Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Perasaan istimewa
Setelah Aryan membersihkan diri, Ia turun untuk membuatkan Aruna makan malam sesuai permintaannya. Karena Ia tak pernah bergelut dengan alat dapur, Aryan meminta bantuan kepada Bi Ima untuk ikut membantunya memasak. Meski hanya nasi goreng, namun Ia rasa masakan ini teramat sulit. Dengan telaten, Aryan mengikuti arahan Bi Ima dan beberapa kali nyaris salah memasukan bahan. Namun hal itu tidak membuat Aryan menyerah, justru Ia tertantang dengan permintaan istri ke duanya. Baru kali ini Ia diminta untuk melakukan sesuatu hal yang tak pernah Ia lakukan sebelumnya. Selama menikah dengan Gita pun, Aryan tak sekalipun diminta memasak sendirian. Ia selalu menemani Gita di dapur dan hanya duduk santai menunggu makanan tersaji saja.
"Susah ternyata Bi." Keluh Aryan setelah masakannya jadi.
"Baru nasi goreng Pak. Kalau Ibu minta dibuatkan opor, bagaimana?"
"Iya ya? Nanti lah saya belajar lagi Bi."
Melihat hal tersebut, Bi Ima yang belum pernah melihat Aryan berusaha keras pun, tak sadar tersenyum sampai Aruna memperlihatkan diri. Wajahnya terlihat lesu dan terlihat tak bertenaga. Bi Ima yang khawatir segera menghampiri Aruna dan menanyainya.
"Ibu baik-baik saja?"
"Kayaknya asam lambung aku kambuh deh Bi." Jawabnya sedikit mengeluh. Aruna menundukkan kepalanya dan terlihat gelisah sendiri. Aryan yang masih antusias karena berhasil membuat apa yang Istrinya inginkan, Ia segera membawa makanan itu ke depan Aruna.
"Kan sudah diperingatkan sama Dokter. Jangan makan pedas. Kenapa masih makan?" Tegur Aryan membuat Aruna mendongak. Wajahnya sedikit pucat dan bulir keringat terlihat di area dahi dan pelipisnya. "Makan dulu. Biar lambung kamu sedikit lebih baik." Imbuh Aryan seraya menyodorkan nasi itu pada Aruna.
"Mas aja yang makan." Ujarnya begitu enteng. Aryan mendadak kesal hingga raut wajahnya berubah serius.
"Kamu mau ngerjain saya? Kamu yang minta saya masak, dan sekarang kamu gak mau makan?" Mendengar suara Aryan yang membentaknya, Aruna menunduk dengan air mata mengalir di pipinya. Tangannya meremas jemari memperlihatkan kegelisahannya. Entah kenapa, perasaannya begitu sensitif saat ini. Rasa yang tak karuan akibat masalah perutnya memang tak bisa dijelaskan pada orang yang tak tahu gejalanya. Karena masih merasa terkejut, namun tak ingin membuat Aryan semakin marah, Aruna meraih sendok lalu mencoba mengambil sesendok nasi dari piring, berharap nafsu makannya muncul setelah Ia menyentuh makanan itu. Namun, Aryan menahan tawa saat melihat tangan Istrinya gemetaran memegang sendok.
"Sini." Ucapnya dengan masih tegas. Padahal, hatinya sudah meluluh karena kondisi Aruna yang menghibur dirinya. Bisa-bisanya sampai gemetar begitu. Aryan menyodorkan sendok ke depan mulut Aruna dan terlihat Istrinya itu sudah akan membuka mulut. Namun secara tiba-tiba, Aruna mundur dan menutupi mulut dan hidungnya setelah mencium aroma makanan tersebut.
"Mas masaknya pakai margarin?" Tanyanya melirik tajam. Ekspresinya berubah 180 derajat dalam hitungan detik.
"Kata Bi Ima kamu suka nasi goreng pakai margarin." Jawab Aryan
"Tapi aku gak suka baunya."
"Hah?" Aryan sama-sama memekik karena ucapan Bi Ima tak sesuai kenyataannya. Ia melirik tajam ke arah Bi Ima yang menggeleng dan ikut terkejut karenanya.
"Saya serius Pak. Ibu memang suka nasi goreng pakai margarin." Sanggah Bi Ima.
"Terus ini? Bi kalau--" belum sempat Aryan memarahi Bi Ima, Ia terdiam saat Aruna tiba-tiba berlari menuju kamar mandi di dekat tangga. Kepanikan terjadi di seluruh isi rumah sampai pelayan lain pun ikut mencari tahu apa yang terjadi pada majikannya.
"Aruna..." panggil Aryan dari luar dengan terus mengetuk pintu.
