Aluna gadis lugu yang penuh dengan cobaan hidup. Sebenarnya dia gadis yang baik. Namun sejak dia dikhianati kekasih dan sahabatnya dia berubah menjadi gadis pendiam yang penuh dengan misteri. Banyak hal aneh dia alami. Dia sering berhalusinasi. Namun siapa sangka orang-orang yang datang dalam halusinasinya adalah orang-orang dari dunia lain. Apakah Aluna akan bahagia dengan kejadian tersebut. Atau malah semakin terpuruk. Ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌹Ossy😘, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33
Pagi yang cerah.
Tersenyum dibibir merah. 🎶🎶🎶
Sepenggal lagu terdengar dari musik pedagang getuk lindri yang lewat di depan rumah Aluna. Biasanya lagu dangdut. Hari ini lagu melankolis yang mengiringi langkahnya mengais rejeki. Aluna tersenyum mendengar lagu tersebut. Seperti dirinya yang kembali bangkit dengan senyum yang merekah dari bibirnya yang kemerahan.
"Selamat pagi dunia, aku datang dengan semangat baru." Aluna membuka tangannya. Menarik nafas dalam-dalam, dan tersenyum riang.
Aluna sudah rapi dengan setelan semi blazer warna putih tulang dipadukan dengan rok warna coklat susu. Dan hijab yang berwarna senada. Manis sekali. Paduan yang pas . Manis seperti kopi susu yang dia seduh pagi ini.
Dia hirup aroma kopi yang menenangkan jiwa, ditemani sepotong roti sisir, dia nikmati sarapan yang sederhana untuk mengawali harinya yang indah.
Aluna bangun dengan tubuh yang segar pagi ini. Semalam dia tidur dengan nyenyak. Tanpa ada mimpi yang mendatangi. Tanpa bangun di tengah malam karena ketakutan seperti biasanya. Semua berjalan sesuai alur kehidupan yang aman damai dan sentosa.
Sudah saatnya Aluna berangkat kerja. Ditemani dengan motor metic baru, dia melaju membelah jalanan ibukota yang tidak pernah terhindar dari kemacetan. Itulah rutinitas sehari-hari. Tidak bisa menolak, hanya bisa dinikmati sepenuh hati. Mau mengeluh pun , keadaan tidak akan berubah.
" Selamat pagi mbak Amel." Sapa Aluna pada penjaga resepsionis di lobi depan. Aluna memang selalu ramah pada siapa saja. Walaupun biasanya hanya tersenyum saja. Sekarang dia sudah berani menyapa terlebih dahulu.
" Wah, Aluna semakin cantik saja." Jawab Amel sambil tersenyum.
" Karena Aluna perempuan mbak pasti cantik. Kalau cowok baru ganteng Hehehehe.." Aluna tersenyum sambil melambaikan tangan, melangkah menuju lift yang berada di pinggir ruangan.
Aluna menunggu pintu lift terbuka. Belum ada satu orang pun di situ. Dia hanya menunggu sendirian. Aluna memang sengaja datang lebih pagi dari biasanya. Dia tidak nyaman jika harus berdesakan.
Kedudukan baru, jadi sekretaris bos besar membuat Aluna harus menyiapkan mental. Harus siap dengan segala situasi. Bisa tiba-tiba harus keluar kantor. Menyiapkan segala keperluan rapat dan juga keperluan pribadinya juga. Itu yang kemarin dia dengar dari Azlan.
Akhirnya pintu lift terbuka. Aluna masuk. Di dalam lift dia hanya sendiri. Tak ada seorang pun di sana. Apa Kantor sesepi ini di pagi hari. Mungkin memang karena masih pagi. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Aluna yang kepagian atau memang yang lain yang kesiangan.
Pintu lift terbuka berbarengan dengan pintu di sebelahnya, dan lift sebelah penuh dengan penumpang . Aluna baru menyadari jika dia salah masuk lift.
" Jadi tadi saya salah masuk lift. Lift khusus petinggi. Ups, untung pak Arga dan pak Azlan belum datang." Gumamnya pelan sambil menutup mulutnya.
" Aluna langsung ke ruangan saya.." Arga dan Azlan berjalan melewati Aluna yang masih terdiam di pintu lift. Aluna tentu saja terkejut.
" Sepagi ini sudah dateng? Keren sekali pak Arga. Apa ada pekerjaan penting ya." Ucapnya dalam hati sambil memandang punggung Arga yang berjalan terlebih dahulu di depannya.
' Malah bengong, cepat ke ruangan saya." Arga mengurangi ucapannya saat dilihatnya Aluna hanya diam berdiri di koridor.
