“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 32
Selepas dari kegiatan mengunjungi anak-anak di panti asuhan siang ini, Kim Suzi meminta Gun berbelok ke suatu arah di mana ada hamparan danau biru menguasai sebuah wilayah di timur Seul.
“Kenapa tiba-tiba ingin ke sini?” tanya Gun, ingin tahu. Dia menurunkan tubuh, ikut duduk seperti Suzi di bawah pohon tepian danau.
“Udara segar di sini membuatku tenang,” jawab Suzi tanpa mengalihkan tatapan dari depan. “Saat kecil aku sering ke sini bersama Ibu.” Bibirnya menarik senyum, membayangkan masa-masa berkesan itu.
Dia sudah bisa mengatur perasaan di hadapan Gun. Lebih tenang dan biasa tanpa ada letupan di dalam dada.
Gun mengangguk sekali sebagai tanggapan. “Sayang sekali kita tidak membawa makanan, minuman, buah-buahan dan alas duduk.”
“Kau benar. Andai mereka ada, ini akan terlihat seperti piknik sungguhan.” Suzi sependapat.
“Memang sungguhan. Hanya makan minum dan alas duduk yang membedakan.”
Kim Suzi tersenyum sedikit lebih lebar kali ini.
Dalam beberapa saat keduanya diam. Tenang menatap hamparan hijaunya danau yang terlihat seperti bentangan kain yang berkilauan.
Langit cerah merata biru, tidak segumpal pun awan berani mengganggu seolah birunya benar-benar ingin bercermin seorang diri di air danau.
“Langit biru selalu berkaca pada danau ini dengan percaya diri,” tutur Suzi di hening itu. Wajahnya mendongak ke ketinggian langit, menguatkan apa yang baru saja diutarakan. “Itulah sebabnya danau ini dinamakan Danau Biru.”
Gun menoleh dan menatapnya. “Begitukah? Bagaimana jika tiba-tiba mendung, apakah berganti nama menjadi danau mendung?”
Suzi terkekeh. “Aku rasa tidak begitu.”
Gun berdecak, yang diucapkan Suzi jelas hanya legenda yang tak berdasar. “Mereka selalu seperti itu. Menciptakan sesuatu seolah benar, padahal nyatanya tidak ada yang masuk akal.”
Pandangan Suzi bergerak padanya. “Apa salah satu dari mereka termasuk dirimu?”
“Tentu saja tidak!” tampik Gun. “Aku suka hal-hal yang jelas dan berdasar.” Terdengar percaya diri, namun jauh di dalam hati sebenarnya dia mengutuk diri sendiri. “Jika aku ikuti apa perbuatan mereka ....” Gun melanjutkan, “Saat kau yang berkaca, maka namanya akan berubah menjadi Danau Permata.”
Menarik cepat perhatian Suzi padanya, sesaat wanita itu menatap, lalu terkekeh kemudian. “Kedengarannya luar biasa,” tanggapnya.
“Pasti. Apa pun yang berhubungan denganmu, semua akan menjadi luar biasa.”
Suzi tertegun, terkesima sekian detik. Kalimat sesederhana itu saja sudah membuatnya meleleh seperti eskrim terkena panas. “Sial, apa dia punya hobi meledakkan jantung orang lain?” Segera dia menepuk diri tak kasat mata untuk tersadar. “Apa itu pujian ... atau kau sedang mengolokku?” tanyanya lantas, memastikan dulu.
Gun menoleh padanya, memberi pandangan bersirat lucu. “Boleh kau anggap keduanya.”
“Apa?! Bagaimana maksudnya?!”
“Tidak ada! Ayo berkeliling danau!” Gun sudah berdiri. Menepuk-nepuk rumput kering yang menempel di kedua telapak tangan lalu melangkah.
Suzi segera mengikuti dan mesejajari posisi dengan pria jangkung itu.
Berjalan berdampingan di tepi danau yang tenang, anggap saja terapi kebatinan setelah sekian banyak alur hitam yang terjadi.
Didukung pemandangan indah, tidak banyak orang karena ini bukan tempat wisata, serta angin yang sesekali menyapa, membuat semua terlihat seperti milik mereka berdua.
Sesekali Suzi mencuri pandang pada Gun yang masih santai berjalan lurus menatap ke depan tanpa terusik.
“Bagaimana seorang pria bisa sesempurna ini?”
Seorang Lee Gun, pengawal pribadinya.
Tubuh tegap dengan pundak bidang, otot lengan yang tidak terlalu besar namun sangat kokoh dan bertenaga, tinggi menjulang seolah bertakdir dengan tingginya bintang. Sekali langkah, kaki panjangnya menyapu puluhan senti.
Hidung mancungnya lurus terdongak angkuh. Mata biru terang dibingkai bulu-bulu lentik, di atasnya sepasang alis tebal searah berbaris rapi. Bibir seksi merah muda yang terus menggoda ingin dikecup.
