Terlihat jelas setiap tarikan bibirnya menampakkan kebahagiaan di raut wajah gadis itu. Hari di mana yang sangat di nantikan oleh Gema bisa bersanding dengan Dewa adalah suatu pilihan yang tepat menurutnya.
Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu timbullah pertanyaan di dalam hatinya. Apakah menikah dengan seseorang yang di cintai dan yang mencintainya, bisa membuat bahagia ?
1 Oktober 2024
by cherrypen
Terima kasih sebelumnya untuk semua pembaca setia sudah bersedia mampir pada karya terbaruku.
Bantu Follow Yuk 👇
IG = cherrypen_
Tiktok = cherrypen
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cherrypen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17. AMP
Di saat Merry membereskan berkas-berkasnya dan akan kembali lagi ke ruangannya. Gema menghentikan langkahnya.
"Merry ikutlah makan bersama kita, kebetulan aku bawa makanannya banyak, kalau untuk kita bertiga pasti cukup," ajak Gema.
"Aku makan di luar saja, ngga enak kalau harus mengganggu kalian," sambung Merry.
"Merry, makan siang saja sama kita. Kamu kapan lagi bisa makan masakan Gema yang super lezat sampai membuat kecanduan," puji Dewa sembari seraya menatap wajah istrinya.
"Beneran ngga apa-apa?"
Gema menganggukkan kepalanya. "Iya, sini duduk kita makan sama-sama."
Merry pun mengiyakan permintaan sahabatnya. Mereka makan sembari bercerita hal-hal yang lucu. Tidak ada sama sekali obrolan di antara mereka yang membahas tentang mantan pacar ataupun pengalaman buruk mereka.
Dewa makan dengan lahap masakan Gema di depan Merry. Pria itu juga sesekali mengelus lembut perut Gema dan juga menyuapinya. Sepasang suami istri sangat romantis dan harmonis. Orang yang tidak mengetahuinya jelas akan berfikir seperti itu karena tidak mengetahui yang sebenarnya awal-awal mereka berumah tangga. Dewa kerap melayangkan tangannya ke tubuh istrinya dan istrinya pun berulang kali memaafkan dan mengunci rapat-rapat mulutnya agar aib rumah tangganya tidak tercium keluar.
"Sayang, buka mulutnya," ucap Dewa seraya menyodorkan makanan ke depan mulut Gema.
Gema tersipu malu sampai pipinya bersemu merah. "Malu Mas di depan Merry," ucapnya lembut.
"Ngga apa-apa kan dia sahabatmu sendiri. Ayo ..., buka mulutnya."
Dewa menyodorkan sendoknya lebih dekat di depan mulut Gema. Dan Gema akhirnya membuka mulutnya dengan bola mata berbinar bahagia. Dia mengunyahnya pelan kemudian Dewa juga memasukkan lauk ke dalam piring Gema.
"Kamu harus makan yang banyak Sayang, biar dedek bayinya sehat," ucap Dewa.
"Iya Mas."
Merry yang berada di hadapannya merasa tidak enak hati. Dia menundukkan pandangannya, tetapi manik matanya melirik ke arah Merry dan Dewa. Sebagai seorang wanita yang masih sendiri terlebih lagi belum mempunyai pasangan jelas hatinya merasa ada rasa iri, meskipun dengan sahabatnya sendiri.
Dia juga ingin di perlakukan dengan manis oleh seorang pria yang menyayanginya. Di perhatikan dan juga di prioritaskan, namun sayangnya Merry sampai sekarang belum menemukan tambatan hati.
"Gema sangat beruntung mempunyai suami seperti Dewa. Aku jadi ingin, kelak kalau punya suami seperti Pak Dewa," batin Merry seraya menghabiskan makananya yang masih tersisa di dalam piring.
"Merry tambah lagi makannya," ucap Gema yang memecah lamunan Merry.
"Oh ..., sudah cukup. Aku sudah kenyang. Masakanmu sangat enak Gema pantas saja Pak Dewa kalau makan di luar ngga pernah habis soalnya sudah kecanduan sama masakan buatanmu."
"Kamu berlebihan memujinya Merry," sahut Gema.
"Sayang, mungkin minggu depan Aku sama Merry akan keluar memantau pekerjaan yang ada di sana. Kamu harus ikut ya, aku ngga mau tidur sendirian di hotel. Nanti, kamu di sana juga bisa sekalian jalan-jalan dan belanja apapun yang kamu inginkan," kata Dewa.
"Baik Sayang."
Gema menuruti apa yang di katakan suaminya, bukan karena tidak percaya dengan Merry dan Dewa. Dia selalu berfikiran positif terhadap suami dan sahabatnya. Akan tetapi, ide yang di berikan oleh Dewa itu boleh juga jadi dia bisa merasakan suasana yang baru.
