Kesalahan di masa lalu membuat Maudy memiliki seorang anak.
Seiring bertambah usia, Jeri merindukan sosok seorang ayah.
"Apa kamu mau menikah denganku?" tanya Maudy pada pria itu.
"Aku tidak mau!" tolaknya tegas.
"Kamu tahu, Jeri sangat menyukaimu!" jelas Maudy. Semua demi kebaikan dan kebahagiaan putranya, apapun akan dilakukannya.
"Aku tahu itu. Tapi, aku tidak suka mamanya!"
Akankah Maudy berhasil memberikan papa untuk Jeri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hai_Ayyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 - Selalu Ditolak
Maudy tertawa kesal dengan perkataan pria itu. Katanya tidak menyukainya.
"Jangan berpura-pura lagi! Aku tahu jika kamu berusaha sekali untuk mendekatiku dan beruntunglah aku mau menerimamu!" jelas Maudy. Roni masih sok jual mahal.
"Nona, kamu salah paham. Aku tidak pernah berniat mendekatimu!" Roni membantah tuduhan wanita itu.
"Kamu begitu menyukaiku, jadi ya sudah kita menikah saja!" Maudy membuang nafasnya. Pria modus itu masih berpura-pura juga.
Roni memijat pelipisnya. "Nona, aku tahu niat mu menikah demi Jeri. Tapi maaf, nona. Aku tidak berniat menikah denganmu!"
Maudy meniup poninya. Pria itu berani sekali menolaknya. "Jeri sangat menyukaimu, jadi ku pikir tidak masalah kita menikah!"
"Aku tidak masalah jika Jeri menyukaiku dan menganggapku sebagai papanya. Aku juga tidak masalah jika tiap minggu menemuinya. Tapi, yang jadi masalah jika menikah denganmu, nona!" Roni menjelaskan sejelas-jelasnya.
"Kenapa kamu tidak mau menikah denganku?" tanya Maudy. Ia wanita yang sangat cantik dan seksi, terlebih lagi ia juga baik hati dan tidak sombong. Kurang apa dia?
Roni menatap wajah yang menatapnya kesal. Jelas sekali wanita itu memakinya dalam hati.
"Aku sudah katakan aku tidak menyukaimu!" ini tah sudah berapa kali Roni mengatakan itu.
"Dan juga dalam pernikahan itu melibatkan hati dan perasaan. Harus ada cinta di antara pasangan, komitmen, dan kepercayaan." Roni menjelaskan kembali. Ia pernah gagal dengan pernikahan pertamanya.
"Ya sudah, kamu cintai saja aku. Aku tidak masalah." ucap Maudy.
Roni tertawa kesal, entengnya wanita itu bicara dan menyuruhnya mencintainya. Yang benar saja.
"Atau kita menikah kontrak saja. Jadi tidak perlu pakai hati dan perasaan." saran Maudy. Sekarang ia hanya memikirkan kebahagiaan putranya.
Jika Roni menikah dengannya walaupun kontrak, pria itu pasti akan tinggal bersamanya dan Jeri. Putranya akan selalu melihat papanya.
Mereka akan tinggal satu rumah, meski berbeda kamar.
Roni memijat pelipisnya, apa lagi kata wanita itu.
"Kita menikah kontrak dalam setahun. Tenang saja aku tidak akan menyentuhmu, kita juga tidak akan sekamar juga. Hanya status saja!" maudy kembali menjelaskan. Tidak ada yang perlu ditakutkan pria itu.
"Astaga, nona!" Roni mengusap wajahnya. Susah lah mendeskripsikan wanita itu.
"Nona, pernikahan itu ikatan suci. Jangan memainkan pernikahan!" Roni tidak habis pikir dengan jalan pikiran wanita itu. Sekarang berpikir untuk menikah kontrak.
Maudy mendengus. Idenya ditolak lagi oleh pria itu.
"Tadi aku ajak menikah sesuai aturan kamu menolak. Aku ajak menikah kontrak juga tidak mau. Kamu maunya apa sih, Ron?" tanya Maudy dengan nada kesal. Selalu salah saja ia di mata pria itu.
"Sekarang kamu mau menikah denganku atau tidak?" sambung Maudy kembali.
"Tidak!" jawab Roni tegas.
"Jeri ingin punya papa dan aku harus menikah denganmu!" Semua demi Jeri.
"Maaf, nona. Jika kamu ingin menikah, kamu bisa menikah dengan pria lain."
"Tapi Jeri mau yang jadi papanya itu kamu!" jika saja Jeri tidak lengket dengannya, Maudy juga tidak akan seperti ini.
"Maaf, nona. Saya tidak bisa. Saya permisi, masih banyak pekerjaan yang harus segera diselesaikan." ucap Roni menundukkan kepala sejenak lalu undur diri.
