Pesugihan Siluman Pocong

Pesugihan Siluman Pocong

Ada Pasar Malam

"Dung, kapan orang tuamu akan mendapatkan musang lagi?" tanya sahabatku yang bernama Amin, dia bertanya seperti itu karena orang tuaku sudah terkenal di kampung Cisuren sebagai pemburu yang begitu handal.

"Di hutan sudah tidak ada musang, mereka sudah pindah ke kota, dipelihara oleh orang-orang kaya." jawabku sekenanya sambil mengulum senyum. di dalam hidupku Tidak ada kesedihan, Meski aku berada dalam keluarga yang biasa-biasa saja.

"Aku butuh dagingnya untuk obat tradisional."

"Dirumah kebetulan Nggak ada Daging musang, Bagaimana kalau daging monyet?" jawabku memberikan saran.

"Lah kamu suka Tidak jelas kalau berbicara. orang butuh Daging musang, ini malah dikasih daging monyet. ya beda khasiatnya lah!" jawab Amin dengan sedikit mendengus.

"Iya benar pasti beda khasiatnya, Lagian daging monyet juga tidak ada. bagaimana kalau dengan daging cecunguk?" jawabku sambil mengulum senyum.

"Sudah ah kamu diajak berbicara serius malah jawabannya semakin ngelantur. mendingan Ayo kita berangkat!" jawab Amin sambil bangkit dari jongkoknya, kemudian dia membetulkan baju yang terlihat kusut.

"Ayu ke mana nih?" Tanyaku sambil menatap heran ke arah orang yang masih merapikan tubuhnya, bahkan rambutnya disisir menggunakan jari-jari tangan.

"Emangnya kamu belum tahu kalau malam ini ada Korsel, atau pasar malam kalau menurut orang kota, di kampung Tetangga."

"Emang mereka jadi, membuka lapak di kampung Jelegong?" jawabku sambil ikut bangkit, merasa tertarik dengan berita yang disampaikan.

"Pantas saja kamu masih memakai sarung, berarti kamu tidak mengetahui kalau di Jelegong ada pasar malam. bahkan menurut selentingan kabar ada acara dangdut segala,  yang artisnya juara 2 dari audisi yang berada di TV. pasti acaranya akan sangat seru." jawab Amir sambil mengulum senyum karena dia sering banyak bohongnya.

"Yang bener kalau kamu bicara Min?"

"Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa tanya sama si Ajo!" jawabnya sambil menunjuk Ajo yang masih berjongkok sambil menghisap rokok.

"Apa itu benar Jo?"

"Benarlah Dung, kalau kamu mau ikut nonton sekarang cepetan kamu ganti baju. masa Pemuda yang gagah dan pemberani mau berpenampilan seperti ini? masih menggunakan samping sarung seperti orang yang baru disunat." jawab Ajo dengan sedikit meledek.

"Kamu kalau meledek itu suka kebangetan Jo! walau Bagaimanapun aku ini Santri nggak seperti kamu yang tidak pernah."

"Tidak pernah apa Dung?" Ajo memutus pembicaraan.

"Kamu tidak pernah mandi."

"Lah kalau ngomong itu benar-benar suka ngelantur, kamu benar-benar tidak jelas Dudung. mendingan daripada kamu nyerocos tidak ada makna, sekarang kamu pakai celana!"

"Gabah kalau ngomong! walaupun aku pakai sarung aku tetap memakai celana. tidak seperti Si Enong." jawabku sambil menunjuk salah satu perempuan yang sedang berdiri dengan perempuan lainnya.

Plak!

"Apa yang kamu bilang Kudung! Kalau ngomong itu jangan asal nguap. Kata siapa aku tidak pakai celana, walaupun aku pakai rok tapi aku memakai celana." Sahut Enong yang tidak terima.

Wanita itu terlihat sangat marah, Bahkan dia bertolak pinggang karena tetanggaku yang satu ini memang agak tomboy dan pemberani tidak ada sedikitpun ke anggunan di dalam tubuhnya.

"Yah menurutku lah, kalau beneran memakai celana, Coba angkat rokmu sekarang!"

"Kurang ajar!" jawabnya sambil mengangkat tangan hendak memukulku lagi, namun dengan segera aku pun menjauh takut mendapat Serangan yang kedua kalinya.

