seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9: Dukungan dari Tanier
Setelah momen intim yang menghangatkan hati, Lieka merasa lebih kuat. Tanier, dengan caranya yang tulus dan penuh perhatian, memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan. Namun, tantangan dari Maya masih membayangi hubungan mereka, dan Lieka tahu bahwa dia harus tetap waspada.
Keesokan harinya, Lieka memasuki kantornya dengan semangat baru. Dia merasa seolah-olah dia bisa menghadapi dunia, terutama dengan Tanier di sisinya. Namun, saat dia memasuki ruang rapat, suasana segera berubah.
Maya sudah berada di sana, berdiri di depan meja, berbicara dengan beberapa anggota dewan. Lieka merasakan ketegangan di udara saat dia melihat Maya memandangnya dengan senyuman menantang.
“Ah, Lieka! Selamat datang! Kami baru saja membahas beberapa strategi baru,” ucap Maya, seolah-olah tidak ada yang terjadi sebelumnya.
Lieka berusaha menjaga ketenangannya. “Terima kasih, Maya. Saya harap kita bisa mendapatkan hasil yang baik dari diskusi ini,” balas Lieka dengan nada profesional.
Selama rapat, Maya tidak berhenti berusaha mengambil alih pembicaraan, terus-menerus berusaha menunjukkan betapa hebatnya idenya. Tanier duduk di samping Lieka, memberikan isyarat dukungan melalui tatapannya yang penuh perhatian.
Setelah beberapa saat, Lieka merasa perlu untuk berbicara. “Saya percaya kita perlu lebih fokus pada tujuan jangka panjang kita dan memastikan bahwa semua anggota tim merasa dihargai,” ucap Lieka, berusaha untuk mengalihkan perhatian dari Maya.
Beberapa anggota dewan mulai mengangguk setuju, dan Lieka bisa merasakan kembali rasa percaya dirinya. Namun, Maya tidak menyerah begitu saja. “Tentu saja, tetapi kita juga perlu menarik perhatian klien baru. Mengapa kita tidak mencoba pendekatan yang lebih berani?” katanya, menatap Lieka dengan tantangan.
Lieka menggigit bibirnya, menahan emosi. Tanier meraih tangannya di bawah meja, memberikan dorongan yang dia butuhkan. “Saya setuju bahwa kita harus mencoba inovasi, tetapi kita juga harus menghormati klien lama kita. Mereka adalah fondasi kesuksesan perusahaan kita,” ungkap Tanier, mendukung pendapat Lieka.
Maya menatap Tanier dengan ketidakpuasan. “Saya rasa kita bisa menemukan jalan tengah. Mengapa kita tidak membuat program untuk menarik kedua kelompok?” katanya, berusaha mempertahankan kontrol atas diskusi.
Rapat berlanjut dengan ketegangan yang menyertainya, tetapi Lieka merasa didukung oleh Tanier. Dia berusaha untuk tidak terpengaruh oleh permainan Maya. Setiap kali Maya mencoba merendahkan Lieka, Tanier selalu siap membela dan memberikan dukungan.
Setelah rapat selesai, Tanier dan Lieka berjalan keluar bersama. “Kau melakukannya dengan baik, Lieka. Aku bangga padamu,” ucap Tanier sambil menatapnya dengan penuh kekaguman.
“Terima kasih, Tan. Aku merasa lebih kuat ketika kau di sisiku,” balas Lieka dengan senyum yang tulus.
Tanier mengambil napas dalam-dalam, menatapnya dengan serius. “Aku akan selalu ada untukmu, apapun yang terjadi. Kita harus bersama dalam menghadapi Maya dan tantangan lainnya.”
Lieka merasakan harapan baru. Dia tahu bahwa dengan dukungan Tanier, mereka bisa melewati semua rintangan. Namun, saat mereka berbicara, suara gaduh tiba-tiba mengalihkan perhatian mereka. Maya sedang berbicara dengan seorang anggota dewan, tampaknya merencanakan sesuatu.
“Tan, kita perlu berhati-hati. Maya tidak akan menyerah begitu saja,” kata Lieka, merasa cemas.
“Aku tahu. Kita harus tetap bersatu dan bersikap proaktif,” jawab Tanier, menyandarkan bahunya di dinding koridor.
Setelah hari yang panjang, mereka berdua memutuskan untuk pergi ke sebuah kafe kecil di dekat kantor untuk bersantai. Lieka merasa bahwa momen ini sangat dibutuhkan setelah semua ketegangan yang mereka hadapi.
Saat mereka duduk di meja, Tanier memesan minuman untuk mereka berdua. “Bagaimana kalau kita merencanakan liburan singkat setelah semua ini? Aku rasa kita perlu waktu untuk diri kita sendiri,” ucap Tanier sambil tersenyum.
