Berawal dengan niat baik untuk menolong membuatnya harus berurusan dengan seorang pria asing yang tanpa Marissa ketahui akan merubah hidupnya 180 derajat. Terlebih setelah insiden satu malam itu.
Kira-kira seperti apa tanggapan pria asing yang bernama Giorgio Adam setelah mengetahui kebenaran dari insiden malam itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nathasya90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GIORGIO YANG SEMAKIN MENJADI
Sebelum keluar dari mobil, Marissa menyempatkan waktu merapikan rambut dan menghapus sisa air mata di wajahnya sebelum keluar dari mobil.
HUFFT!!
Marissa menghela napas sesaat sebelum dirinya keluar dari mobil. Wanita itu bahkan harus sedikit berlari agar bisa menyusul langkah besar Giorgio yang mengundang tatapan dan lirikan dari orang-orang yang berada di lobby AG Company. Tidak sedikit suara sumbang yang didengar wanita itu.
'Eh, siapa wanita cantik itu?'
'Lihat! Apa wanita itu sedang hamil? Perutnya sedikit buncit!'
'Iya, dia memang lagi hamil.'
'Tapi lihat deh badannya, walau perutnya membuncit tapi wanita itu masih terlihat seksi dan langsing.'
'Kira-kira dia siapanya Bos ya?!'
'Iya ya, kan si Bos tidak pernah bawa perempuan ke kantor!'
'Jangan-jangan itu istrinya dan di dalam perut wanita cantik itu adalah anaknya si Bos!'
'Huss! Jaga bicaramu, mana mungkin Pak Bos punya istri! Orang si Bos aja belum menikah!'
Di sepanjang langkah menuju Giorgio, orang- orang terus saja berbisik seraya melihat ke arahnya. Marissa tidak terlalu terpengaruh dengan suara-suara sumbang seperti itu. Ia sudah kebal sejak dirinya bekerja di klub dulu.
Marissa yang pada dasarnya adalah wanita yang cuek dengan pandangan orang lain pun tidak menggubris perkataan para pemilik seribu bibir itu. Toh bukan mereka juga yang membiayai hidupnya, pikirnya yang tampak berjalan biasa-biasa saja dan tetap melayangkan senyumnya ketika mata mereka saling bertubrukan.
Jarak dari lobby ke lift yang lumayan jauh membuat napas wanita itu ngos-ngosan saat ia sudah berdiri tepat di belakang pria itu.
Giorgio hanya melirik sekilas saat sudah melihat keberadaan Marissa yang sudah berada tepat di belakangnya dengan napas yang tersengal-sengal. Kemudian mereka masuk ke dalam lift bersama-sama setelah pintu lift terbuka.
Bersyukur mereka menaiki lift yang berbeda dengan lift karyawan sehingga membuat wanita itu tidak perlu mendengar bisik-bisik dari makhluk ciptaan Tuhan yang disebut dengan wanita.
TING!
Pintu lift terbuka dan Giorgio melangkah keluar dari lift yang diikuti oleh Marissa yang berjalan tepat di belakang pria itu. Lagi-lagi ia harus berjalan dengan cepat agar bisa menyeimbangi langkah kaki pria itu.
Roby yang berada di dalam ruangan Giorgio ketika sedang menyimpan berkas yang akan ditandatangani nanti pun terhenyak saat melihat wanita yang berjalan di belakang sang bos sekaligus sahabatnya itu. Namun, bukan Marissa yang membuat sang asisten itu kaget, melainkan perut buncit wanita itu.
Seingat dan sepengetahuannya, wanita yang bernama Marissa itu tidak sedang hamil. Sebab jika pun ia hamil, barang tentu ia pun pasti tahu sebab Giorgio yang notabene adalah sahabatnya pasti akan menceritakan hal besar seperti ini. Lagi pula, bukannya kemarin wanita itu masuk rumah sakit karena keracunan makanan?
"Marissa … kamu … perut kamu, itu! Itu besar karena kamu kekenyangan atau —"
"Atau hamil? Itu yang kau ingin katakan bukan!" Potong Giorgio pada sang sahabat, dan diangguki cepat oleh Roby.
"Kau pasti kaget bukan? He, bagaimana aku yang tinggal bersamanya?!" lontar Giorgio menatap Marissa dengan tersenyum miring.
Marissa yang mendengarnya pun langsung menundukkan kepala saat mendengar ucapan Giorgio yang terdengar getir di telinganya.
"Jadi … kamu beneran hamil, Ris?" tanya Roby exciting.
"Kamu kira di perutnya itu balon atau bantal, huh!" Sembur Giorgio saat sang sahabat masih tidak percaya jika wanita yang ada di hadapannya saat ini sedang hamil.
"Santai, dong, Bro. Kenapa sih, kayak cewek PMS aja.. emosian!" cebik Roby.