Semua orang yang berada di jalan yang sudah bersiap-siap hendak menonton acara pasar malam, Mereka pun tertawa terpingkal-pingkal. Meski aku jarang melucu tapi mereka sangat antusias mengajakku untuk bergabung dengan mereka karena bisa menambah keceriaan.

Aku pun berpamitan untuk pulang ke rumah terlebih dahulu, mengganti baju sebagaimana orang-orang yang akan menghadiri acara hiburan di kampung. meninggalkan teman-temanku yang kembali asik berbicara sambil diselingi dengan canda tawa, namun ada pula yang terdiam sambil menikmati rok0knya, menimbulkan cahaya kemerahan seperti kunang-kunang yang sedang terbang.

Suara anjing tanah dan jangkrik semakin terdengar bising, di teras teras rumah terdengar suara orang yang sedang mengobrol, namun tak jarang terdengar suara tertawa terbahak-bahak Mungkin obrolan mereka ada yang terasa lucu.

Setelah aku sampai ke rumah, dengan segera aku pun mengganti sarungku dengan celana jeans panjang lengkap dengan kemejanya. tak lupa aku pun menyemprotkan minyak wangi, Siapa tahu saja nanti di tempat hiburan aku bisa bertemu dengan wanita yang mau diajak pulang.

"Mau ke mana kamu Dung? kelihatannya sangat sibuk sekali?" tanya suara seorang laki-laki dari arah pintu kamar sehingga aku pun menengok ke arah datangnya suara, ternyata itu adalah bapakku yang bernama Sukarmin.

"Mau main Pak sama teman-teman, mau nonton pasar malam yang katanya ada dangdutnya. bapak punya duit apa nggak, Mintalah buat jajan di sana." jawabku sambil mengencangkan ikat pinggang.

"Lah kamu itu sudah besar pula, masih minta sama orang tua. kalau kamu mau uang kerja dong kayak orang lain."

"Kapan Dudung mau kerja Pak? Kan setiap hari harus membantu bapak di sawah, di kebun, ngambil rumput, cari kayu bakar. dari mana aku dapat uang. Kalau kayak orang lain pergi mencari pekerjaan ke kota, mungkin aku sudah bisa kerja di pabrik atau dagang atau kuli bangunan. apapun itu yang terpenting bisa menghasilkan uang." jawabku yang tidak kalah berbicara, karena memang benar teman teman sebayaku sudah keluar dari kampung untuk mencari pekerjaan di Kota sehingga mereka sudah bisa menghasilkan uang sendiri, berbeda denganku yang dulu pernah meminta izin namun tidak diperbolehkan.

"Dung...., jawabanmu sangat benar. bapak bisa mengerti dengan apa yang kamu inginkan. namun maksud bapak, kenapa Bapak tidak memperbolehkan kamu bekerja ke kota? bukan tidak boleh bekerja, bukan melarang memiliki uang. namun di kampung kita juga pekerjaan itu tidak akan kurang, asal rajin dan mau berinovasi. kita itu orang kecil harus bisa sadar diri, Bapak takut kalau kamu pergi mencari kerja ke kota, Mending kalau kamu bertemu dengan kebahagiaan. Bagaimana kalau kamu bertemu dengan kesialan? sehingga ketika kamu pulang lagi ke kampung, kamu tidak mampu bekerja kasar seperti Kebanyakan warga di sini yang bermata pencaharian di pertanian. sehingga timbullah rasa beras karena sudah kebiasaan hidup di kota yang biasa mendapat uang dengan mudah. makanya Bapak memberikan pelajaran terhadapmu untuk bekerja membantu bapak, supaya kamu terbiasa hidup di kampung. namun Meskipun banyak pekerjaan, kita Jarang bertemu dengan uang. Karena kalau mengandalkan hasil pertanian minimal 40 hari sekali baru kita bisa panen, bahkan ada yang satu tahun sekali, namun kalau lagi beruntung itu bisa menutup kehidupan kita selama setahun bahkan lebih banyak." begitulah kata bapakku yang memegang teguh bahwa bertani itu tidak kalah dengan bekerja di kota.

Aku tidak berbicara lagi, aku mengambil jaket yang tergantung di Paku yang berada di dinding yang terbuat dari papan. kemudian aku keluar dari kamar namun sebelum pergi aku membalikkan tubuh kemudian menatap ke arah bapak.

