Apa yang diharapkan Oryza pada pernikahan yang berawal dari kesalahan? Kecelakaan malam itu membuatnya terikat dengan Orion sang pebisnis terkenal sekaligus calon tunangan adiknya, bukankah sudah cocok disebut menjadi antagonis?
Ia dibenci keluarganya bahkan suaminya, sesuai kesepakatan dari awal, mereka akan berpisah setelah anak mereka berusia tiga tahun dengan hak asuh anak yang akan jatuh pada Oryza. Tapi 99 hari sebelum cerai, berbagai upaya dilakukan Oryza mendekatkan putranya dengan sang suami juga adiknya yang akan menjadi istri selanjutnya. Surat cerai tertanda tangani lebih cepat dari kesepakatan, karena Oryza tau ia mungkin sudah tiada sebelum hari itu tiba
Jangan lupa like, vote dan komen ya🙏🏼
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tunggu sebentar lagi
Rumah dengan pagar hitam tinggi dengan cat yang didominasi warna putih itu berdiri dengan megahnya. Bangunan itu bahkan memiliki usia yang lebih tua dari Oryza. Bangunan itu adalah saksi bisu masa kecilnya yang bahagia, ia seperti melihat dirinya berlarian ditaman, bersepeda dengan Jayandra, bermain hujan bersama Gabril, kemudian sakit dan berakhir dimarahi. Oryza tak menampik, masa kecilnya adalah masa bahagia, bahkan sangat bahagia, sebelum dua belas tahun usianya. Ia tak mengatakan Alice adalah penghancur kebahagiaan itu, hanya saja Alice mengambil terlalu banyak porsi sampai Oryza bingung dengan bagiannya terlebih orang tuanya yang membiarkan begitu saja
"Assalamu'alaikum" ucapan salam yang jarang sekali ia ucapkan dulu, ia akan memilih langsung masuk, bahkan pernah nekat sampai memanjat jendela karena pulang terlalu malam
"Wa'alaikumussalam Oryza, bagaimana kabarmu?"
"Aku baik-baik saja bunda" Oryza mencium tangan wanita paruh baya itu. Ingin sekali ia memeluk dan menghamburkan tangisnya disana, ingin di putar kembali waktu agar dulu ketika kecil ia ingin terus menangis agar tak banyak menangis sekarang. Ia rindu bundanya, wanita yang melahirkannya, menyuapinya dan selalu mengepang rambutnya saat pergi sekolah. Oryza rindu masa itu sekalipun telah berbalut dengan kekecewaan
"Kamu nampak sangat kurus" nalurinya sebagai seorang ibu tetap ada, ia memegang erat tangan putrinya yang bahkan terasa hanya tulangnya saja. Kapan pertama kali ia melakukan ini? Sejak kapan tangan putrinya sekurus ini? Dulu, ketika Oryza pulang dari Amerika, tubuhnya cukup berisi. Tapi sekarang seperti hanya tinggal tulang berbalut kulit
"A aku..." Oryza tak tahan, gadis itu malah menangis memeluk bundanya membuat wanita paruh baya itu terkesiap. Hatinya sedih mendengar isakan tangis putrinya, isakan Alice menurutnya seperti isakan seseorang yang patah hati pada umumnya. Tapi isakan Oryza seperti gadis itu ingin menyerah. Isakan putus asa, isakan lelah dan isakan ingin meninggalkan semuanya
"Tenanglah nak" Ia mengelus kepala putrinya yang kini tertutup hijab, tak ada lagi terlihat rambut hitam legam indah yang dulu sering dikepangnya. Ia tak tau kenapa, tapi isakan itu membuatnya ingin ikut menangis seolah putrinya sedang berbagi luka dengannya. Bagaimanapun tangisan Alice, ia bisa menenangkan dengan kata-kata, tapi tangisan putri kandungnya sendiri ia tak akan sanggup. Kata-kata yang sering ia ucapkan untuk Alice tak bisa keluar, ia justru ingin ikut menangis dengan membalas pelukan putrinya. Ia sempat kecewa dan marah dengan Oryza di malam kelam itu yang membuat Saga hadir, tapi ibu mana yang tega membuang anaknya?
"Maaf, aku membasahi baju bunda" gumamnya saat melepas pelukannya. Ia mulai menghapus sisa air matanya. Beruntung tak ada Saga disini yang akan melihatnya menangis, anaknya mau tinggal sebentar dirumah dengan baby sitternya
"Apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis? Apa Orion bersikap buruk padamu?" Oryza menggeleng
"Aku membenci diriku yang terlahir sebagai Oryza"
"Apa maksudmu?" Oryza menggeleng kemudian tersenyum sendu menatap kearah wanita yang sudah melahirkannya itu
"Minum dulu" Oryza menerima gelas itu dan mulai sedikit tenang setelah meneguk isinya
"Aku mungkin tau apa yang ingin bunda bicarakan" Bunda Oliv nampak tertegun, apa Oryza tau tujuannya?