Setelah selesai makan siang Merry kembali ke ruang kerjanya. Sejenak dirinya membayangkan jika dirinyalah yang menjadi istrinya Dewa pasti akan mendapatkan perlakuan yang sama seperti yang di dapatkan Gema. Merry tersenyum sendiri tatkala membayangkan dirinya di suapin Dewa, di cium keningnya bahkan saat hanya berdua saja. Sikap Dewa yang baru pertama kali Merry lihat sejak awal masuk kerja, baru inilah yang membuat dirinya merasa terkagum-kagum. Ternyata, Dewa memiliki sisi yang hangat di mata Merry.
Merry menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa sembari mengusap-ngusap kasar keningnya. "Merry buang jauh-jauh pikiran kotormu itu. Kamu itu ngebayangin apa sih? Kalau sudah punya suami pasti juga akan di perlakukan sama," ucapnya pelan.
"Huffttt ..." Merry menghela nafas panjang. "Sebaiknya Gue lanjut kerja saja, nih otak kok ngga jelas bayangin suami sahabat sendiri."
Menjelang sore Merry akan pulang dari kantor. Di saat dirinya menarik tas dari kursi pintu ruangan kerja Dewa terbuka. Dia menoleh melihat Dewa yang tengah merangkul bahunya Gema.
"Merry, mau pulang?" tanya Gema.
"Iya nih, sudah jamnya pulang."
"Mas Dewa gimana kalau Merry kita antar pulang sekalian, bukankah satu jalan sama kita ke arah Papa Baskara?" saran Gema.
"Boleh."
"Merry gimana? Sama kita saja kan satu arah," tanya Gema seraya tersenyum tipis.
"Baiklah kalau begitu. Hitung-hitung aku bisa irit naik taksi. Haha ... haha," celetuk Merry.
Selama perjalanan menuju apartemen, Merry lebih banyak diam. Dia duduk di belakang seraya mendengarkan obrolan Gema dan Dewa yang tengah bercanda. Merry menatap punggung belakang Dewa dan juga memperhatikan wajah Dewa samping. Bahu tegap, bibir seksi, mata tajam bak elang membuat Merry terpesona. Baru ini Merry berani memperhatikan fisik atasannya. Ketampanan Dewa memang mampu menyihir setiap wanita yang memandangnya. Bagaimana tidak lelaki itu memiliki kharisma yang luar biasa daya tariknya.
"Dewa memang pria yang sempurna. Wanita mana yang mampu menolak pesonanya," batin Merry seraya menatap wajah Dewa, meskipun hanya terlihat dari samping itu tidak menurunkan ketampanannya justru malah membuat penasaran dengan hidungnya yang mancung.
Merry kembali fokus dengan arah jalan menuju apartemennya. Dia memandu setiap belokan agar tidak salah jalan.
"Berhenti di depan ya, kiri jalan itu sudah apartemenku," ujar Merry.
"Baiklah Merry," sahut Gema.
Setelah sampai di depan apartemen Merry turun dan sebelumnya mengucapkan terima kasih lalu Dewa dan Gema melanjutkan kembali perjalannya menuju rumah Baskara, Papanya Dewa.
***
"Gema menantuku yang cantik," ucap Mama tiri Dewa sembari berlari mendekati Gema kemudian memeluknya. "Kamu sama Dewa ke sini kok ngga bilang dulu biar Mama siapkan makanan enak," tambahnya seraya memegang bahu Gema berjalan menuju ruang keluarga.
"Ini juga mendadak Ma, tidak ada rencana jadi asal aja ke sini sama Mas Dewa," jawab Gema. "Apa kabar Pa," Gema memberi salam pada Papa mertuanya, Baskara.
"Baik Gema. Gimana keadaanmu juga?"
"Gema baik Pa."
"Pa, sebentar lagi Papa akan di panggil Kakek," celetuk Dewa seraya duduk di sebelah Gema.
"Gema hamil?"
Gema menganggukkan kepalanya. "Iya Pa."
Di saat mereka tengah kumpul keluarga besar. Dering telepon rumah berbunyi. Atensi meraka pin tertuju pada telepon yang ada di atas nakas.
"Biar Mama yang menjawab," ucap Mama tirinya Dewa.
Mama tirinya Dewa pun mengangkatnya kemudian menjawab telepon itu.
"Hallo" ~ Mama tiri Dewa ~
"Hallo" ~ Mama tiri Dewa ~
"Siapa ini?" ~ Mama tiri Dewa ~
Mama tirinya Dewa menghela nafas pelan. Dia meregangkan gagang telepon dari telinganya seraya menatapnya kemudian menutupnya, meletakkan kembali pada tempatnya lantaran tidak ada jawaban sama sekali dari si penelepon. Yang ada hanyalah keheningan tanpa suara.
To be continued 😊
Bantu author Vote, like, komentar, follow yukkk 🙏