"Ingat Queensha. Aku menikahimu hanya demi Aurora. Jadi jangan pernah bermimpi jika kamu akan menjadi ratu di rumah ini!" ~ Ghani.
Queensha Azura tidak pernah menyangka jika malam itu kesuciannya akan direnggut secara paksa oleh pria brengsek yang merupakan salah satu pelanggannya. Bertubi-tubi kemalangan menimpa wanita itu hingga puncaknya adalah saat ia harus menikah dengan Ghani, pria yang tidak pernah dicintainya. Pernikahan itu terjadi demi Aurora.
Lalu, bagaimana kisah rumah tangga Queensha dan Ghani? Akankah berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Upaya Penyelamatan
Tiba di rumah, Queensha segera masuk ke dalam kamar. Dia mengambil koper yang biasa digunakan untuk tempat menyimpan uang. Beruntungnya saat itu Ghani serta kedua mertuanya tidak ada di rumah sehingga dia tak perlu menjelaskan apa pun kepada mereka.
"Mbak Queensha kok bawa koper segala? Mau ke mana, Mbak?" tanya Tina saat tanpa sengaja memergoki Queensha yang baru saja keluar dari kamar. Dia edarkan pandangan ke sekitar, lalu teringat akan sosok mungil yang menjadi sumber kebahagiaan bagi Ghani. "Neng Rora di mana? Kenapa saya tidak bersama Mbak Queensha?"
Wajah Queensha berubah pucat saat ditanya di mana keberadaan si cantik jelita. Namun, dia belum bisa menjelaskan secara detail apa yang terjadi menimpa putri sambungnya itu. Biarlah sekarang dia menjemput Aurora terlebih dulu, setelah itu baru memberi penjelasan kepada semua orang.
"Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang, Mbak. Maaf, aku harus segera pergi." Tanpa menunggu jawaban Tina, Queensha menarik koper itu dan menuruni undakan anak tangga menuju teras rumah. Di depan sana sudah ada taxi yang akan membawa istri Ghani ke bank dan mengantarkannya menuju lokasi tujuan.
Tak berselang lama, Queensha sudah berada di pelataran perkantoran sebuah bank milik pemerintah. Dia berderap keluar mobil sambil menarik koper kosong dan berjalan setengah berlari menuju pintu masuk.
Salah seorang security yang sedang bertugas mendekat. "Permisi, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" ucapnya sopan. Kedua alis pria itu mengerut petanda bingung sebab dari sekian banyaknya nasabah yang datang, hanya Queensha seorang yang datang dengan membawa koper berukuran besar ke bank tersebut.
"Pak, saya mau ambil uang dalam nominal yang sangat besar. Bisa tolong dibantu? Ini benar-benar urgent banget, Pak. Ini menyangkut nyawa putri saya," tutur Queensha menjelaskan.
Mendengar penjelasan Queensha, si pria berseragam navy bergegas membukakan pintu dan mempersilakan nasabahnya itu masuk ke dalam. Melihat raut wajah Queensha yang gelisah, pria itu dapat menilai sendiri bahwa nasabahnya itu memang tengah dikejar waktu sehingga dia segera mendekati meja teller yang sedang tak menerima pelanggan.
"Silakan masuk, Bu. Dan Ibu bisa mengisi slip penarikan ini dulu sambil saya konfirmasi terlebih dulu pada teller yang bertugas." Tanpa banyak bicara, security itu meninggalkan Queensha dan mendekati salah satu meja teller untuk menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan Queensha di sana.
Ketika kedua pria itu berbicara dengan nada berbisik laksana suara angin yang menggoyangkan dahan pohon di musim gugur, Queensha masih sibuk mengisi slip penarikan yang ada dalam genggaman tangan. Dia enyahkan pandangan aneh yang ditujukan oleh nasabah lain kepadanya. Meskipun sebagian dari mereka secara terang-terangan membicarakannya, dia tak peduli. Terpenting baginya saat ini adalah menyelamatkan Aurora dari tangan mama dan adik tirinya itu.
"Sudah diisi semua? Kalau sudah, Ibu bisa segera ke teller di sebelah sana. Tadi saya sudah sampaikan kendala Ibu. Nanti petugas di sana akan membantu Ibu."
"Baik, Pak. Terima kasih."
Dalam kasus ini Queensha mendapat privilege atau hak istimewa sehingga petugas bank segera memberi pelayanan kepada wanita muda itu.
Cukup lama menunggu, uang lembaran warna merah sudah berada di dalam koper Queensha. Wanita itu sedikit lega karena usahanya membuahkan hasil. "Terima kasih, Mas, sudah membantu saya. Kalau begitu saya permisi."
Diantar hingga depan parkiran mobil, Queensha menarik koper berisi tumpukan uang ratusan ribu rupiah dengan langkah panjang. Ada perasaan lega bersemayam dalam diri Queensha sebab keinginan Mia telah dipenuhi. Kini tinggal melakukan transaksi dengan ibu tirinya itu dan sebentar lagi dia dapat bertemu kembali dengan Aurora, putri kesayangannya.
"Kamu harus bersabar, Sayang. Sebentar lagi mama datang menyelamatkanmu."
***
Lita sedang berjalan mondar mandir di sebelah sang mama. Jemari tangannya memelintir ujung kaos yang dikenakan hingga pakaian atas gadis itu terlihat kusut. Sejak mereka tiba di gudang tersebut, dia tampak tengah berpikirkan akankah rencana sang mama berhasil? Akankah uang sejumlah 100 juta berada dalam genggaman tangan mereka?
