"Tlembuk" kisah tentang Lily, seorang perempuan muda yang bekerja di pasar malam Kedung Mulyo. Di tengah kesepian dan kesulitan hidup setelah kehilangan ayah dan merawat ibunya yang sakit, Lily menjalani hari-harinya dengan penuh harapan dan keputusasaan. Dalam pertemuannya dengan Rojali, seorang pelanggan setia, ia berbagi cerita tentang kehidupannya yang sulit, berjuang mencari cahaya di balik lorong gelap kehidupannya. Dengan latar belakang pasar malam yang ramai, "Tlembuk" mengeksplorasi tema perjuangan, harapan, dan pencarian jati diri di tengah tekanan hidup yang menghimpit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9: Mulutnya Bau Bacin
Setelah sampai di kelas memasak. Saat menyiapkan diri, Lily melihat Dinda menguap lebar, mulutnya menganga seperti gorong-gorong.
“Dinda, kamu ngapain sih? Nafas kamu bau bacin!” Lily berkomentar sambil menahan senyum.
“Ah, aku baru bangun tidur. Maaf ya,” Dinda menjawab dengan cengiran, masih merasa setengah mengantuk.
Lily tertawa. “Ya sudah, kita beli permen mint dulu sebelum berangkat, biar segar!”
Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan menuju lokasi kelas. Saat sampai, aroma segar dari berbagai bahan makanan langsung menyambut mereka. Ruangan itu dipenuhi oleh berbagai peserta yang tampak bersemangat, siap untuk belajar.
“Selamat datang di kelas memasak! Hari ini kita akan belajar beberapa resep dasar dan kemudian berlanjut ke masakan yang lebih kompleks,” ujar chef pengajar dengan suara tegas, memberikan semangat kepada semua peserta.
Lily dan Dinda mencari tempat di barisan paling depan, agar bisa melihat dengan jelas semua yang akan diajarkan. Saat chef mulai menjelaskan, Lily memperhatikan setiap detail, sementara Dinda sesekali mencuri pandang ke peserta lainnya.
“Gimana kalau kita masak pasta? Aku pengen belajar bikin spaghetti bolognese yang enak!” kata Lily dengan semangat.
Dinda mengangguk. “Iya, dan setelah itu kita bisa bikin kue juga! Kue cokelat pasti enak untuk dibawa pulang!”
Chef mulai menjelaskan resep, dan Lily dan Dinda ikut berpartisipasi. Mereka mulai memotong bawang, mencincang tomat, dan meracik bumbu dengan penuh perhatian. Dinda tidak bisa menahan tawa saat mengingat pernyataannya sebelumnya.
“Bau bacin aku udah ilang kan, Lily?” Dinda berkelakar sambil mengelus perutnya.
“Ya, asal kamu jangan ngantuk lagi!” jawab Lily, tertawa.
Saat mereka memasak, suasana kelas menjadi semakin meriah. Peserta lain juga tidak kalah semangat, dan tawa serta obrolan pun mengisi ruangan. Dinda tidak ketinggalan untuk mengajak teman baru yang duduk di sebelahnya untuk bergabung dalam keseruan.
“Eh, kamu mau ikut masak bareng kami? Kita bisa bikin makanan enak!” Dinda mengajak salah satu peserta laki-laki.
Laki-laki itu tersenyum. “Tentu! Semakin banyak teman, semakin seru, kan?”
Setelah beberapa saat, pasta dan saus bolognese yang mereka buat pun siap disajikan. Lily dan Dinda saling beradu pandang, merasakan kepuasan karena berhasil membuat masakan yang lezat.
“Sekarang kita bisa mencicipi hasil masakan kita,” kata chef dengan bangga.
Mereka semua berbaris untuk mencicipi pasta yang mereka buat. Lily merasakan rasa tomat yang segar dan bumbu yang pas. “Wow, ini enak banget! Kita harus bikin ini lagi di rumah!” serunya.
“Benar, ini pasti akan jadi favorit kita,” Dinda menambahkan, terlihat senang.
Setelah sesi memasak selesai, mereka berkumpul untuk berbagi pengalaman. “Gimana kalau kita bikin video masak-masak di YouTube setelah ini? Mungkin bisa viral, ya?” Dinda mengusulkan dengan mata berbinar.
“Bagus tuh! Kita bisa tunjukkan cara kita masak dan mengundang orang untuk ikut kelas,” jawab Lily, semakin bersemangat.
Sebelum mereka meninggalkan tempat kelas memasak, chef memberikan mereka sertifikat kecil sebagai tanda keikutsertaan. “Selamat! Kalian sudah belajar membuat pasta yang enak. Semoga kalian terus memasak dan bereksperimen dengan resep baru,” katanya.
