Linda adalah seorang pengembara dengan ilmu medis dan keterampilan beladiri yang sangat hebat.
Mengalami hilang ingatan membuatnya diperbudak oleh sebuah keluarga yang membutuhkan seorang perawat gratis untuk putra mereka yang sedang sakit.
Sebuah kecelakaan membuat Linda kembali mengingat ingatannya dan kemudian bertemu seorang pria bernama Alaska yang memberinya sebidang tanah.
Dari tanah itu Linda mendapat kesuksesan sebagai seorang perempuan pengusaha tanaman herbal terbaik di desa tersebut.
Kalau kamu sakit, jangan lupa datang ke kebunnya meminta obat herbal, dijamin sembuh!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon To Raja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Sangat direndahkan
Melihat pelayan hanya pergi dan mengabaikan mereka, Emiralda tidak tahan untuk mengambil batu dan hendak melempari pelayan itu ketika ibunya dengan cepat menahan tangan Emiralda.
"Bisakah kau diam saja?" Gerutu Kartika pada putrinya.
Emiralda menggerakkan giginya, kemarahan terpancar jelas di matanya dan nafas perempuan itu memburu dengan cepat sambil melemaskan jari-jari tangannya membuat batu yang ia pegang terjatuh ke tanah.
Lerina menggelengkan kepalanya melihat kelakuan adiknya, memang adiknya itu sangat sulit mengontrol emosi, "inilah alasan aku tidak mengijinkan mu keluar rumah!" Gerutu Lerina.
Emiralda berbalik melototi kakaknya, "jadi kau menyuruhku diam saja ketika ditindas oleh orang lain?! Apalagi oleh seorang pelayan?!" Teriak Emiralda pada kakaknya.
"Sial! Percuma bicara dengan batu!" Gerutu Lerina berbalik memberi kode pada pelayannya agar membantunya menjauh dari Emiralda.
Emiralda mengerutkan bibirnya melihat kelakuan kakaknya yang begitu sok tahu. Meski begitu, dia tidak mengatakan apapun dan hanya berdiri di tempatnya memandang paviliun yang tidak menyambut kedatangan mereka.
Kartika juga merasa pusing dengan putrinya sehingga dia memilih untuk berdiri sambil bersandar ke batang pohon yang tumbuh besar di dekat paviliun.
Mereka menunggu sampai embun-embun yang menutupi dataran tinggi desa Konoha mulai menghilang digantikan dengan terik matahari yang mulai menyinari desa hingga suhu udara perlahan-lahan naik.
Pada saat itu, Emiralda sudah lelah berdiri, kakinya terasa begitu sakit sehingga dia berbalik menatap Kakak dan ibunya yang telah duduk di bawah pohon besar.
"Apa kita masih harus tetap diam? Ini sudah keterlaluan sekali! Sudah sangat lama kita menunggu di sini dan mereka sama sekali tidak memperlihatkan niat untuk menemui kita!" Keluh Emiralda yang tidak bisa menahan emosinya lebih lama lagi.
Lerina kembali menghela nafas melihat kelakuan adiknya, masih bagus mereka diberi kesempatan untuk berdiri di depan paviliun, daripada diusir di tempat itu dan benar-benar mendapat masalah gara-gara apa yang telah terjadi.
Namun dia tidak mau berdebat dengan adiknya hingga dia hanya menggeleng tenang saja dan memilih memejamkan mata seraya menahan rasa sakit pada kakinya yang sebelumnya terbentur gara-gara dorongan keras dari para pengawal paviliun.
Kartika juga melakukan hal yang sama, karena tidak ingin membuang energinya yang harus ia simpan untuk masalah yang akan mereka lalui nanti.
Melihat dua orang itu sama sekali tidak menanggapinya, maka Emiralda menjadi lebih emosi, "Kalian benar-benar diam saja setelah di injak-injak seperti ini? Ini benar-benar penghinaan bagi keluarga kita dan kalian hanya diam saja?!!" Teriak Emiralda dengan sangat keras membuat Kartika akhirnya membuka matanya dan menatap putrinya dengan emosi yang berusaha ditahan.
"Bisakah kau diam? Akan lebih buruk bagi kita jika kita mengganggu ketenangan pria yang pemilik tempat ini! Bahkan menunggu sampai sore pun itu sudah menjadi tanggung jawab kita! Atau kau memilih kita diperlakukan seperti para pejabat pemerintahan itu?" gerutu Kartika yang benar-benar tidak mengerti Bagaimana pikiran putrinya.
Masih bagus mereka diberi kesempatan untuk membuktikan ucapan mereka daripada para pejabat pemerintahan yang sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun namun mereka dan keluarga mereka malah mendapat hukum cambukan.
Emiralda pun tidak mengerti dengan pikiran ibu dan kakaknya, jelas-jelas mereka sedang direndahkan namun kedua orang itu malah bersikap acuh tak acuh.