"Bu..." Bi Ima ikut memanggil karena sama-sama khawatir. Aryan semakin kesal, Ia meminta Bi Ima untuk bertanggung jawab.
"Saya tidak mau tahu." Tegas Aryan yang tak bisa Bi Ima terima.
"Mas... jangan marahi Bibi. Ini emang aku lagi sensitif. Nanti nasinya aku makan setelah minum obat ya." Ujar Aruna tanpa ingin keluar dari balik pintu. Ia terus berpegang pada kayu yang menjadi pembatas ruangan tersebut. Baru saja Aryan hendak berucap, Ia harus menelan kembali kata-katanya saat melihat Aruna luruh dan ambruk di depannya. Semua ikut panik kala Aruna tak sadarkan diri. Ketika Aryan meraih tubuh istrinya, suhu tubuhnya mendadak turun. Mengapa begitu dingin?
"Aruna... hei..." seberapa keras pun Ia memanggil, namun Aruna tak kunjung membuka mata. Ia benar-benar terlelap sampai pada akhirnya Aryan harus membawa istrinya ke kamar yang ada di lantai bawah.
...----------------...
Lama Aryan menunggu, Aruna terdengar meringis lalu meraih kepalanya.
"Aruna... kamu gapapa?"
"Aku pingsan lagi ya?" Pertanyaan konyol yang Aruna lontarkan tak membuat Aryan tertawa kali ini. Justru Ia begitu kesal, karena kata 'lagi' itu berarti bukan sekali ini saja. Tanpa pikir panjang, Aryan menggendong Aruna untuk berpindah kamar. Ia sudah terlanjur kesal karena semakin lama, wanita ini semakin tidak bisa percaya. Ia harus sepanjang hari memperhatikan makanan apa yang Aruna makan setiap harinya.
Sampai di kamar mereka, Aryan yang kehabisan tenaga karena naik tangga dengan membawa Aruna, Ia terbaring di samping Aruna yang terduduk meski Aryan menidurkannya. Lagi, Aruna berlari ke arah kamar mandi dan terlupa menutup pintu. Suara air terdengar jelas, bahkan suara Aruna yang muntah-muntah pun terdengar jelas sampai Aryan harus menyusulnya lagi. Dan ketika keduanya kembali ke tempat tidur, Aruna mendadak terlihat segar. Wajahnya kembali seperti biasa tanpa pucat sama sekali.
"Makanan pedasnya buang aja." Ujar Aryan kesal.
"Jangan, Mas. Sayang." Aruna melarangnya dengan suara yang begitu lembut. Apa kata 'sayang' itu untuk makanan atau untuk dirinya?
"Kalau gak dibuang, kamu pasti makan lagi. Kenyataannya kan lambung kamu gak kuat. Masih mending cuma mual sama pingsan sebentar, gimana kalau kamu masuk rumah sakit?" Mendengar nama tempat yang dihindarinya, Aruna langsung menghimpit pada Aryan dan dengan santainya memeluk Aryan tanpa permisi. Hal itu membuat Aryan tak bisa menahan diri lagi. Ia meraih wajah Aruna dan mendaratkan kecupan ringan di bibir Aruna yang terlihat tak memberi penolakan. Aryan kembali meraih bibir istrinya untuk memulai aktifitas mereka. Tak seperti sebelumnya, Aruna seakan menerima Aryan dengan mata terbuka. Keduanya beradu pandangan kala kebersamaan mereka. Senyum tersungging di bibir Aryan setelah Ia mendaratkan kecupan di kening sang istri. Dan malam ini pula kali pertama Aryan mencium Aruna secara bertubi-tubi. Sebelumnya Ia tak bisa menikmati kebersamaannya karena Aruna yang terus menutup mata dan seakan menghindarinya.
Setelah melepas rindu diantara keduanya, Aryan kembali memberi kecupan di kening Aruna yang kini terlelap di sampingnya. Ia memilih duduk sejenak sebelum menyusul Aruna ke alam mimpinya. Ditatapnya wajah sang istri yang terlihat berbeda malam ini. Tangannya melingkar di pinggang Aryan hingga pria itu merasa bahwa malam ini memang malam pertama yang Ia dambakan selama menikah dengan Aruna.
"Kalau aku berikan cinta, apa kamu akan berikan aku keturunan?" Gumam Aryan semakin lekat menatap wajah lugu dan manis saat terlelap itu.
...-bersambung...
gimana ya thor aruna dg Adnan
biar nangis darah suami pecundang
masak dak berani lawan
dan aku lebih S7, Aruna dg Adnan drpd dg suami pecundang, suami banci
drpd mkn ati dg Aryan, sbg istri ke 2 pula
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..