Meski Maudy itu aneh dan sangat menyebalkan, tapi dalam lingkungan kantor ia harus tetap sopan. Wanita itu masih atasannya.
"Argh!" Maudy kesal sekali.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Pak Roni, bagaimana kabar ponakan saya?" tanya Satria saat sedang makan siang bersama pria itu.
"Saya tidak punya anak, Sat. Lagian kapan saya nikah dengan kakakmu?!" kata Roni dengan kesal. Ponakan apa?
Satria terkekeh, perkataan Roni mulai mirip Maudy. Mungkinkah mereka jodoh.
"Maksud saya, Jeri. Anak sambung anda itu!" Satria membenarkan ucapannya sambil senyum-senyum. Ia paling setuju jika Roni menikah dengan Maudy.
"Saya tidak pernah menikah dengan mamanya!"
"Apa anda tidak menyukai nona Maudy?" tanya Satria kemudian. Sudah sejauh mana hubungan mereka.
"Kenapa aku harus menyukainya?"
"Nona Maudy memang kelihatan sombong dan angkuh. Tapi sebenarnya ia wanita yang sangat baik, pak." ucap Satria. Ia bisa bicara begitu, karena memang tahu Maudy baik bahkan sangat baik.
Dulu saat ia belum gajian tapi sewa kost harus segera dibayar, mau meminjam di koperasi tidak bisa karena syarat menjadi anggota minimal tiga bulan bekerja. Sedang dia masih baru, baru jalan 2 minggu.
Dengan memberanikan diri, ia menceritakan keluhannya dan Maudy langsung mengeluarkan dompet, memberikan beberapa lembar uang.
Pernah lagi saat di jalan, tepatnya di lampu merah. Seorang anak kecil mengamen di samping mobil mereka. Maudy langsung memberikan beberapa lembar uang, lalu juga menyuruh Satria berhenti di toko ayam kriuk. Membeli beberapa bungkus dan diberikan kepada anak jalanan itu.
Cover Maudy saja yang tampak sombong dan angkuh. Tapi hati wanita itu hello kitty. Apalagi pada anak kecil, mata Maudy terlihat berair saat melihat mereka.
"Aku duluan!" ucap Roni langsung bangkit dan meninggalkan Satria yang senyum-senyum tidak jelas. L
Roni berada di ruangannya, ia melihat arloji. 30 menit lagi akan ada rapat dengan dirut perusahaan ini. Pasti akan ada wakil dirut juga di sana.
Rasanya Roni bosan sekali melihat wanita itu. Ingin tidak menghadiri rapat, tapi apa alasannya. Pura-pura sakit? Tidak mungkin. Nanti beneran sakit.
Tak lama di ruang rapat, Roni bersama karyawan yang lain sedang menunggu dirut mereka.
Pintu terbuka, seketika ruangan rapat menjadi hening. Pak Agus masuk diikuti nona Maudy dan Satria.
Begitu masuk mata Maudy langsung tertuju pada pria yang begitu bersinar. Pria bersinar itu menatap ke arahnya, sudah dipastikan terpesona padanya.
Maudy pun duduk dan tersenyum tipis. Tatapannya masih melihat pria itu yang kini tidak melihat ke arahnya lagi.
Tiba-tiba Maudy mulai terbayang saat di kolam renang. Saat Roni membuka baju dan mengibaskan rambutnya.
Ia membuang nafas pelan. Seksi sekali pria itu. Ingin saja menerkamnya.
Maudy mulai menormalkan wajahnya, ia harus bersikap seperti biasa.
Rapat pun mulai berjalan. Maudy mengulum senyuman melihat pria modus itu begitu fokus. Pembawaannya tenang dan tampak dewasa.
Pantas saja Jeri begitu menyukainya. Bahkan rasanya Maudy jadi iri, karena putranya lebih menyayangi pria itu dari pada dirinya, mamanya.
'Jeri pasti senang sekali, jika Roni benar-benar jadi papanya.' Maudy menganggukkan kepala sambil melihat ke arah pria itu. Yang penting kebahagiaan Jeri.
Dan Roni merasa ada yang memperhatikannya. Dan benar saja tatapan wanita itu ke arahnya.
Ting... Maudy mengedipkan sebelah matanya.
'Astaga, apa-apaan dia?' pikir Roni merasa aneh dengan kelakuan Maudy. Ia pun mengalihkan pandangan tidak melihat ke arah wanita itu lagi.
Kini giliran Roni yang berdiri di depan anggota rapat, ia akan mempresentasikan kinerjanya.
Saat akan dimulai,
"Sayang, semangat ya!"
.
.
.