Lieka merasa terkejut namun sangat senang. “Itu terdengar hebat! Kita memang perlu istirahat sejenak,” jawabnya, bersemangat.
Setelah minuman datang, mereka menghabiskan waktu berbicara tentang impian dan harapan mereka. Tanier mengungkapkan keinginannya untuk berkeliling dunia, dan Lieka menceritakan tempat-tempat yang ingin dia kunjungi.
“Jika kita berhasil mengatasi semua ini, aku akan membawamu ke Paris. Aku ingin melihat senyummu saat melihat Menara Eiffel,” ujar Tanier, menatap Lieka dengan penuh cinta.
Lieka merasa hatinya bergetar mendengar kata-kata itu. “Aku tidak sabar untuk pergi ke Paris bersamamu,” balas Lieka, senyumnya semakin lebar.
Namun, perasaan manis itu sekejap hilang ketika mereka melihat Maya memasuki kafe bersama seorang pria misterius. Lieka langsung merasakan ketegangan kembali. “Tan, lihat. Itu Maya,” katanya, meraih tangan Tanier dengan cemas.
Tanier menatap Maya dan pria itu, kemudian berbalik ke arah Lieka. “Jangan biarkan dia mengganggu kita. Kita harus tetap fokus pada kita,” jawabnya dengan tegas.
Maya dan pria itu berbicara dengan suara keras, seolah-olah berusaha menarik perhatian semua orang. Lieka merasa kesal dan ingin mengabaikan mereka, tetapi dia tidak bisa menahan perasaannya.
“Sepertinya dia sedang merencanakan sesuatu,” ucap Lieka, mencoba tetap tenang.
“Aku tahu. Tapi kita tidak bisa membiarkan dia mengontrol kita,” jawab Tanier, menguatkan hatinya.
Setelah beberapa saat, Maya menyadari keberadaan mereka dan tersenyum sinis. “Oh, lihat siapa yang ada di sini. Apa kalian sedang merayakan kemenangan kecil kalian?” tanyanya dengan nada merendahkan.
Lieka merasakan kemarahan mendidih di dalam dirinya, tetapi Tanier menanggapi dengan tenang. “Kami tidak merayakan apa pun, Maya. Kami hanya menikmati waktu bersama.”
Maya mendekat, tampaknya ingin memprovokasi mereka lebih lanjut. “Sangat menyenangkan melihat kamu berusaha sekuat tenaga, Tan. Tapi, ingat, siapa yang akan menguasai perusahaan ini pada akhirnya,” ujarnya, menyindir dengan senyuman yang merendahkan.
Lieka merasa ingin melawan, tetapi Tanier menggenggam tangannya lebih erat, memberikan dukungan yang dia butuhkan. “Kami akan bekerja keras dan memastikan perusahaan ini tetap berjalan, Maya. Tidak peduli apa pun yang kau rencanakan,” balas Tanier dengan nada penuh percaya diri.
Setelah beberapa saat, Maya pergi bersama pria misterius itu, meninggalkan Lieka dan Tanier dalam keadaan tegang. “Dia semakin berani,” ucap Lieka, merasakan kebencian yang mendalam terhadap Maya.
“Tapi kita tidak akan membiarkan dia mengganggu kita. Ingat, kita adalah tim, dan kita akan menghadapinya bersama,” jawab Tanier, menatap Lieka dengan keyakinan.
Setelah menghadapi Maya di kafe, Lieka dan Tanier kembali ke kantor dengan perasaan campur aduk. Meskipun momen yang mengganggu itu merusak suasana hati mereka, dukungan Tanier membuat Lieka merasa lebih berani.
Hari itu terasa lEbih panjang dari biasanya. Lieka menghabiskan waktu di ruang kerjanya, memikirkan rencana untuk mengatasi tantangan yang dihadapi di perusahaan. Tanier, dengan cermat, selalu ada untuknya, siap memberikan saran dan semangat.
“Lieka, bagaimana jika kita mengadakan pertemuan strategis dengan seluruh tim? Kita perlu menunjukkan kepada mereka bahwa kita bisa bersatu dan tidak terpengaruh oleh permainan Maya,” saran Tanier saat mereka berdua duduk di ruang rapat yang sepi.
“ Itu ide yang bagus. Kita perlu memberikan kejelasan kepada semua orang agar tidak ada kebingungan di antara tim,” balas Lieka, merasa lebih optimis.
Mereka memutuskan untuk mengadakan pertemuan esok pagi. Lieka menyusun agenda dengan jelas, dan Tanier membantu menyusun presentasi yang akan mereka sampaikan. Kerja sama mereka terlihat harmonis, dan semangat Lieka semakin meningkat.
