Novel ini diilhami dari kisah hidup Nofiya Hayati dan dibalut dengan imajinasi penulis.
🍁🍁🍁
Semestinya seorang wanita adalah tulang rusuk, bukan tulang punggung.
Namun terkadang, ujian hidup memaksa seorang wanita menjadi tangguh dan harus terjun menjadi tulang punggung. Seperti yang dialami oleh Nofiya.
Kisah cinta yang berawal manis, ternyata menyeretnya ke palung duka karena coba dan uji yang datang silih berganti.
Nofiya terpaksa memilih jalan yang tak terbayangkan selama ini. Meninggalkan dua insan yang teramat berarti.
"Mama yang semangat ya. Adek wes mbeneh. Adek nggak bakal nakal. Tapi, Mama nggak oleh sui-sui lungone. Adek susah ngko." Kenzie--putra Nofiya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22 Kesal
Happy reading 😘
Maaf, Zen. Semalam aku nggak sempet pegang hp dan baru bisa balas chat darimu pagi ini.
Zaenal buru-buru mendial nomer Nofiya setelah membaca pesan balasan dari kekasihnya itu.
Tak butuh waktu lama untuk menunggu, karena gadis yang dirindu langsung menerima vidio call darinya.
Rindu yang semalam menyiksa, kini sedikit terobati begitu menatap wajah cantik Nofiya, gadis yang bertahta di hati untuk saat ini dan semoga juga untuk selamanya.
"Assalamu'alaikum, Yang," sapa Zaenal sambil menyisir rikma yang basah. Tentu saja disertai senyum khas yang membuat wajahnya terlihat semakin rupawan.
Nofiya sejenak terpana menatap wajah sang kekasih yang terpampang di layar gawai.
Hatinya berbisik lirih, memuji maha karya Illahi yang terlihat rupawan dan tanpa cela.
Hidung mancung, kulit bersih, rambut gelap, mata cokelat, dan tubuh ideal. Pantas jika banyak gadis cantik yang mengidolakan.
"Wa'alaikumsalam, Zen. Maaf, semalam aku nggak sempet pegang hp." Nofiya mulai mengeluarkan suara setelah tersadar dari mode terpana, tanpa mengalihkan tatap dari layar gawai. Sayang jika pahatan tampan yang dirindu diabaikan begitu saja.
"Memangnya, semalam kamu ke mana aja sampai nggak sempat bales chat dariku, Yang?"
"Aku cuma di rumah, ngobrol sama Mama, Langit, dan Mbak Jingga, Zen."
"Saking keasyikan ngobrol sampai lupa sama calon suami." Zaenal merajuk, menampakkan raut wajah masam.
"Seharusnya kamu bisa memaklumi, Zen. Udah puluhan purnama aku nggak ketemu sama mama. Setelah papa dan mama cerai, baru kali ini kami bisa bertemu lagi, meluapkan rasa rindu yang lama bercokol di hati," ucap Nofiya sedikit puitis.
Zaenal menghela nafas dalam, lalu mendaratkan bobot tubuhnya di tepi ranjang.
"Iya, kali ini aku maklumi. Tapi besok-besok, sempetin bales chatku. Lagian bales chat 'kan nggak lama, cuma lima detik."
"Ya kalau cuma balas satu chat. Kalau balas ratusan chat, bisa satu jam. Bahkan lebih." Nofiya tidak mau kalah.
"Kan cuma chat ku aja yang dibalas, Yang. Bukan ratusan chat yang lain."
"Kalau kita saling balas, tep aja bisa berjam-jam. Ya 'kan?"
"Hmmm." Zaenal mengalah.
"Zen, kemarin aku nunggu kamu di rumah. Aku kira, kamu bakal nganter aku sampai bandara. Ternyata yang ditunggu malah nggak nongol." Nofiya berganti memasang wajah masam.
"Maaf, Yang. Kemarin aku bangun kesiangan. Lupa nggak ngidupin alarm." Zaenal tersenyum nyengir, menampakkan deretan gigi putihnya yang berjajar rapi.