“Terima kasih, chef! Kami akan terus berlatih!” seru Lily dan Dinda bersamaan, sambil melambai sebelum keluar dari ruangan.
Mereka keluar dengan senyum lebar di wajah mereka, siap untuk melanjutkan petualangan selanjutnya, entah itu di dapur atau di bar malam nanti.
Setelah menyelesaikan kelas memasak, Lily dan Dinda melangkah keluar dengan penuh semangat. Di luar, matahari bersinar cerah, dan suasana di sekeliling mereka sangat hidup. Banyak orang berlalu lalang, dan tidak jarang Lily dan Dinda menjadi pusat perhatian.
“Lihat, Dinda! Cowok-cowok di sini pada melirik kita,” ujar Lily sambil menunjuk ke sekelompok laki-laki yang sedang duduk di dekat kafe. Mereka tampak tidak bisa mengalihkan pandangan dari kedua gadis tersebut.
Dinda tertawa kecil, “Ya, maklum saja, kan kita berdua tlembuk. Gak heran kalau mereka pada ngeh.”
Mereka berdua mengenakan pakaian yang cukup menarik perhatian. Lily dengan kaos ketat yang menonjolkan bentuk tubuhnya, sedangkan Dinda mengenakan dress mini yang membingkai sosoknya dengan sempurna. Keduanya sangat menyadari daya tarik mereka dan tidak ragu untuk memanfaatkannya.
“Hey, cantik! Mau nongkrong bareng?” salah satu dari cowok itu berteriak sambil melambaikan tangan.
Dinda tersenyum dan mengedipkan mata, “Nggak, makasih! Kita lagi pengen berdua dulu!”
Lily menahan tawa. “Tapi kalau mereka mau traktir kita, bisa saja kita pertimbangkan, kan?”
Mereka melanjutkan langkah sambil berbincang dan sesekali melihat kembali ke arah cowok-cowok itu, yang masih memandang dengan antusias. Tidak jarang, beberapa dari mereka berusaha mendekati untuk mengajak bicara.
“Gimana kalau kita mampir ke kafe? Bisa aja dapet yang enak sambil ditemani mata-mata ganteng,” usul Dinda.
“Bisa juga! Sekalian kita cari yang mau traktir,” jawab Lily sambil melirik ke arah salah satu cowok yang tampak menarik perhatian.
Begitu mereka masuk ke kafe, suasana semakin meriah. Lily dan Dinda langsung menarik perhatian para pengunjung lainnya. Mereka memilih tempat duduk di dekat jendela, sehingga bisa melihat ke luar dengan jelas.
“Lihat! Mereka masih ngelirik kita,” Dinda berbisik, menunjuk ke arah cowok-cowok yang tadi.
“Gak bisa dipungkiri deh, kita emang hot!” Lily menjawab sambil tersenyum bangga.
Setelah memesan minuman, mereka mulai berbincang tentang kelas memasak yang baru saja mereka ikuti. Namun, pikiran mereka tidak bisa lepas dari perhatian yang mereka dapatkan dari para cowok di luar.
“Kalau kita jadi terkenal di YouTube, pasti makin banyak yang ngelirik kita,” Dinda berkomentar.
“Bener! Kita harus pinter-pinter bikin konten yang menarik,” tambah Lily, sambil tersenyum lebar.
Sambil menunggu pesanan, Dinda iseng mengajak salah satu cowok yang duduk di meja sebelah. “Eh, kamu mau minum bareng kita?”
Cowok itu terlihat terkejut namun langsung tersenyum. “Tentu saja! Nama saya Ardi. Senang bisa kenalan sama kalian berdua.”
Lily dan Dinda saling berpandangan sambil tersenyum. “Kita Lily dan Dinda. Senang juga kenalan,” kata Lily, menjulurkan tangan untuk bersalaman.
Obrolan pun mengalir dengan cepat. Ardi terlihat senang bisa berada di antara mereka, dan Dinda terlihat sangat menikmati perhatian yang diberikan.
Lily menyadari, pertemuan seperti ini selalu membawa warna baru dalam hidupnya. “Dinda, sepertinya kita akan mendapatkan lebih banyak teman baru hari ini.”
Dinda mengangguk setuju, “Ya, ini baru permulaan. Kita harus lebih sering keluar dan cari pengalaman baru!”
Saat minuman mereka tiba, suasana semakin meriah. Lily dan Dinda merasakan energi positif yang mengalir dari interaksi baru ini. Momen-momen kecil seperti ini selalu memberikan semangat dan kebahagiaan, dan mereka siap untuk menjalani hari-hari berikutnya dengan lebih berwarna.