Roby lalu berjalan ke arah Marissa dan menggiring wanita itu berjalan menuju sofa yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri tadi. Lalu membantu wanita itu duduk dengan hati- hati.
"Terima kasih."
"Sama-sama. Ibu hamil tidak boleh banyak berdiri. Duduklah dengan nyaman, tidak perlu pedulikan pria itu, dia memang suka marah-marah tanpa sebab," cicit Roby.
Giorgio yang melihatnya pun dengan cepat membuang wajahnya ke samping saat melihat adegan romantis tepat di depan matanya. Ada rasa tidak suka saat ia melihat tubuh wanitanya disentuh oleh pria lain termasuk sahabatnya sekalipun.
"Kau pikir dia tidak tahu jalan ke sofa apa?" Ketus Giorgio saat tidak kuasa menahan amarahnya.
"Ris, dia kenapa sih? Salah makan? Apa salah minum obat? Atau … jangan-jangan kau belum kasih dia jatah ya?" goda Roby yang mendapat tatapan tajam dari sahabatnya itu.
"Jatah jatah … jatah pala lu! Buruan bawa berkas yang harus ku tandatangani, aku mau pulang cepat," balas pria itu ketus.
"Lihatlah di sana, Mr. Arogan! Berkasnya sudah ada di mejamu sejak tadi," ujar Roby mencebik melihat kecemburuan pria itu padanya.
Giorgio lalu melihat ke bawah dan benar saja, sudah ada tumpukan berkas di sana. Pria itu lalu duduk di kursi kebesarannya kemudian mengerjakan berkas yang tiba-tiba harus diselesaikan hari ini juga.
Giorgio begitu terganggu dengan obrolan kedua orang itu. Ia mencoba tetap fokus dengan apa yang sedang ia kerjakan, namun tawa serta pertanyaan-pertanyaan yang diberikan Roby pada Marissa membuatnya kesal.
"Hei, apa kau tidak ada pekerjaan lain selain menggangguku di sini? Sana keluar! Aku tidak menggaji mu tinggi untuk mengobrol." Usir Giorgio yang sejak tadi melihat interaksi Roby dan Marissa yang terlihat akrab.
"Ck' bilang saja kalau cemburu, dasar BUCIN!" decak Roby lalu keluar dari ruangan sahabatnya itu dengan bersungut-sungut.
"Dan kau! Bisakah tidak terlalu murahan mengumbar senyummu di depan pria lain, haaaa!" sembur Giorgio saat melihat Marissa yang sejak di mobil terlihat muram, namun berbeda saat bersama sahabatnya tadi ia terlihat begitu ceria.
Marissa tersenyum tipis menatap wajah pria yang ada di hadapannya saat ini.
"Baiklah, aku tidak akan bicara lagi padanya lain waktu. Jadi sekarang kau bisa fokus pada pekerjaanmu agar bisa selesai dengan cepat," balas Marissa.
Marissa tahu jika Giorgio masih begitu mencintainya walau pria itu dengan sekuat tenaga menyangkal perasaannya sendiri dengan bersikap kasar dan dingin. Namun entah mengapa ia masih bisa merasakan cinta dalam setiap perkataan kasar maupun sikap dingin pria itu.
Marissa mungkin bisa dibilang wanita bodoh yang masih mau saja mengerti keadaan dari kekasih hatinya itu. Namun ia sendiri tidak menampik juga memiliki andil dari perubahan sikap pria itu padanya. Walau bukan sepenuhnya adalah kesalahannya, namun jika sejak awal ia jujur tentang kehamilannya mungkin pria itu tidak terlalu marah seperti saat ini, walau itu tidak akan merubah fakta tentang Gio yang sudah steril sejak lama.
Disela pekerjaannya, Giorgio beberapa kali mencuri pandang ke arah Marissa. Ingin rasanya ia menarik tubuh wanita itu dan membawa masuk ke dalam dekapan hangatnya. Memagut bibir tipis wanitanya itu dengan rakus lalu diakhiri dengan sesi bercinta seperti biasa, namun apalah daya ia benar-benar tidak sanggup melihat wanita dengan perut buncit itu berada di bawah kungkungannya.
Giorgio bukannya tidak mencoba bersikap biasa saja, namun setiap kali ia ingin menyentuh wanita itu, sekelebatan bayangan seorang pria datang dan sedang menyentuh serta menikmati tubuh wanita itu.
*
*
Marissa melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Tidak terasa sudah lebih dari empat jam ia menemani Giorgio di ruangannya.
"Gio ...." panggil Marissa. "Apakah masih lama? Jika iya, apakah aku bisa turun ke kantin lebih dulu? Aku lapar dan perutku mulai panas karena sudah sangat lapar," ujar Marissa saat tidak bisa lagi menahan rasa laparnya.
