Lusiana harus mengorbankan dirinya sendiri, gadis 19 tahun itu harus menjadi penebus hutang bagi kakaknya yang terlilit investasi bodong. Virgo Domanik, seorang CEO yang terobsesi dengan wajah Lusiana yang mirip dengan almarhum istrinya.
Obsesi yang berlebihan, membuat Virgo menciptakan neraka bagi gadis bernama Lusiana. Apa itu benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi gila sang CEO?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Positive
Virgo nampak buru-buru bahkan tak peduli pada Roy yang berpapasan dengannya, ketika di lobby dia melihat seorang OB sedang bersih-bersih. Seketika dia langsung menghampiri pegawai kebersihan tersebut.
Virgo langsung memanggil pegawai itu, membuat pegawai itu heran, kenapa dia dipanggil oleh pak Virgo.
"Bapak memanggil saya?" OB itu kelihatan heran dan kaget.
Virgo mengangguk. "Tolong minta Lusi segera menemui saya! Saya tunggu sekarang." Bos perusahaan langsung memberikan perintah. Virgo bahkan memintanya dengan tegas. Namun, OB tersebut malah masih bertanya lagi.
"Sekarang, Pak?" Mungkin karena sedang bekerja juga, jadi dia harus memastikan dulu.
"Ya, sekarang!" kata Virgo jelas.
Pria yang memakai seragam OB warna biru tua itu kemudian bergegas karena diperintah atasan langsung. Entah mengapa harus memanggil Lusi, yang jelas dia tidak tahu. Hanya menjalankan perintah, dia pun pergi ke ruangan di mana para ob biasanya istirahat kalau sedang tidak bertugas.
Begitu sampai ruangan yang dicari adalah Lusi. Matanya melihat sekeliling, dicarinya yang namanya Lusi.
"Lusi ... Lusiana mana?" tanyanya pada rekan-rekan yang lain yang kebetulan lagi beristirahat di sana.
"Kamu ini kenapa? Datang-datang cari Lusi!" kata salah satu OB. Heran saja, kenapa baru datang langsung mencari Lusi, seperti mau menagih hutang saja. Membuat yang lain kaget.
"Itu, ini ... Dia sekarang dicari pak Virgo. Disuruh ke lobby, sekarang. Kalian tahu di aman dia?"
Beberapa orang yang ditanya malah menggeleng kompak. Sebab dari tadi mereka fokus bekerja, tidak memperhatikan rekan kerja yang lain.
"Biasanya jam segini anak itu ke mana?"
"Ya gak tahu. Coba di WA saja."
"Astaga lupa!"
"Eh, tapi HP nya kan jadul. Ada WA nya tidak?"
"Ya mana saya tahu!"
"Ya sudah telpon saja."
Orang yang sejak tadi dibicarakan, tiba-tiba muncul seperti jalangkung. Lusi baru masuk ruangan, dengan ember di tangan kiri dan alat pembersih kaca di tangan kanan, dia langsung ditarik lengannya oleh rekan yang lain.
"Kamu ngelakuin kesalahan apa? Kok sampai pak Virgo cari kamu?" para karyawan kebersihan langsung kepo semuanya. Takutnya Lusi malah dipecat. Karena tiba-tiba dipanggil oleh atasan.
"Nggak ... aku nggak ngapa-ngapain," ucap Lusi bingung.
Lusi kelihatan tidak tahu menahu ketika ditanyai seperti itu, dia juga tak paham. Untuk apa dipanggil, dia juga tak mengerti tujuan nya.
"Memangnya siapa yang bilang?" tanya Lusi pada yang lain.
"Saya tadi."
"Lalu kenapa?"
"Gak tahu, saya tidak tahu juga."
Mereka semua saling memandang, sampai ada yang minta pada Lusi lebih baik temui pak Virgo segera. Takutnya beliau nanti malah marah.
"Ya sudah, cepat sana ke lobby. Beliau sudah menunggu. Itu, lepas dulu sarung tangannya!"
Lusi mengangguk, dia kemudian cuci tangan dulu sebelum ke lobby untuk menemui Virgo. Tak lupa, bercermin, memastikan wajahnya tidak terlalu buluk dan kusam.
Sembari berjalan pelan, Lusi memikirkan sesuatu. Alasan apa dia dipanggil. Apalagi sampai dilewatkan oleh tekan kerjanya. Jangan-jangan hal yang penting.
"Kenapa pak Virgo cari saya? Apa hasil DNA sudah keluar? Bukannya masih lama? Apa bisa secepat itu? Tapi apa yang tak mungkin, dia orang kaya, punya kuasa," gumam Lusi lalu keluar dari lift.
Saat jalan menuju lobby, dari jauh dia melihat pak Virgo berdiri sambil melihat ponselnya. Lusi menghela napas panjang, kemudian jalan mendekati Virgo.
"Bapak cari saya?" tanya Lusi saat sudah menemui Virgo.
Virgo balik badan, tanpa ba bi bu, dia langsung mengajak Lusi jalan.
"Ikut denganku!" Virgo langsung bergegas. Virgo jalan duluan menuju mobilnya, Lusi menoleh kanan kiri, beberapa karyawan yang ada di sana memperhatikan Lusi. Mungkin aneh, melihat pimpinan perusahaan dekat-dekat dengan OB.
Mungkin bagi mereka, bos dekat-dekat dengan sekretaris cantik itu biasa. Sudah lumrah, tapi kalau dekat-dekat dengan petugas kebersihan, rasanya tak enak dipandang.
"Cepat!" ujar Virgo saat menoleh, karena Lusi sangat lamban. Dia ini buru-buru, dan Lusi sama sekali tidak bisa diajak cepat.