Bagaimana jika seandainya rencana mereka gagal? Apakah dia dan mama tercinta akan menghabiskan waktu selama puluhan tahun lamanya di dalam sel tahanan sama seperti sang papa, Sarman? Tidak. Lita tidak mau itu semua terjadi kepadanya.
Menggelengkan kepala sambil bergumam lirih, "Aku enggak mau jadi perawan tua gara-gara tinggal di dalam penjara. Pokoknya rencana Mama harus berhasil. Iya, harus!" tandas Lita.
Mia yang sedang memainkan telepon genggam miliknya melirik sebentar ke arah Lita kemudian kembali sibuk dengan pekerjaannya yang sempat terhenti beberapa saat. "Kamu kenapa? Mama perhatikan sejak tadi mondar mandir seperti setrikaan. Sedang memikirkan sesuatu?" tanyanya tanpa mengalihkan perhatiannya sama sekali dari benda pipih tersebut.
Lita mendudukan bokongnya di sebelah kursi Mia. "Mama yakin, 'kan, usaha kita akan berhasil? Wanita sialan itu enggak mungkin lapor polisi, 'kan? Aku enggak mau loh Ma kalau sampai rencana Mama gagal dan malah membuat kit masuk penjara. Mau ditaruh di mana mukaku kalau sampai teman-temanku tahu bahwa aku masuk penjara. Mereka pasti mencibir dan menghina di belakangku."
Dengan wajah tanpa beban dan seulas senyuman lebar Mia menjawab, "Kamu tenang aja, Sayang. Mama yakin kok kalau anak sialan itu enggak berani lapor polisi. Secerdas apa pun otaknya, dia akan tetap bodoh jika menyangkut orang yang disayang." Wanita paruh baya itu memasukan kembali gawainya ke dalam saku celana lalu mendongakan kepala demi melihat wajah putri tercinta. "Apa kamu lupa bagaimana bodohnya Queensha lima tahun lalu? Dia rela menjadi TKW, bekerja menjadi seorang babysitter di Jepang hanya demi membantu biaya pengobatan si Tua Bangka penyakitan macam mendiang Om Gunawan?"
"Padahal saat itu Dokter sudah angkat tangan dengan penyakit Om Gunawan. Namun, dia bersikeras berangkat ke Jepang agar bisa mendapat uang tambahan untuk pengobatan Papa tirimu yang tak berguna itu. Bukankah dari situ saja kita tahu, betapa bodoh dan dungunya Kakak tirimu itu, Ta. Orang sudah mau sekarat, tapi dia mati-matian bekerja asalkan Papanya hidup lebih lama di bumi. Kalau bukan bodoh, apa dong namanya?"
"Kalau mama jadi dia, mana mau melakukan hal seperti itu. Lebih baik mama leha-leha dengan sisa uang yang dimiliki Papa tirimu daripada bekerja banting tulang demi mengobati penyakit pria payah macam si Gunawan itu. Terbukti 'kan, kalau umurnya enggak panjang di dunia ini? Jadi percuma aja dong diobati kalau akhirnya mati juga. Mendingan kita biarikan aja si Gunawan itu mati secara perlahan-lahan toh dia enggak bisa bertahan lama hidup di dunia ini."
Lita manggut-manggut mendengar perkataan Mia dengan seksama. Semua yang dikatakan sang mama ada benarnya juga. Queensha memiliki perasaan lembut dan tidak tegaan. Terkadang dia lemah untuk suatu hal yang berkaitan dengan dirinya.
Jadi tidak heran jika saat ini kakak tirinya itu akan melakukan apa yang diminta Mia asalkan Aurora selamat. Tak peduli jika nyawanya pun menjadi taruhannya, dia tetap mencari cara membebaskan si kecil Aurora.
"Sudah, jangan banyak dipikir! Percaya deh sama mama. Semua akan berjalan sesuai rencana. Dengan uang itu, kamu bisa terbebas dari lilitan hutang dan sisanya kita gunakan untuk modal pergi ke tempat yang baru. Di tempat baru, kita akan memulai hidup baru dengan uang yang diberikan Queensha."
"Kalau ternyata uang kita habis, gimana?" tanya Lita.
Mia tersenyum smirk. "Tinggal kita jual aja rumah peninggalan orang tua wanita sialan itu. Lagi pula sertifikat itu berada dalam kuasa mama. Sementara waktu sih kita sewakan aja. Lumayan, ada pemasukan bagi kita. Namun, kalau udah kepepet, ya dijuallah. Gitu aja kok repot."
Terdengar suara tepuk tangan menggema di penjuru ruangan. Lita tersenyum bangga karena mempunyai mama seperti Mia. "Hebat! Aku enggak nyangka Mama punya ide se-brilian ini. Mama benar-benar keren!" Dua ibu jari terangkat di udara. Bangga karena sifat Mia sangat licik dan punya seribu macam cara untuk menghancurkan Queensha.
Terkekeh pelan mendengar pujian sang anak. "Mama dilawan. Udah ah, sebaiknya kita bersiap sebab sebentar lagi Papamu akan tiba di sini. Setelah itu Queensha pun akan datang ke sini untuk memberi uang untuk ditukar dengan anak sialan itu."
...***...
😂😂😂
Bahkan lulu sampai memperingati ghani harus menjaga queensha 🤔