Wajah tampan yang jika dilihat dari sudut mana pun, bukan sembarang visual yang bisa dibandingkan dengan keindahan nyata di muka dunia, seakan semua keindahan dia yang merajai. --Sedikit berlebihan bukanlah dosa.
Perpaduan antara malaikat dan iblis, ahli kesempurnaan yang mengacaukan. ~Park Hyena
Wanita, jika kau punya pasangan, jangan sesekali melirik apalagi menatapnya, karena kau akan tak waras setelah itu dan melupakan semua yang menarik di hidupmu dalam hitungan detik. ~Yu Bomi
Setelah saling mengenal, kepribadian Gun tak sebanding dengan wajahnya yang seperti dewa. Ada banyak hal yang akan membuatmu berpikir seribu kali untuk memilikinya. Jika tidak, siapkan hatimu melebur seperti debu. ~Nam Cha
Kim Suzi meneguk liurnya sendiri. Menanggapi sudut pandangnya secara pribadi atas seorang Lee Gun, rasanya begitu aneh dan berlebihan.
Perasaannya ....
“Lima detik lagi tarif diberlakukan!” Suara pria itu memecah tiba-tiba, menghentikan perjalanan pikir Suzi dari tema tentangnya.
Suzi tersentak. “Ya?!” Terpental cepat dari ruang imajinya ke kenyataan.
“Sisa dua detik, tarif resmi diberlakukan!” ulang Lee Gun. Langkah dia hentikan lalu menghadap Suzi. Wajah tengiknya mulai terlihat.
“Tarif?” Suzi bingung, ikut berhenti dan balas menatap. “Tarif apa?!”
“Tarif memandangi wajahku sampai berulang-ulang," jawab Gun.
“Maksudmu?”
“Dari tadi kau terus memandangiku. Apa kau sedang berfantasi dengan titisan dewa ini?” Gun memajukan wajahnya ke wajah Suzi, disisakannya beberapa senti jarak untuk bernapas. Namanya menggoda.
Membuat jantung Kim Suzi otomatis berdegup kencang. Matanya nyalak melebar, tersedot semua perhatiannya pada raut itu. “A-pa kau bilang? Fa-fantasi?”
“Ya, berfantasi.”
“Ti-dak! Tidak begitu!” tampik cepat wanita itu, kemudian membalik badan, menghindar seraya bergumam, “Apa itu berfantasi?”
Lee Gun terkekeh. Pikiran konyol terus muncul di kepalanya, senang menggoda wanita itu. Dengan senyum nakal dia bergeser ke hadapan Suzi. “Akui saja, Nona Kim. Aku memang semenawan itu, 'kan?”
“Tidak!” Suzi bergeser hadap ke sisi lain.
Gun mengikuti lagi. “Dan aku juga menggoda!”
“Tidak!”
“Padahal aku bisa menggratiskan jika kau mau mengakuinya. Wajahku bisa kau pandangi sesuka hati. Dan aku ....”
Perasan Suzi makin tak enak.
“Aku tak keberatan menjadi objek fantasi liarmu.” Dua alis Gun dia naikturunkan.
Lagi, Suzi memelototkan mata karena ketidakwarasan lelaki itu. Wajahnya mendongak menatap paras Gun yang kini nampak menjengkelkan bagi dirinya. Rasanya tak ada kata yang tepat untuk menimpal, faktanya dia memang terlalu intens menatap sampai jantungnya bermasalah dan itu ke sekian kali.
“Kita kembali saja!” Keputusan akhirnya sebagai pengalihan dari canggung dan malu yang berbaur menjadi satu kesatuan membentuk umat dalam sarafnya.
Gun terkekeh di tempat. Dengan kedua tangan di saku celana dia menatap punggung Suzi yang menjauh, terlihat rusuh dan salah tingkah. “Dia lucu sekali,” katanya, lalu mengikuti wanita itu.
Beberapa saat kemudian ....
“GUUUUNNN!” Lengking suara Suzi menggema mengacaukan burung yang bertengger di pepohonan.
Telinga Gun yang stereo langsung mengempas diri untuk berlari ke tempat di mana asal teriakan Suzi menggaung gema.
Tempat itu di mana mobil terparkir.
“Ada apa, Suzi?!”
“Itu!” Telunjuk Suzi kaku mengarah ke dalam mobil, jok bagian depan. Tubuhnya mundur dengan ketakutan setengah mati.
Pasang mata Gun langsung melebar. Segera digamitnya Suzi melangkah mundur. “Kau tunggu di sana!” Dia menunjuk sebuah pohon sisa tebangan.
Wanita itu mengangguk di antara ketakutannya. “Kau berhati-hatilah.”
•••••••
Tolong baca👇!
ditunggu karya barunya yang tak kalah keren dan pasti mengguncang dunia perhaluan lagi. semangat n'sukses selalu Thor kesayangan.😘😘 lope sekebon orang beserta isinya🤣🤣🤣
akhirnya ketemu visual buat babang jagoan dan si cantik😍