Warga kampung Cisuren digemparkan oleh kemunculan setan pocong, yang mulai berkeliaran mengganggu ketenangan Warga, bahkan yang menjadi semakin meresahkan, banyak laporan warga menyebutkan kalau Dengan hadirnya setan pocong banyak orang yang kehilangan uang. Sampai akhirnya warga pun berinisiatif untuk menyelidikinya, sampai akhirnya mereka pun menemukan hal yang sangat mengejutkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deri saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah Panik
Pov Salah
Pagi hari Suasana Kampung Cisuren terlihat begitu cerah, matahari menyorot dari upuk Timur cahayanya menyebar menerangi Buana disambut dengan gemericitnya suara burung dan kokokan suara ayam jago yang berkokok. aku dan istri sedang berkumpul di dapur api yang berada ditungku masih hidup, suara air mendidih di dalam seeng terdengar begitu khas. aku menikmati pagi itu dengan duduk bersila menghadapi segelas kopi yang baru terlihat masih mengepul.
"Jamin, Yaman. nanti kalau pergi ke sawah kalian periksa pematangnya, takut ada yang rusak, takut ada air yang bocor digali kepiting. satu lagi yang paling penting, buat api di saung supaya ada kehangatan." Ujarku mulai mengatur rencana untuk kedua anakku.
"Emang Bapak mau ke mana hari ini?" tanya Jamin sambil melirik ke arahku.
"Bapak mau menemui Mang saria, mau menanyakan kepastian gadaian sawah. kalau masih berminat nanti kita akan gadai sawahnya untuk menambah nambah penghasilan, nanti keuntungannya kita gunakan untuk membeli kerbau lagi."
"Makanya kalian berdua harus lebih giat belajar taninya! nanti kita akan menambah lagi garapan, meski belum mampu membeli Minimal kita bisa menggadai Supaya kehidupan kita bisa lebih maju. Timpal Sari istriku wajahnya terlihat sumringah merasa bahagia dengan kehidupan yang sedang kami jalani.
Mendengar Bapaknya mau menambah garapan, terlihat kedua anakku mengulum senyum merasa bahagia dengan sawah yang akan bertambah. setelah mengobrol sebentar akhirnya mereka pun berpamitan untuk pergi ke sawah mengecek air, mengecek padi, Siapa tahu saja terkena hama diantar oleh tatapan ibunya yang tersenyum puas karena sudah bisa mendidik anaknya menjadi anak yang rajin bekerja, begitu juga denganku yang mengulum senyum merasakan hal yang sama dirasakan oleh istriku.
"Ambil uangnya! Bapak mau bawa sekalian. Nanti kalau sudah sepakat Bapak akan langsung menggadai sawah Jang Saria." ujarku yang tidak sabar ingin segera menyelesaikan niat yang sudah beberapa minggu dipikirkan.
"Apa aku harus ikut?"
"Bapak rasa tidak harus, karena dengan hadirnya bapak sendiri itu juga sudah cukup, sudah mewakili seluruh keluarga kita."
"Ya sudah sebentar aku ambilkan dulu, Tapi kalau bisa Harganya jangan segitu. meskipun menggadai dan uangnya akan kembali, kita juga masih butuh untuk tabungan kehidupan kedepannya, apalagi keadaan sekarang yang sedang sulit." ujarnya sambil bangkit dari tempat duduk kemudian pergi ke kamar hendak mengambil uang yang tadi malam.
Aku mengambil gelas yang masih terisi oleh kopi, kemudian menyeruputnya begitu nikmat, ditemani sebatang rokok sisa kemarin. Menunggu dengan sabar kedatangan istriku.
Namun beberapa saat menunggu istriku tidak kunjung datang, terdengar suara berisik dari arah kamar membuatku mengerutkan dahi tidak mengerti dengan apa yang sedang dilakukan, seperti ada orang yang sedang bertengkar.
"Kang salah, Kang Salah.....!" tiba-tiba terdengar suara Istriku yang berteriak dari tengah rumah.
"Ada apa pagi-pagi kenapa sudah berteriak-teriak?" jawabku yang masih tetap tenang menikmati nikmatnya kopi.
"Akang buruan ke sini, buruan......!" teriaknya dengan suara yang terdengar gugup.
Aku Yang penasaran membangkitkan tubuh dengan malas, kemudian menarik otot-otot yang terasa kaku. Setelah lama duduk lalu berjalan menuju ke arah Tengah rumah, langsung menuju ke kamar. mataku tiba-tiba membulat sempurna, Mulutku sedikit menganga merasa terkejut melihat baju yang sudah berserakan di atas lantai, sedangkan lemari sudah kosong.
"Kenapa pagi-pagi kamu sudah membongkar pakaian?" Tanyaku yang masih merasa heran.
"Uang kita hilang kang, hilang....!" jawabnya dengan wajah yang sendu air mata mengalir membasahi pipi.
"Hilang ke mana, Dari tadi subuh tidak ada orang yang masuk ke kamar kecuali kita berdua, ditambah lagi lemari masih dalam keadaan terkunci bukan?"
"Iya benar, lemarinya terkunci tapi uang kita hilangkan tidak ada."
"Mungkin terselip, Coba kamu cari sekali lagi. uang itu sangat banyak dan tumpukannya lumayan tebal, bukan uang 100.000 perak." ujarku yang masih belum percaya.