"Pasti untuk membicarakan tentang Alice yang mengakhiri hubungannya dengan Orion kan?"
"Kamu tau?"
"Aku tau bunda, dan sejujurnya aku sedikit kecewa karena bunda justru menyuruhku melakukan hal itu"
"Oryza, sedari awal..."
"Aku tau, sedari awal akulah perebut yang sebenarnya menurut kalian kan?. Aku mungkin terlihat egois jika mempertahankan rumah tanggaku sekarang. Aku hanya memikirkan Saga, itu saja"
"Alice pasti bisa menjadi ibu yang baik" Oryza tersenyum namun dengan air mata yang sudah menganak. Kecewa, sakit sekali rasanya saat seperti ini, ia masih saja kalah. Jika ia beritau Orion yang tak ingin bercerai apa mereka akan percaya? Biarlah Orion yang menjelaskan sisanya nanti
"Aku harap seperti itu"
"Bunda minta maaf kalau menyuruhmu melakukan ini, tapi bunda hanya tak ingin Alice kembali merasa trauma dengan kehilangan"
"Selalu saja seperti itu dari dulu. Bunda takut menimbulkan traumanya, bunda hanya mencegahnya selama ini tanpa mau mengobatinya. Bunda menuruti apapun yang ia mau karena alasan itu, padahal trauma itu harusnya dihadapi bukan ditakuti" Oryza tersenyum pedih
"Oryza, kita tidak tau apa yang ia rasakan. Di usia sekecil itu ia kehilangan orang tuanya"
"Aku tak masalah dengan itu bunda. Tapi setelah itu, pernahkah sekali saja bunda memikirkan apa yang aku rasakan saat itu?"
"Aku kehilangan peran orang tua setelahnya. Aku tak pernah membenci kehadiran Alice diantara kita, hanya saja kenapa bunda dan ayah justru melupakan kehadiranku"
"Kalian selalu saja menganggap putri kalian hanya satu, dan perlahan posisi itu tergantikan" Bunda Oliv tertegun, tak menyangka kalimat itu yang akan keluar dari mulut putrinya
"Terhitung hampir enam belas tahun lamanya, aku kehilangan peran kalian dalam mengayomi, mendidik atau menasihatiku saat aku salah. Jujur saja, aku iri dengannya. Seberapa kuatpun aku mencoba mengerti, tetap saja kadang aku sedikit kecewa dengan kalian"
"Oryza, bunda tak pernah bermaksud seperti itu. Hanya saja kamu tau kondisinya saat itu"
"Aku tau, aku sangat sangat mengerti, tapi bisakah bunda juga menilai dari posisiku. Aku bagai hilang arah saat itu, saat pembagian raport aku ingin hanya salah satu saja dari kalian untuk hadir melihatku mendapat juara, tapi kalian selalu berpikir agar Alice tak merasa kehilangan jika hanya salah satu dari kalian yang datang"
"Kalian hanya menyuruhku untuk mengerti, mengerti dan mengerti saja. Sampai pada aku sadar, aku tak bisa mengerti itu"
"Oryza..."
"Aku baik-baik saja bunda. Terima kasih, setidaknya sekarang aku mulai kebal dengan rasa sakit itu" Oryza mengusap kasar air matanya yang lagi-lagi mengalir
"Ah, maaf aku mimisan lagi" ucapnya saat sadar darah sudah mengucur dari hidungnya
"Apa kamu baik-baik saja?" Oryza membalas dengan senyuman. Ia meraih tangan wanita paruh baya itu dan menciumnya
"Maafkan aku kalau pernah membuat bunda marah dan kecewa padaku"
"Katakan pada Alice untuk menunggu mungkin sekitar tiga minggu lagi sesuai perkiraan dokter"
"Apa maksudnya?"
"Aku terkena kanker hati stadium akhir yang mustahil rasanya untuk sembuh. Dokter sudah memvonis hidupku tak lama lagi sejak dua bulan lalu. Terhitung dari hari itu, mungkin sisanya sekitar tiga minggu dari sekarang"
"Katakan pada Alice untuk sedikit bersabar. Aku juga menitip Saga kepada bunda dan semuanya, tolong jaga anakku, karena hanya dia yang aku pikirkan hingga bertahan sampai saat ini"
"Untuk terakhir kalinya aku mengalah bunda, karena kalian sudah punya putri yang lain dan percayalah kalian tak akan pernah merasa kehilanganku"
"Aku mengalah untuk Alice terakhir kali ini, karena mungkin besok, lusa atau bahkan beberapa menit lagi aku sudah berpulang pada Tuhan"
Oryza 😭😭😭😭😭🤧
begitulah versi cerita ni... semua feeling jg ada d situ d uli sebati ole author. huhhh sedih bnget ya
karena Allah lebih tahu bahwasanya kita tidak boleh terlalu terlena & memuja yg ada di dunia ini tanpa mengingat penciptanya... Allah mengambilnya supaya kita selalu mengingat & berdoa kepada sang pencipta