Entah Giorgio dengar atau tidak karena sampai panggilan kedua pun, pria itu tetap tidak menggubris perkataannya hingga Giorgio mendengar langsung suara alam yang keluar dari perut wanitanya itu.
Ggrrrrr…
Cacing cacing diperut Marissa sedang berdemo sebagai tanda jika perutnya harus diisi segera.
Huftt!
"Mengapa kau sangat merepotkan, hah!" decak Giorgio yang pada akhirnya menoleh ke arah wanita itu.
"Bukannya tadi kau sarapan, kenapa sudah lapar?" cicit pria itu.
"Tadi … aku … aku makan hanya sedikit," sahut wanita itu pelan seperti sedang berbisik.
Giorgio tidak lagi menggubris Marissa. Ia kembali fokus pada pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi akan selesai.
"Sabar ya, Nak! Daddy sedang kerja, tunggu sebentar lagi baru kita makan," gumam wanita itu seraya mengelus perut buncitnya.
Saat sarapan tadi, Marissa memang hanya makan sedikit saja. Entah mengapa sejak Giorgio menghindar berada di dalam ruangan yang sama, otomatis ia hanya makan sendirian saja di meja makan karena pria itu pasti akan meminta sarapannya dibawakan ke kamar atau ruang kerja. Dan itu tidak hanya saat sarapan saja, namun juga berlaku saat makan siang dan malam jika pria itu berada di mansion.
Ggrrrrr...
Kini perutnya kembali bunyi namun kini suaranya jauh lebih keras daripada sebelumnya.
Ggrrrrr..
Lagi-lagi suara itu kembali terdengar namun kini jauh lebih keras dari suara yang pertama dan kedua hingga membuat Giorgio akhirnya menoleh ke arah Marissa karena merasa terganggu dengan suara perut wanita itu.
"Bisa tidak sih kau tidak menggangguku? Suara perutmu itu benar-benar mengganggu!" seru pria itu kesal.
Orang yang ditanya pun hanya bisa mencebik mendengar gerutuan pria itu.
"Gila! Bagaimana caranya coba menahan suara perut."
Marissa semakin heran dengan sikap menyebalkan pria itu.
"Apa aku keluar saja ya? Pasti dia tidak akan sadar sampai aku kembali ke sini lagi," pikir Marissa dengan bergumam.
"Jangan coba-coba berpikir keluar dari ruangan ini!" kata pria itu dengan keras saat Marissa hendak beranjak dari duduknya.
Dengan terpaksa wanita berbadan dua itu menahan rasa laparnya setelah meneguk habis minuman yang dibuat oleh office boy kantor atas suruhan Roby.
Ya, tadi wanita itu sempat bertukar pesan dengan sahabat kekasih hatinya itu dan meminta tolong pada Roby untuk membawakannya minuman.
"Hem, semoga ini bisa mengganjal perutku," batin wanita itu saat memakan kepingan biskuit yang memang selalu dibawa selama ia hamil.
KRING KRING KRING
Telepon ruangan Giorgio berdering. Dan pria itu menerima panggilan tersebut dengan men-speaker. Bukan karena malas, pria itu hanya tidak ingin membuang-buang waktu sekedar mengangkat handle telepon.
"Ya!" sahut pria itu singkat.
"Tuan, ada Nona Rebecca mencari Anda dan beliau sedang berada di ruang tunggu," ujar sekertaris Giorgio yang bernama Sherly itu.
"Gina? Siapa Gina?" batin Marissa saat mendengar percakapan antara Giorgio dengan sekretarisnya. Sebenarnya ia penasaran dan ingin bertanya, namun sepertinya itu bukan ide yang bagus kalau ia bertanya di saat-saat seperti ini.
"Gina? Mau apa dia kemari?" batin pria itu dengan alis yang terangkat satu.
"Maaf, Tuan. Apa perlu saya katakan padanya kalau Anda sedang sibuk dan tidak bisa diganggu?!" kata sang asisten memberi alasan.
Giorgio tidak langsung menjawab atau menolak. Pria itu justru beralih menatap kesal Marissa yang terlihat biasa saja saat mendengar seorang wanita datang mencarinya. Merasa jika dirinya sedang diperhatikan, Marissa langsung menoleh ke arah pria itu, dan ketika pandangan mereka saling bertautan Giorgio langsung memutus kontak mata dengan Marissa.
"Baiklah, mari kita lihat reaksimu setelah melihatku bersama wanita lain. Apa kau akan masih sedatar seperti ini."
"Biarkan dia masuk, Sherly," jawab Giorgio pada akhirnya memberikan izin pada sang sekretaris membiarkan wanita yang bernama Gina tadi masuk.
TERIMA KASIH DAN SUKSES SELALU BUAT KITA SEMUA 🫶🏼