Istriku mulai mengacak-ngacak kembali pakaian yang sudah berserakan lebih teliti dibandingkan yang tadi. Bahkan aku yang tidak tega mulai membantunya, Namun sayang uang yang hilang tidak ditemukan. aku mulai merasa kaget mataku membulat dengan sempurna, wajahku memerah, gigi mengkerat.
"Pergi ke mana uang kita, Emangnya tadi malam kamu simpan di mana, Kenapa sampai bisa hilang?"
"Tadi malam aku simpan di sini! Iya benar di sini!" jawab Sari sambil menunjuk ke ambalan Tengah, dia semakin gugup wajahnya terlihat pucat.
Untuk sementara waktu, aku dan Sari terdiam menatap ke arah lemari. uang yang sangat banyak hasil dari bekerja keras sekarang hanya tinggal namanya, menghilang tanpa jejak. tubuhku terasa lemas akhirnya aku pun duduk di atas tepian ranjang tidak berbicara menetapkan ke arah Istriku yang sedang menangis, merasa sedih uang hasil bekerja dari pagi sampai sore, kaki dijadikan kepala kepala dijadikan kaki, tidak siang tidak malam sekarang hasilnya menghilang entah ke mana?
"Bapak....! kita harus bagaimana sekarang Pak? jangan diam! uang kita ke mana Bapak?" tanya istriku sambil melirik, matanya sebab tidak mampu menghentikan air yang mengalir membasahi pipinya.
Aku tidak menjawab, hanya bisa menelan air ludah tidak tahu harus berbuat apa. mau menyalahkan, menyalahkan siapa? karena aku menyaksikan sendiri uang Itu disimpan dimasukkan ke dalam lemari dan dari waktu itu belum ada orang yang masuk ke kamar kecuali kami berdua. jangankan orang lain kedua anakku pun tidak pernah masuk ke kamar.
Lama-kelamaan akhirnya aku pun tersadar, bangkit berdiri kemudian berbicara. "baju yang berserakan tolong dirapikan kembali! Bapak mau menemui Pak RT."
"Mau apa pergi ke Pak RT?"
"Bapak mau membuat laporan, Siapa tahu saja ada manfaatnya. kita tinggal di kampung ada pemerintah yang memiliki aturan, kalau terjadi sesuatu sewajarnya kita membuat laporan kepada ketua Kampung, minimal laporan kepada ketua RT."
"Ya sudah, sana pergi!"
Aku turun dari rumah dengan membawa hati yang dipenuhi oleh kekecewaan, namun aku menguatkan diri supaya tetap sabar ketika menghadapi cobaan yang begitu berat. aku terus berjalan menuju rumah pak RT yang tidak terlalu jauh karena masih berada di Gang yang sama, tak lama diantaranya aku pun sampai ke rumah Beruntung aku datang dengan cepat, karena Pak RT sudah terlihat untuk pergi dengan cangkul di pundaknya, Mungkin dia mau pergi ke sawah ataupun kebun juga.
"Assalamualaikum!" ujarku mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh. Eh ada mang Salah, Ada apa Mang pagi-pagi sudah datang ke rumah? ayo masuk Mang!" Jawab Pak RT sambil mengulurkan tangan mengajakku bersalaman.
Setelah bersalaman akupun mengikuti pak RT yang naik ke teras yang lumayan luas, kemudian duduk di kursi ditatap oleh Pak RT, mungkin merasa heran kenapa wajahku terlihat bersedih.
"Ada apa Mang?" tanya Pak RT layaknya orang tua yang sedang menghadapi anaknya.
"Mohon maaf kalau kedatangan saya mengganggu Pak RT yang anda pergi ke sawah, karena saya ada keperluan yang sangat penting sekali lagi saya mohon maaf."
"Tidak apa-apa, kalau keganggu sedikit itu sudah menjadi tugas saya sebagai seorang RT. silakan ceritakan Apa keperluan Mamang terhadap saya?" jawab Pak RT yang terlihat semakin penasaran.
"Maksud dan tujuan saya menemui Pak RT, Saya ingin membuat laporan saya kehilangan uang sebesar 30 juta tadi malam. saya yakin uang itu masih ada namun barusan ketika istri Saya hendak mengambilnya uang itu menghilang seketika." jawabku langsung ke pokok permasalahan.
"Ya Allah kehilangan uang kapan?"
"Ketahuannya barusan Pak RT."
"Memangnya menyimpan uang di mana tempatnya?"
"Di lemari, di ambalan yang tengah, di bawah tumpukan baju. namun barusan ketika mau diambil uang itu sudah menghilang."
"Apa lemarinya masih terkunci?"
"Masih Pak RT?"
Mendengar penjelasanku, Pak RT terdiam mungkin merasa aneh dengan kejadian yang menimpa keluargaku. lumayan agak lama dia tidak berbicara aku tetap membiarkannya Siapa tahu saja uang yang hilang ada titik terang.
"Mana Salah, Aku penasaran dengan tempat kejadian perkara. kalau begitu kita pergi ke rumah Mang salah untuk mengecek kejadian sebenarnya seperti apa?"
"Baik Pak RT?"
Tidak ada pembicaraan lagi kami berdua pun bangkit dari tempat duduk, kemudian berjalan menuju ke rumahku untuk membuktikan kebenaran berita yang aku laporkan.