Meskipun begitu, Lusi pun mempercepat jalannya, dia kemudian ikut naik. Lusi membuka pintu belakang, Virgo langsung protes. Bisa-bisanya Lusi duduk di belakang, dan dia di depan. Ini seperti Lusi menganggap dia sebagai sopir.
"Kau naik depan! Aku bukan sopir!" celetuk Virgo gusar. Wajahnya langsung mengkerut karena banyak marah-marah.
Lusi mulanya ragu, tapi akhirnya dia duduk di sebelah Virgo yang berada di balik kemudi. Mobil itu langsung gas jalan keluar area kantor, menuju jalan besar dan langsung ke rumah sakit dulu sebelum ke rumah Lusi.
"Apa hasilnya sudah keluar?" tanya Lusi. Ia memberanikan diri, karena tahu mereka ke arah rumah sakit.
"Hem." Virgo malas berbicara. Hanya ham hem saja.
Hal itu membuat Lusi diam kembali. Karena tidak ada topik yang cocok untuk mereka berdua. Mereka terlalu berbeda, pasti obrolan mereka pun tak akan nyambung.
"Bagaimana hasilnya? Boleh aku tahu?" penasaran, Lusi bertanya. Meskipun dia yakin, hasilnya pasti positif anak Virgo.
"Hasilnya sudah keluar hari ini, dokter sudah menelpon sebelumnya," kata Virgo. Ia fokus pada jalan di depan.
"Oh .. " Lusi mengangguk.
"Sekarang aku harus memastikannya sendiri." Tatapan Virgo berubah tajam.
Lusi tak banyak komentar, karena dia sudah tahu hasilnya pasti positif. Jika hasilnya lain, maka rumah sakit pasti telah melakukan kesalahan.
"Bagaimana jika hasilnya positif?" pancing Virgo. Dia bicara, tapi matanya fokus ke depan. Dia juga penasaran tanggapan Lusi.
"Jika positif, artinya dia anak Bapak," ucap Lusi pelan.
"Aku tahu! Tapi aku sudah menikah!" balas Virgo.
"Saya mengerti," balas Lusi. Ia sudah tahu, jadi tak ingin tahu juga.
Keduanya diam, mungkin sama-sama tidak tahu langkah apa selanjutnya yang akan mereka ambil. Sampai tidak terasa, mobil telah sampai di depan gedung rumah sakit di mana mereka melakukan tes DNA.
***
Virgo, Lusi dan dokter, mereka sedang terlibat pembicaraan serius. Kertas hasil tes DNA, kini sudah di tangan Virgo.
"Apa hasil ini akurat?" tanya Virgo, masih memastikan. Karena setelah kejadian itu, Lusi menghilang lama, jadi banyak hal yang pasti terjadi pada perempuan itu. Virgo tak bisa percaya 100 persen kalau itu anaknya sebelum ada buktinya.
"Sangat akurat," kata dokter.
Lusi lebih banyak duduk diam, tidak bicara, hanya berbicara ketika ditanya.
"Baik, terimakasih banyak, Dok." Virgo pun pamit, dia keluar dari ruangan bersama Lusi.
"Sekarang apa mau mu? Biaya hidup? Tempat tinggal? Apa?" pertanyaan itu keluar dari mulut Virgo saat keduanya lewat koridor rumah sakit.
"Tirta anak Bapak, sudah selayaknya dia mendapatkan segalanya yang layak. Dia akan hidup nyaman jika ikut Bapak, jadi saya akan serahkan Tirta sama Bapak."
"Gila kamu! Kamu jual anak kamu sama saya???" maki Virgo. Dia langsung marah-marah.
"Tirta bukan hanya anak saya, dia juga anak Bapak! Dia berhak hidup layak sama Bapak," pungkas Lusi.
"Kamu rela anak kamu sama saya? Mana ada ibu seperti kamu. Ibu macam apa kamu, Lusi!" Virgo sangat marah. Ternyata isi kepala Lusi seperti itu. Dia pun jadi emosional dan terpancing emosinya.
"Ini demi kebaikannya."
Virgo menggeleng, "Tidak! Dia lahir di luar pernikahan! Saya tidak bisa membawanya ke rumah saya!"
Lusi kaget, tanggapan Virgo seperti itu. Dia lalu mundur dan mendongak menatap Virgo.
"Ya ... Tirta mungkin aib di kehidupan saya, tapi saya tidak pernah menyesal pernah melahirkannya!" ucap Lusi dengan tegas.
Kecewa pada Virgo, Lusi langsung jalan nyelonong. Tak sesuai ekspektasi, dia pikir Virgo akan menerima Tirta setelah tahu itu anak biologis nya.
"Lusi! Lusi!" panggil Virgo.
"Saya bisa besarkan dia sekarang. Pasti akan saya besarkan! Bapak tidak usah menanggung malu karena punya anak di luar nikah!" ujar Lusi dengan rasa kecewanya.
"BUKAN ITU MAKSUD SAYA!" sentak Virgo emosional.
"Lalu apa maksud Bapak? Minta saya pergi menjauh dari kehidupan Bapak? Seperti itu?"
Virgo pusing, kelihatan frustasi dan stress. Ia usap wajahnya dengan kasar, kemudian menatap Lusi dalam-dalam. Kelihatan berat sekali mengatakannya, karena egonya setinggi langit.
"Aku bisa memberikan kalian tempat tinggal, tapi tidak di rumahku ... tapi kau akan jadi yang ke-dua, hanya jadi bayangan. Tidak akan muncul di publik, hubungan kita akan dirahasiakan, begitu juga dengan status Tirta," ucap Virgo dan bersambung.
terimakasih juga kak sept 😇