Saat hari pertemuan tiba, Lieka merasa tegang. Dia tidak ingin mengecewakan timnya. Namun, saat dia melihat Tanier di sampingnya, rasa tegang itu perlahan menghilang. Dengan senyuman dan tatapan percaya diri dari Tanier, Lieka merasa siap untuk menghadapi semua tantangan.
Pertemuan dimulai dengan antusiasme yang tinggi. Lieka dan Tanier mempresentasikan rencana strategis mereka dengan jelas dan meyakinkan. Tim mereka mendengarkan dengan penuh perhatian, dan Lieka bisa melihat beberapa anggota tim mulai bersorak.
“Dengan kerja sama dan komitmen kita, kita pasti bisa mengatasi semua masalah yang ada. Mari kita hadapi tantangan ini bersama!” seru Lieka dengan semangat.
Suasana ruang rapat semakin hangat, dan saat pertemuan berakhir, Lieka merasakan kepuasan yang luar biasa. Semua orang bertepuk tangan, dan Tanier tersenyum bangga di sampingnya.
“Lieka, kamu luar biasa! Aku tahu kamu bisa melakukannya,” ujar Tanier, menghampirinya setelah pertemuan selesai.
“Terima kasih, Tan. Tanpamu, aku tidak yakin bisa sekuat ini,” balas Lieka dengan tulus, merasakan kehangatan yang mengalir di antara mereka.
Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Keesokan harinya, Maya kembali muncul dengan rencana baru yang dapat menggoyahkan posisi Lieka. Dia mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan proyek baru yang dia rencanakan, dan dia tidak ragu untuk menyebutkan bahwa dia ingin mengundang semua klien besar untuk membahas kerjasama dengan perusahaan lain.
“Ini bisa merusak citra kita,” kata Tanier saat mereka melihat berita di televisi. “Maya berusaha untuk merusak reputasi kita dengan menampilkan dirinya sebagai satu-satunya pilihan.”
Lieka merasa marah mendengar rencana Maya. “Dia memang tidak tahu batas. Kita tidak bisa membiarkannya melanjutkan permainan ini,” katanya dengan nada penuh semangat.
Tanier meraih tangannya. “Kita perlu melakukan sesuatu untuk menunjukkan bahwa kita lebih baik. Mari kita buat acara yang lebih besar dan menarik perhatian semua klien kita. Kita harus membuktikan bahwa kita adalah tim yang solid.”
Lieka mengangguk, merasa terinspirasi. “Kita bisa mengadakan acara untuk memperkenalkan produk baru dan menunjukkan kekuatan tim kita. Mari kita mulai merencanakannya!”
Mereka pun segera berkumpul dengan tim untuk merencanakan acara tersebut. Tanier dan Lieka bekerja sama dengan efektif, mengorganisir setiap detail dari acara yang akan datang. Selama proses tersebut, Tanier terus memberikan dukungan emosional kepada Lieka, membantunya merasa lebih percaya diri.
Akhirnya, hari acara tiba. Semua persiapan sudah dilakukan dengan baik, dan Lieka merasakan ketegangan yang menggebu. Namun, saat dia melihat Tanier di sampingnya, dia merasa tenang.
Acara dimulai dengan sukses. Lieka menyambut para tamu dengan senyuman, dan Tanier selalu ada untuk membantunya. Selama acara, mereka memperkenalkan produk baru mereka dan menjelaskan inovasi yang telah dilakukan.
Ketika acara semakin mendekati akhir, Lieka merasa bangga. Tim mereka bekerja dengan sangat baik, dan para klien tampak terkesan. Tiba-tiba, dia melihat Maya di antara para tamu, dan dia merasa tertegun. Maya tampak marah dan tidak senang dengan kesuksesan acara ini.
“Jangan biarkan dia membuatmu merasa tidak nyaman, Lieka. Kita sudah bekerja keras untuk ini,” bisik Tanier di telinganya, menyemangatinya.
“Terima kasih, Tan. Aku akan ingat itu,” jawab Lieka dengan tegas.
Setelah acara selesai, Lieka dan Tanier merayakannya dengan makan malam kecil di restoran favorit mereka. Mereka duduk di sudut yang tenang, menghabiskan waktu berbincang dan tertawa.
“Saya sangat bangga denganmu, Lieka. Hari ini adalah bukti bahwa kita bisa mengatasi semua rintangan jika kita bekerja sama,” ujar Tanier, mengangkat gelasnya.
“Untuk kita, dan untuk semua yang akan datang,” balas Lieka, menatap Tanier dengan penuh rasa syukur.