" Siap pak!" Aluna terkejut saat suara Arga terdengar sangat dekat di telinganya. Yang Aluna tahu , Arga sudah berjalan di depannya.
" Apa dia berbalik ya. Hanya untuk mengulang perintahnya." Aluna menggelengkan kepalanya. Aluna segera mengikuti langkah Arga yang lebar. Walaupun tidak mungkin akan tersusul, paling tidak jarak mereka tidak jauh lagi.
Arga dan Azlan masuk ke ruangan direktur utama. Bau lavender tercium dari ruangan tersebut saat pintu terbuka . Aluna terdiam di depan pintu. Dia menikmati aroma yang menenangkan tersebut.
" Aroma ini ... sama persis dengan bau di rumah saat pertama kali membuka pintu." Aluna menggelengkan kepala saat dia menyadari dengan situasi yang sebenarnya.
"Apa ada hubungannya ya? Atau mungkin hanya kebetulan saja. Bukan kah banyak pengharum ruangan yang menggunakan aroma seperti ini. "
Aluna mengendus. Memastikan aroma yang dia cium benar sama persis dengan yang di rumahnya.
"Masuklah Aluna, ada yang harus kita bahas." Azlan menoleh ke arah pintu , menatap Aluna yang berdiri diam sambil memejamkan mata.
"Ada apa? Kenapa berdiri di situ. Duduklah dulu. Ada yang akan kita jelaskan kepadamu tentang pekerjaan kamu." ucap Azlan menambahkan.
" Eh.. tidak pak. Eh iya pak. Tidak ada apa-apa." Aluna sedikit terkejut. Dia menjawab pertanyaan Azlan dengan sedikit terbata. Dia membuka mata dan dengan segera dan melangkah perlahan menuju kursi yang ditunjuk oleh Azlan.
"Sebentar ya, ada data yang harus saya input dulu. Ada sedikit kendala. Harus segera diatasi." Ucap Azlan tanpa menoleh. Dia masih berkutat dengan laptopnya.
" Apa ada yang bisa saya bantu pak?" Aluna tidak jadi duduk . Dia berbalik berjalan menuju dimana Azlan sedang bekerja.
" Eh...tidak usah.," Azlan tergagap ketika menyadari Aluna telah berdiri di sampingnya. Azlan buru-buru menutup laptopnya. Namun terlambat, sepertinya Aluna sudah melihat apa yang nampak di layar laptop tersebut.
"Itu.. Itu apa?"
"Bukan apa-apa. Hehehe.."
Aluna terkejut melihat fotonya ada di dalam layar. Namun dia tidak sempat membaca keterangan di sebelahnya . Ada dua foto di sana. Satu dirinya dan satu lagi foto seorang gadis yang berpakaian adat Jawa yang terlihat sangat cantik alami.
"Sebentar ya , pak Arga sedang di dalam toilet . Dia sakit perut. Kemarin kebanyakan makan sambal. Hehehe.. Kita duduk dulu yuk di situ. Kamu mau minum apa?" Azlan segera menyimpan laptopnya, yang sebelumnya dia matikan terlebih dahulu. Kemudian berjalan di meja kecil yang ada di sudut ruangan. Di sana terlihat lengkap segala perlengkapan dan segala macam minuman. Azlan mengambil tiga cangkir dan mengisinya dengan teh yang masih mengepul.
" Teh saja ya, tidak apa-apa kan?"
" Iya pak, terima kasih."
" Selanjutnya ini akan jadi tugas kamu sebagai sekretaris pak Arga. Menyiapkan segala keperluannya. Termasuk membuat minuman untuk tamu yang datang langsung ke ruangan ini." Azlan duduk di kursi di depan Aluna.
" Gara-gara kamu Azlan. Saya jadi diare. Kamu menambahkan banyak sambal di piring saya." Arga mengomel saat dia keluar dari toilet yang ada di dalam ruangannya.
"Tapi bapak suka kan? Bahkan sampai nambah. Bisa-bisanya menyalahkan saya ." Azlan menoleh saat mendengar suara Arga. Apalagi saat mendengar apa yang diucapkan, tentu saja membuat Azlan ingin mengelak.
" Eh, Aluna sudah ada disini. Maaf menunggu lama." ucap Arga saat menyadari ada Aluna di dalam ruangan nya. Arga berjalan menuju sofa dan mengambil tempat duduk di sofa tunggal.
" Langsung saja ya. Saya hanya ingin memberikan ini." Arga menyerahkan selembar kertas yang penuh dengan tulisan.
