nyaman ketika dipanggil Tuan oleh Tania.
“Saya seorang pelayan, jadi mulai sekarang saya panggil Tuan bukan Pak lagi,” balas Tania.
Kekesalan Albert semakin menjadi!
Tapi pria itu mulai menyantap makanan yang di masak dan di siapkan oleh istri keduanya, tanpa sepengetahuan pria itu. Tangan kanan pegang sendok, tangan kiri masih memegang tangan Tania, dan sudah tentu wanita itu masih berdiri di samping Albert. Tania yang masih berusaha melepaskan cengkeraman tangan Albert, hanya bisa pasrah, selalu kalah dengan tenaga Albert.
Demi apa Albert! Sesuap demi suapan makanan yang tersaji sungguh nikmat di mulut pria itu, tak sadar akan ancaman Tania, pria itu minta di tuangkan lagi nasi dan lauk ke piringnya yang sudah tersapu bersih, dan wanita itu sengaja melayaninya dengan baik, bak seorang istri.
“Pak Firman!” panggil Albert dari ruang makan.
“Ya Tuan,” sahut Pak Firman dari luar ruang makan, dengan tergopoh-gopoh menghampiri Tuannya.
“Ini semua siapa yang masak Pak Firman? Rasanya sama enaknya kayak tempo hari, tolong panggilkan pelayannya, suruh ke sini. Saya ingin memberikan bonus dan meminta dia khusus masak untuk saya setiap hari, kalau bisa buat makan siang dan makan malam,” ucap Albert.
GLEK!
Pak Firman mulai kesusahan menelan salivanya, gara-gara permintaan Tuannya. Sedangkan Tania menaikkan kedua alisnya hingga tampak menyatu, di saat menatap Pak Firman.
bersambung......bagaimana reaksi Albert jika tahu yang masak Tania???
Kakak Readers jangan lupa tinggalkan jejaknya ya.......