"Ada apa lagi Dung?"

"Kalau tidak punya uang yang gede, Dudung minta Rp100.000 aja Pak."

"Waduh...., kamu kalau minta itu tidak bisa ditolak." jawab bapakku yang terlihat mengalah, Dia terlihat memeriksa seluruh kantong baju kokoknya namun tidak menemukan apa-apa.

Dia menarik sarung yang dikenakan, kemudian mengambil dompet tembakau dari kantong sontognya, lalu membuka isinya, terlihatlah ada uang berwarna Ungu.

"Nih segini juga cukup kali!" ujar Bapak sambil memberikan uang itu kepadaku.

"Lah, Bapak gimana sih! aku minta 100.000 malah dikasih Rp10.000. Uang segini hanya cukup untuk jajan anak SD?"

"Asal kamu tahu Dudung, asalnya uang itu Rp100.000. namun kelamaan disimpan warnanya berubah menjadi keunguan." jawab orang tuaku sambil mengulum senyum.

"Banyak alasan, kalau tidak punya duit jujur aja bilang tidak punya duit Pak!"

"Hehehe, iya benar bapak sedang tidak punya uang." jawab bapak yang terlihat tidak ada sedikitpun raut kesedihan dengan kehidupan yang sedang dialami, Padahal kehidupan kita sangatlah susah dalam masalah uang. namun kalau dalam masalah makanan kita yang hidup sebagai petani tidak kekurangan sedikitpun.

Aku mengambil uang pemberian itu kemudian dimasukkan ke dalam kantong celana, meski hati sedikit kecewa namun aku yakin kalau bapak memiliki uang yang lebih pasti dia tidak akan pelit karena mereka benar-benar menyayangiku.

Setelah itu aku pun mengambil tangan orang tuaku yang telapaknya terasa kasar, kemudian menciumnya dengan penuh hormat. tanpa berbicara lagi aku pun turun dari rumah untuk menemui teman-temanku yang sudah lama menunggu.

