Cahaya Airin, istri yang tak diinginkan oleh suaminya. Rasa sakit hati kala sang suami terus menghinanya membuat air matanya terus berjatuhan.
Hingga suatu hari gadis yang biasa di panggil Aya itu mencoba merubah penampilannya untuk mendapatkan hati suaminya.
Apakah Aya akan berhasil membuat suaminya mencintainya?
Selamat membaca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rima Andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Seharian ini, Bryan terus saja mengerjai istrinya. Dengan teganya Bryan menyuruh Aya untuk mengerjakan banyak tumpukan berkas.
Belum selesai dengan perintah Bryan menyelesaikan pekerjaannya, Aya kembali di buat kesal karena Bryan menyuruhnya untuk melakukan ini itu yang membuat tenaga Aya sangat terforsir.
Dengan lesu Aya keluar dari ruangan Bryan, Ia sungguh merasa sangat lelah sekali. Di dalam sana, Bryan tengah menyuruhnya untuk membersihkan seluruh ruangannya hingga berkali-kali.
Ingin sekali Aya menarik rambut suaminya itu untuk meluapkan kekesalannya. Namun Aya bukan tipikal orang yang suka mengingkari janjinya. Seberat apapun yang ia rasakan saat ini. Aya tetap akan melakukannya, karena ia tengah berjanji waktu itu.
Dengan lesunya Aya mendudukkan dirinya di kursi kerjanya. Pandangannya mengarah pada banyaknya tumpukan pekerjaan di depannya.
"Pria itu sungguh membuatku kesal dan sangat lelah hari ini. Dan lihatlah semua pekerjaan ini, mungkin Aku tidak akan pulang malam ini untuk menyelesaikan semua ini," ucap Aya mendesah pelan.
Aya pun mulai mengerjakan tumpukan pekerjaan yang di berikan oleh suaminya itu.
Hingga tiba saatnya untuk pulang pun, tumpukan pekerjaan itu baru selesai separuhnya saja.
"Sepertinya aku benar-benar tidak akan pulang malam ini," gumamnya. "Aaaah... Aku sangat lapar," ucapnya seraya memegangi perutnya.
Namun Aya terkejut saat tiba-tiba saja ada tangan seseorang yang telah meletakkan makanan dan minuman di samping tumpukan pekerjaan itu.
Aya pun nampak tersenyum, wajahnya mendongak menatap siapa orang yang telah meletakkan makanan itu.
"Iyan?, Kau belum pulang?. Kau sangat pengertian, perutku ini sudah meronta meminta amunisi. Dan lihatlah sekarang, Kau datang membawa amunisi untuk perutku yang kelaparan ini," ucap Aya dengan tangan yang sudah membuka bungkus burger pemberian Adrian.
"Aku sebenarnya tadi menunggu mu pulang Aya. Tapi Yana bilang tadi katanya Kau sedang banyak pekerjaan. Jadi Aku pikir Aku akan membantumu, dan Aku juga tahu bahwa kau pasti sudah sangat lapar. Dan sekarang terbukti Kau benar-benar kelaparan," ucap Adrian terkekeh.
Dengan mulut penuh, Aya pun tersenyum kepada Adrian. Lalu ia meminum milkshake yang di belikan Adrian tadi.
"Kau memang sahabat terbaikku Iyan," ucap Aya mengacungkan kedua jari jempolnya.
"Sekarang Kau makan saja makanan mu itu Ay. Aku akan membantumu menyelesaikan pekerjaan mu," Ucup Adrian.
Aya pun segera menghabiskan makanannya. Setelahnya ia pun kembali mengerjakan pekerjaannya bersama Adrian.
Aya merasa sangat senang memiliki sahabat seperti Adrian. Karena sebelumnya ia tidak pernah memiliki seorang sahabat. Bahkan satu teman pun Aya tidak memilikinya.
Setelah beberapa saat akhirnya tumpukan pekerjaan itupun selesai. "Akhirnya selesai juga, tapi sepertinya Tuan Bryan sudah pulang Iyan," ucap Aya seraya menyenderkan kepalanya ke belakang kursinya.
"Kalau begitu kita taruh saja berkas-berkas ini di mejanya. Jadi besok Kau tidak perlu repot-repot untuk mengantarnya. Aku akan membantumu membawanya ke dalam ruangan CEO kita," tawar Adrian.
Aya pun tersenyum manis, Ia sungguh sangat beruntung memiliki sahabat sebaik Adrian. Iapun menganggukkan kepalanya.
Keduanya membagi tumpukan pekerjaan itu dan membawanya menuju ruangan Bryan. Tentu saja Aya hanya membawa sedikit saja dari tumpukan pekerjaan itu.
Sampai di depan ruangan Bryan, Aya segera membuka pintu ruangan tersebut.
Aya merasa terkejut saat melihat Bryan yang masih ada di meja kerjanya dan kini sedang menatapnya.
"Apa Kau tidak bisa mengetuk pintu sebelum masuk!?," Ucap Bryan menatap tajam Aya.
"Maaf Tuan, saya pikir Anda sudah pulang. Jadi saya tidak mengetuknya. Saya hanya ingin mengantarkan berkas-berkas pekerjaan yang Anda berikan tadi," ucap Aya.