Sebenarnya ia sangat ingin mengantar Nofiya ke bandara, tapi sayang terkalahkan oleh rasa kantuk karena semalaman lembur nongkrong di warmindo bersama Dino dan kawan-kawan.
"Terus, kamu nggak berangkat ke kampus?"
"Iya. Tapi aku udah ngirim tugas dari Pak Tegar lewat email."
"Tugas dari Pak Lutfi dan Bu Endang udah dikerjain?"
"Udah. Dikerjain sama Dino. Nanti aku tinggal ngirim tugasnya lewat email."
"Allahumma. Kenapa nggak kamu kerjain sendiri, Zen? Gimana kamu bisa jadi orang pinter kalau tugas kuliah aja dikerjain sama Dino? Gimana kamu bisa jadi orang sukses kalau sering ngandelin orang lain?"
"Sukses 'kan karena keberuntungan, Yang. Bukan melulu karena pinter. Buktinya, banyak orang yang nggak sekolah dan nggak pinter bisa sukses. Dan sebaliknya, banyak orang pinter tapi nggak sukses."
Nofiya mendengus kesal. Tangannya serasa gatal untuk menjitak dahi Zaenal dan menguncir bibir kekasihnya itu. Namun sayang, saat ini mereka berada di tempat yang berbeda. Terpisah oleh lautan yang membentang luas.
Zaenal berada di tanah pertiwi, sementara Nofiya berada di negeri Jiran.
Diam. Nofiya enggan menanggapi ucapan Zaenal. Ia merasa ribuan kata yang ingin dituturkan tidak akan mempan untuk mengubah pola pikir Zaenal.
"Yang, kok diem?" Zaenal memecah hening. Ia merasa tak enak hati saat mendapati Nofiya yang hanya terdiam dan enggan menanggapi ucapannya.
"Yang, kamu marah?" Zaenal kembali bertanya.
"Bukan marah, tapi kesal bin sebal."
"Terus aku harus gimana biar kamu nggak kesal dan sebal lagi?"
"Introspeksi." Nofiya menjawab singkat, lalu menggeser layar gawai dan mengakhiri vidio call.
Yang, aku masih kangen. Kangen berat. Jangan marah ya ... Zaenal mengirim pesan.
Akan ada fase ketika kamu memikirkan jalan yang tepat untuk masa depanmu. Dan untuk sampai ke fase itu, kuncinya adalah rajin belajar, tekun berusaha, dan berdoa
Belum sempat membaca pesan balasan yang dikirim oleh Nofiya, Zaenal kembali menerima pesan dari kekasihnya itu.
Kesuksesan hanya diraih oleh orang yang tekun, bukan orang yang gemar bermalas-malasan dan mengharap keajaiban.
Kata-kata yang dikirim oleh Nofiya sukses membuat Zaenal tersentil.
Ia merasa bahwa dirinya terlalu bodoh dan berpikiran dangkal.
"Hah, aku harus berubah. Aku harus bisa memantaskan diri sebelum menikahi Fiya," monolognya diikuti helaan nafas dalam.
Zaenal membawa tubuhnya bangkit dari posisi duduk, lalu menyambar kemeja yang tergantung di almari.
"Aku harus segera menemuinya."
🍁🍁🍁
Bersambung ....
Jangan lupa like dan subscribe. Terima kasih 🥰🙏🏻
ada2 gajah deh
dasar Conal
Dia otaknya encer...hehehege
Ampuunnn Dahhh
sini di belakang rumahku..sambil ngingu pitik
Dari tadi, aku baca di Zaenal manggilnya YANG..YANG..terus..
itu nama pacarnya Zaenal, Fiya apa Mayang sih..
Aku juga ketawa nihh
Aku pikir Kirana putri cantiknya Author
yang gantengnya sejagad jiwa..yang kumisnya bikin Author gak bisa lupa