Episodes
1 Ada Pasar Malam
2 Menuju Tempat Hiburan
3 Pasar Malam
4 Dicegat Setan Pocong
5 Melawan
6 Melawan
7 Ditolong Warga Kampung
8 Mengganggu Ketenangan Warga
9 Setan Atau Siluman
10 Kehidupan Sukarmin
11 Berburu
12 Terkecoh
13 Buruan Menghilang
14 Dimiliki Macan Tutul
15 Merebut Kembali
16 Anjing Jadi Korban
17 Semakin Sengit
18 Dua Hewan Buruan
19 Tidak Enak Perasaan
20 Ada Tamu Tak Diundang
21 Mahluk Hitam
22 Sukarmin Menghilang
23 Pencarian Sukarmin
24 Sangat Mengkhawatirkan
25 Tertolong
26 Setan Pocong Berkeliaran
27 Dudung ingin Menakap Setan Pocong
28 Rasa Penasaran Sukarmin
29 Menggantikan Tugas Bapak
30 Mahluk Putih
31 Memantau
32 Salah Panik
33 Uang Hilang
34 Diluar Batas Kemampuan Ronda
35 Kesaksian Dudung
36 Rencana Dudung
37 Kehidupan Rara
38 Tamu Tak Tau Malu
39 Diusir
40 Ngeronda Setan Pocong
41 Tugas Dan Janji
42 Berburu Setan Pocong
43 Dudung Menangkap Pocong
44 Lepas Lagi
45 Sakit Juragan Badru
46 Dudung Di ancam
47 Syarat Berat
48 Pekerjaan Ayah Rara
49 Beban Dudung
50 Sampai Sakit
51 Dudu Jujur
52 Musyawarah
53 Keputusan
54 Jaya Bertamu
55 Dudung Melamar
56 Ditolak dan dicampakkan
57 Wak Jaya
58 Rencana Dibuat
59 Menunggu Uang Hilang
60 Biarkan Rencanya Berjalan
61 Akhirnya Kena Juga
62 Mengembalikan Sisa Uang
63 Terkuak
64 Juragan Pocong
65 Aki Gayatri
66 Penjelasan mahluk Yang Menyerang Sukarmin
67 Penangkal Makhluk Halus
68 Ilmu Yang Sangat Bermanfaat
69 Ilmu Dasar
70 Ujian Pertama
71 Negara Gilang Brata
72 Jadi Tamu Kehormatan
73 Janji Raja Suganda
74 Keinginan Yang Besar
75 Kerajaan Leweung Poek
76 Sambutan Kurang Baik
77 Meladeni Tantangan
78 Pertarungan Sengit
79 Permintaan Maaf Dudung
80 Penangkapan Kelok Hideung
81 Tugas selesai
82 Badru Tamam
83 Rencana Badru Tamam
84 Kesediaan Rara
85 Jaya Dipanggil
86 Tumbal
87 Mencari Penangkal
88 Berserah Diri
89 Baju Aneh
90 Penasaran
91 Siluman Pocong
92 Yani Sangat Ketakutan
93 Rara Terkejut
94 Sangat Mengkhawatirkan
95 Siluman Pocong Datang
96 Kabur berhamburan
97 Rara menemani Yani
98 Tak tega
99 Mencari Rara
100 Meresahkan
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Ada Pasar Malam
2
Menuju Tempat Hiburan
3
Pasar Malam
4
Dicegat Setan Pocong
5
Melawan
6
Melawan
7
Ditolong Warga Kampung
8
Mengganggu Ketenangan Warga
9
Setan Atau Siluman
10
Kehidupan Sukarmin
11
Berburu
12
Terkecoh
13
Buruan Menghilang
14
Dimiliki Macan Tutul
15
Merebut Kembali
16
Anjing Jadi Korban
17
Semakin Sengit
18
Dua Hewan Buruan
19
Tidak Enak Perasaan
20
Ada Tamu Tak Diundang
21
Mahluk Hitam
22
Sukarmin Menghilang
23
Pencarian Sukarmin
24
Sangat Mengkhawatirkan
25
Tertolong
26
Setan Pocong Berkeliaran
27
Dudung ingin Menakap Setan Pocong
28
Rasa Penasaran Sukarmin
29
Menggantikan Tugas Bapak
30
Mahluk Putih
31
Memantau
32
Salah Panik
33
Uang Hilang
34
Diluar Batas Kemampuan Ronda
35
Kesaksian Dudung
36
Rencana Dudung
37
Kehidupan Rara
38
Tamu Tak Tau Malu
39
Diusir
40
Ngeronda Setan Pocong
41
Tugas Dan Janji
42
Berburu Setan Pocong
43
Dudung Menangkap Pocong
44
Lepas Lagi
45
Sakit Juragan Badru
46
Dudung Di ancam
47
Syarat Berat
48
Pekerjaan Ayah Rara
49
Beban Dudung
50
Sampai Sakit
51
Dudu Jujur
52
Musyawarah
53
Keputusan
54
Jaya Bertamu
55
Dudung Melamar
56
Ditolak dan dicampakkan
57
Wak Jaya
58
Rencana Dibuat
59
Menunggu Uang Hilang
60
Biarkan Rencanya Berjalan
61
Akhirnya Kena Juga
62
Mengembalikan Sisa Uang
63
Terkuak
64
Juragan Pocong
65
Aki Gayatri
66
Penjelasan mahluk Yang Menyerang Sukarmin
67
Penangkal Makhluk Halus
68
Ilmu Yang Sangat Bermanfaat
69
Ilmu Dasar
70
Ujian Pertama
71
Negara Gilang Brata
72
Jadi Tamu Kehormatan
73
Janji Raja Suganda
74
Keinginan Yang Besar
75
Kerajaan Leweung Poek
76
Sambutan Kurang Baik
77
Meladeni Tantangan
78
Pertarungan Sengit
79
Permintaan Maaf Dudung
80
Penangkapan Kelok Hideung
81
Tugas selesai
82
Badru Tamam
83
Rencana Badru Tamam
84
Kesediaan Rara
85
Jaya Dipanggil
86
Tumbal
87
Mencari Penangkal
88
Berserah Diri
89
Baju Aneh
90
Penasaran
91
Siluman Pocong
92
Yani Sangat Ketakutan
93
Rara Terkejut
94
Sangat Mengkhawatirkan
95
Siluman Pocong Datang
96
Kabur berhamburan
97
Rara menemani Yani
98
Tak tega
99
Mencari Rara
100
Meresahkan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!