Jadi sambil menggerakkan giginya, Emiralda berteriak keras, "Tapi Bu! Kita--"
"Beraninya kalian membuat keributan di sini?!" Suara yang berat dan mengandung amarah membuat Emiralda menghentikan ucapannya dan berbalik menatap seorang pelayan yang terakhir kali dilihat Emiralda sebagai pelayan pribadi alasan.
Pelayan itu berdiri dengan wajah yang begitu masam, sangat tidak senang dengan keributan di depan pavilium.
Emiralda melototi pelayan itu dan hendak berbicara, namun dari belakangnya ada sebuah tangan meraih lengannya membuat Emiralda menoleh dan mendapati ibunya buru-buru menariknya ke belakang.
Bagaimanapun, Kartika harus menahan putrinya itu tidak membuat lebih banyak keributan dari mulutnya yang tidak bisa dikontrol itu.
Kartika lalu menatap pelayan di hadapannya dengan wajah yang begitu penuh dengan penyesalan, "kami minta maaf, kami tidak akan membuat keributan lagi. Kami datang kemari untuk membuktikan ucapan putriku tentang perempuan bernama Linda yang sempat menjadi menantu kami. Jika tidak keberatan, Bisakah anda menyampaikan pada tuan muda untuk menemui kami di sini? Keadaan saya dan putri saya sedang tidak terlalu sehat sehingga menunggu terlalu lama akan--"
"Apa kau sedang mengeluh pada tuan muda kami? Apa kau pikir kesakitanmu layak untuk dilihat oleh tuan muda kami?! Aku kemari hanya untuk memperingatkan kalian supaya tidak membuat keributan yang berlebihan!" Tegas pelayan pribadi Alaska sebelum berbalik kembali masuk ke dalam rumah.
Emiralda menggertakkan giginya melihat apa yang terjadi, Dia hendak berteriak memarahi pelayan pribadi itu ketika sebuah tetapan melotot dilemparkan Kartika padanya.
Pada akhirnya Emiralda hanya bisa menggigit Bibir bawahnya, menahan rasa kesalnya menatap ke arah paviliun.
'Ini pasti semua rencana Linda, dia mencegah kami untuk membuktikan kebusukannya,' geram Emiralda dalam hati.
Mereka menunggu sekitar 1 jam lamanya sampai akhirnya mereka melihat pintu depan paviliun akhirnya terbuka dan terlihat seorang pria duduk di atas kursi roda dan seorang perempuan yang tak lain adalah Linda mendorong kursi roda itu dari belakang.
Tampak keduanya berbincang-bincang dengan hangat, bahkan sama-sama tersenyum. Terlihat begitu serasi dan bahagia bersama-sama seperti sepasang kekasih atau suami istri.
Yang mengejutkan ialah kebahagiaan kedua orang itu terlihat begitu santai sementara keluarga sini adalah menunggu sedari pagi dan harus duduk di tanah.
"Mereka,,," Lerina tidak tahan untuk tetap diam, perempuan itu akhirnya berdiri, namun dia menghentikan langkahnya saat melihat ibunya memberi kode padanya untuk tetap diam.
Mereka pun tidak bergerak dari tempat mereka, hanya bisa menunggu sampai mereka dipanggil ke sana.
Tetapi yang membuat kesal ialah ketika kedua orang itu duduk di kursi di depan paviliun lalu seorang pelayan mengikuti mereka dan menyeduhkan teh.
Keduanya malah duduk santai sambil minum teh mengabaikan orang-orang yang berdiri memandangi mereka.
"Ha ha..."
"Pffft!"
"Itu lucu sekali!, ha ha ha..."
Linda dan Alaska saling berbincang-bincang dan tertawa bersama, tampak begitu santai seolah-olah tidak ada sesuatu yang penting untuk dikerjakan.
Hal itu semakin memancing emosi ketiga perempuan yang ada di sana. Namun mereka tetap diam sambil menahan emosi dalam hati bahkan saat ini Emiralda mengepal kuat tangannya sampai kuku-kukunya menancap ke dalam telapak tangan.
Namun tidak ada tanda-tanda dari kedua orang itu untuk berhenti minum teh sambil bercerita, sementara kaki Emiralda sudah begitu lelah berdiri sepanjang waktu.
Pada saat Emiralda akan meledak dalam amarahnya, saat itulah alaskan memberi kode pada pelayan untuk memanggil orang-orang yang dari tadi menunggu.
Maka seorang pelayan langsung berjalan mendekati rombongan keluarga dan menyampaikan untuk mendekat.
Tidak ada rasa lega dari wajah ketiga perempuan di sana, namun kekesalan mereka semakin bertambah ketika mereka melangkah mendekat dan berpikir akan dibiarkan naik ke atas beranda depan, namun ternyata mereka hanya bisa sampai di depan tangga saja.
Perlakuan yang mereka terima ini seolah-olah seperti menghadapi seseorang yang begitu hina dan kotor sehingga naik ke atas tangga saja tidak layak.
"Ini,,," muka Emiralda memerah menahan amarahnya, matanya penuh genangan air mata, ini pertama kalinya dia dipandang begitu rendah!
biar makin semangat
thankyou ya Thor..