" Pelajari semua yang tertulis. Ini tugas kamu sebagai asisten saya. Di depan pintu tetap akan ada sekretaris baru. Kamu hanya mendampingi saya saja." Ucap Arga panjang lebar.
"Hah, apa pak? Jadi saya adalah asisten bapak? Dan ruangan saya di mana?." Tanya Aluna sambil menatap Arga dan Azlan bergantian.
" Ruangan kamu di sini bersama saya.." Belum selesai dia berbicara, Aluna sudah memotong ucapannya.
" Tapi pak.." Aluna terkejut dan memotong ucapan Arga yang dia rasa sangat janggal.
" Ck..Dengarkan saya dulu." Arga berdecak kesal. Dia terlihat tidak senang melihat reaksi dari Aluna yang keberatan.
" Maaf pak." Aluna menunduk. Merasa takut melihat Arga yang terlihat kesal.
" Hanya untuk sementara sampai ruangan kamu selesai di renovasi."
" Baik kalau begitu. Tapi, apa pak Azlan juga akan disini juga?" Tanya Aluna menatap ke arah Azlan.
" Kenapa Lun, takut saya mengganggu ya. Hahahaha.. Tenang saja saya tetap di ruangan saya yang dulu.." Azlan tersenyum melirik Arga .
" Eh, bukan begitu pak Azlan. Saya justru merasa senang jika bapak di sini." Aluna kembali menunduk dia tidak berani menatap Arga.
" Kenapa? Kamu takut pada saya?" Arga mendongakkan kepala menatap Aluna.
" Pak Arga baik lho lun. Lagian dia juga tidak akan menggigit." Azlan tersenyum. Dia tahu apa yang ditakutkan Aluna. Azlan sudah lama mengenal Aluna. Dia hapal sekali bagaimana sifatnya.
" Bukan begitu maksud saya. Bagaimana kalau saya di ruangan yang kemarin saja pak." Usul Aluna. Dia memberanikan diri untuk menatap Arga dan Azlan bergantian.
Melihat Aluna yang terlihat tidak nyaman Arga dan Azlan saling pandang. Kemudian Arga mengangguk. Walaupun ada rasa kecewa di sana.
" Baiklah, kamu boleh di ruangan yang kemarin. Oh ya sebenarnya.." Azlan tidak meneruskan ucapannya di saat dia melihat Arga menggelengkan kepala.
" Sebenarnya apa pak?" Aluna menatap Arga dan Azlan . Dia merasa ada sesuatu yang mereka sembunyikan.
" Sebenarnya, saya mules lagi." Arga segera beranjak dan berjalan cepat menuju toilet. Namun sebelum menutup pintu dia berteriak.
" Awas kamu Azlan. Saya akan membuat perhitungan sama kamu." Dan pintu tertutup.
"Hahahaha, yang makan Siapa. Kenapa saya yang salah. Iya kan Aluna ?" Azlan terbahak. Dia sebenarnya kasian. Dia tidak tahu kalau Arga tidak bisa makan yang terlalu pedas. Namun kemarin dia memang makan dengan lahap.
"Iya pak. Kemarin pak Arga seperti yang belum pernah makan nasi Padang. Lahap sekali. "
" Memang benar. Kamu tahu sendiri dia jarang keluar. Dia biasanya bertemu klien di restoran eropa. Entah kenapa kemarin dia memilih rumah makan Padang. Dan kalap saat merasakan semua menu masakan yang memang enak." Azlan tersenyum teringat kemarin saat mereka di restoran.
"Makanya, Saya minta kamu untuk menjadi asistennya. Dia belum lama di Indonesia. Kamu tahu kan, dia diangkat jadi ceo baru enam bulan ini. " Azlan berkata pelan sambil melihat ke arah pintu toilet. Dia mungkin takut jika Arga mendengar apa yang akan dia ucapkan.
" Kamu orang baik, saya minta tolong awasi dia. Saya hanya khawatir dia bergaul dengan temannya yang punya sifat tidak baik. Please jadilah asistennya. Nanti akan saya buatkan ruangan khusus buat kamu." Azlan masih berbisik dan sesekali melirik ke arah pintu toilet.
Aluna masih diam mencoba memahami apa yang diucapkan Azlan. Terlalu berat tugasnya jika seperti itu kondisinya. Dia hanya seorang perempuan. Namun jika itu memang sudah menjadi tugasnya, Aluna berjanji dalam hati untuk melakukan yang terbaik.
Bersambung
Terima kasih untuk semuanya
Lopee❤️❤️❤️