ini adalah sebuah divisi rahasia yang menyelidiki hal-hal yang tak masuk di akal. Ki sarma aji sebagai pemimpin divisi ini akan menguak tabir gelap kasus-kasus mistis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ihsan halomoan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayi satu suro bag 14
Dalam sekali hentakan cahaya. Ratusan kelelawar itu pun hangus terbakar. Dan yang tersisa hanya lah abu yang membara dijalanan. Lalu mahendra pun mengendalikan kembali tenaganya. Hingga cahaya di tubuhnya itu pun padam. Mahendra melepas nafas nya sebentar dan kembali ke mobil.
"Bagaimana ki sarma tahu kelelawar itu jelmaan iblis?". Lalu ki sarma memandang mahendra dengan heran.
"Ternyata kau kurang membaca kitabmu mahendra. Aku akui kau bisa mempelajari satu halaman dengan mudah. Tapi halaman yang lain kau juga harus pelajari". Mahendra pun menunduk kan kepala
"Maaf guru. Aku memang masih memilih-milih halaman yang ku sukai. Ke depan aku akan mulai serius membaca yang lain".
"Bagus..seharusnya begitu mahendra. Kitab itu bukan hanya untuk dibawa saja. Tapi juga harus di pelajari. Nah kau seharusnya tahu bahwa kelelawar itu mengeluarkan sinar hijau di matanya. Itulah yang ku maksud jelmaan iblis".
"Lalu apa ki sarma tak makin mencurigai hal ini?".
"Jelas curiga mahendra. Tapi ke siapa dulu?. Aku bercuriga bahwa salah satu murid ki waja permana telah berhubungan dengan salah satu iblis yang berbahaya. Dan iblis itu selalu melindunginya. Nah sudahlah kita lanjutkan perjalanan".
Mereka pun kembali meluncur melewati bekas lobang yang sudah tertimbun oleh mantra mahendra. Jalan masih basah oleh bekas hujan. Hingga mahendra melaju dengan hati-hati karena jalanan menuju padepokan itu tak hanya menanjak tapi juga berkelok-kelok.
Satu jam kemudian mereka memasuki jalan yang datar dan tak berkelok lagi. Tapi badan jalan sudah banyak yang berlubang hingga terdapat kubangan dimana-mana. Mobil itu pun tampak berguncang ke kanan dan ke kiri. Mahendra tampak sedikit tegang mengendalikan mobil yang oleng itu. Tapi setelah itu mereka kembali ke jalan beraspal yang bagus.
Namun jalan itu sangatlah sepi. Tak ada lagi penduduk di sekitarnya. Hanya hutan cemara di kanan kiri. Penerangan pun hanya mengandalkan lampu mobil. Tapi itu pun tak cukup. Karena secara tiba-tiba muncul kabut yang sepertinya turun dari atas gunung.
Mahendra pun menyalakan lampu kabut agar jarak pandang tak terhalang. Namun dikala kabut itu makin tebal, mahendra terpaksa berhenti dan meminggirkan mobilnya ke tepian.
"Halangan apa lagi ini ki? Aku tak bisa melihat sama sekali. Kabut ini terlalu tebal. Lampu kabut pun tak tembus. Bagaimana ini ki?". Ki sarma menghela nafas nya dalam-dalam.
"Apa boleh buat mahendra. Jarak ke padepokan itu masih 15 km lagi. Kabut yang turun dari atas gunung ini memang menghalangi kita. Kita harus menunggunya hingga kabut ini hilang".
Mau tak mau mereka pun berhenti untuk menunggu kabut itu hilang. Setidaknya tidak terlalu tebal hingga mahendra mendapatkan jarak pandang yang cukup.
Dan setelah satu jam menunggu. Karena cuaca yang makin dingin mereka pun memakai jaket nya. Mereka hanya berbincang saja sambil bermain hape di dalam mobil.
Waktu pun terus berjalan. Tapi kabut itu ternyata tak mau hilang juga. Bahkan hawa di dalam mobil itu semakin dingin menusuk tulang. Jaket yang mereka pakai pun bagai tak berguna. Ki sarma dan mahendra pun menggigil kedinginan.
"Ki sarma seperti nya kabut ini sudah tak wajar lagi ki. Aku sering naik gunung bersama tim mapala kampusku. Tapi hawa ini berkali lebih dingin dari yang pernah kurasakan. Kalau kita tak berbuat sesuatu, kita akan mati kedinginan disini ki". Berkata mahendra sambil menggigil.
"Kau benar mahendra. Bahkan aku sudah meningkatkan hawa murniku ke seluruh tubuh. Tapi seperti percuma saja. Mahendra ambil kitabmu dan buka halaman 35. Tapi kau harus keluar dari mobi ini".
"Baik ki".
masokis dia ya