Bryan mengerutkan keningnya. " Kau sudah selesai mengerjakannya?," Tanyanya terkejut.
"Sudah Tuan," lalu Aya pun masuk kedalam, dan di belakangnya Adrian pun mengikuti Aya dengan membawa tumpukan berkas lainnya.
Bryan terkejut melihat Adrian di belakang Aya. Namun Adrian malah tersenyum menatap Bryan.
Setelah meletakkan berkas-berkas tersebut. "Tuan Bryan, sekarang pekerjaan saya sudah selesai. Jadi bolehkah saya pulang," tanya Aya menatap Bryan.
Tapi Bryan sedari tadi terus menatap Adrian .
"Kau boleh pulang," ucap Bryan.
Aya merasa senang, Ia segera beranjak dengan di ikuti Adrian. Namun baru beberapa langkah saja, suara Bryan menghentikan mereka.
"Tunggu!"
Keduanya menoleh.
"Kau boleh pulang, tapi Adrian tetap di ruangan ku, ada yang harus ku bicarakan dengannya," ucap Bryan.
Aya terkejut, Ia berfikir apakah Bryan akan mengetahui bahwa sebagian besar pekerjaan itu Adrian lah yang mengerjakannya.
"Iyan, apakah dia akan memberimu hukuman?," Bisik nya pada Adrian.
"Kau tenang saja Ay, itu tidak akan terjadi. Lebih baik kau tunggu Aku di lobi, nanti kita pulang bersama," bisik nya kembali pada Aya.
Bryan menatap datar keduanya dari meja kerjanya. "Apakah kau tidak mendengar ucapan ku!." Suara bariton itu mengagetkan keduanya.
"Baiklah Tuan,saya akan segera keluar," ucap Aya dan segera pergi dari ruangan itu, meninggalkan Adrian dengan perasaan cemas. Aya takut Bryan akan menghukum Adrian karena sudah membantunya.
Sedangkan di dalam ruangannya, Bryan kini sedang berbicara dengan Adrian.
"Kau membantunya mengerjakan berkas-berkas itu?. Apa dia gadis yang Kau sukai itu?," Tanya Bryan penuh selidik.
"Ternyata kakakku ini begitu jeli," ucap Adrian dengan tawanya.
"Jadi benar gadis jelek itu yang kau sukai?." tanyanya kembali.
"Hei!, Kau jangan menghinanya. Dia tidak jelek,menurutku dia cantik dan sangat manis," ucap Adrian membayangkan Aya.
"Aku tidak setuju kalau Kau menyukai gadis jelek itu Adrian. Carilah gadis lain, dia tidak pantas untukmu!."
"Kenapa Kau melarang ku menyukainya Bry?, dia adalah gadis yang pertama kali berhasil mencuri hatiku. Atau jangan-jangan kau diam-diam juga menyukainya?."
Mendengar pertanyaan Adrian, Bryan terbahak-bahak di buatnya.
"Aku?, menyukai gadis jelek seperti dia?," Ucapnya menunjuk dirinya sendiri seraya tertawa.
"Itu tidak akan pernah terjadi Adrian, dia sangat jauh dari tipe ku. Dan Kau sendiri tahu kalau aku sangat mencintai Rena," ucap Bryan.
"Lalu mau Kau kemana kan istrimu kalau kau mencintai Rena?."
"Aku tidak perduli, suatu saat Aku akan menceraikan dia dan menikahi Rena. Karena Aku tidak akan pernah mencintainya," ucap Bryan yakin.
"Kau memang gila Bry, jangan sampai kau termakan ucapanmu itu. Kasihan sekali istrimu." Adrian hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap saudaranya itu.
"Kenapa Aku harus kasihan, Kau kan menyukainya," ucap Bryan mengerutkan keningnya.
"Apa maksudmu?."
Bryan tersadar, lalu iapun meralat ucapannya. "Maksudku Kau boleh menyukainya dan mengambilnya."
Adrian kembali menggelengkan kepalanya,lalu Ia beranjak berdiri. "Sudahlah, lebih baik Aku pulang saja dari pada mendengar ucapan gila mu itu."
***
Aya selesai mandi saat ini. Aya telah mencuci rambutnya hingga masih terlihat tetesan kecil dari ujung rambutnya itu. Namun saat keluar dari bathroom Ia seakan melupakan sesuatu.
Aya kembali mengeringkan rambutnya dengan handuknya. Bersamaan dengan itu pintu kamar itu pun terbuka.
Dengan malas Ia menatap pria yang sedang berdiri di depan pintu itu. Iapun tidak memperdulikannya dan kembali mengeringkan rambutnya.
Namun Bryan malah terpaku disana. Ia melihat Aya berbeda dari biasanya. Rambut panjang yang basah itu dan wajahnya yang tanpa kacamata tebalnya. Membuat Bryan dapat melihat jelas wajah Aya.
Satu kata yang ada dalam hatinya yaitu "cantik". Namun Ia kembali menggelengkan kepalanya dan menepis pemikirannya itu.
Bryan menaruh tas kerjanya dan melepaskan sepatunya. Sesekali matanya melirik ke arah Aya yang masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk itu.
Setelahnya Bryan menyambar handuknya dan memasuki bathroom.
***