Hanya karena Fadila berasal dari panti asuhan, sang suami yang awalnya sangat mencintai istrinya lama kelamaan jadi bosan.
Rasa bosan sang suami di sebabkan dari ulah sang ibu sendiri yang tak pernah setuju dengan istri anaknya. Hingga akhirnya menjodohkan seseorang untuk anaknya yang masih beristri.
Perselingkuhan yang di tutupi suami dan ibu mertua Fadila akhirnya terungkap.
Fadila pun di ceraikan oleh suaminya karena hasutan sang ibu. Tapi Fadila cukup cerdik untuk mengatasi masalahnya.
Setelah perceraian Fadila membuktikan dirinya mampu dan menjadi sukses. Hingga kesuksesan itu membawanya bertemu dengan cinta yang baru.
Bagaimana dengan kehidupan Fadila setelah bercerai?
Mampukah Fadila mengatasi semua konflik dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27.
"Sore nanti Mama sama Papa akan pulang ke Indonesia. Kalian bisa anter kan?" Mama Marni menatap anak dan menantunya.
Fadila dan Arnan bersiap akan berangkat bekerja. Anan tinggal di apartemen bersama kakek dan neneknya. Tentu saja itu atas permintaan mama Marni yang sampai memasang wajah sedih.
Anan tentu saja tidak tega melihat neneknya sedih. Bocah gembul itu mau di tinggal bersama kakek neneknya. Sedangkan Fadila sedikit tidak rela meninggalkan Anan.
Namun suaminya berhasil meyakinkan Fadila kalau semuanya akan baik-baik saja. Barulah wanita itu mau meninggalkan Anan yang sudah nyaman bermain bersama papa Simon.
"Bisa, Ma. Tapi kenapa cepat sekali? Bukannya kata Mama, bulan depan baru pulang?" Tanya Arnan.
"Mama, mau mempersiapkan resepsi pernikahan kalian. Sekaligus urus pendaftaran pernikahan kalian. Bulan depan begitu kalian pulang, resepsi akan langsung di gelar."
Fadila menatap mama mertuanya tak percaya.
"Mama, serius?" Tanyanya.
"Iya, kalian cari gaunnya di sini saja. Nanti sisanya serahkan sama, Mama. Kalian hanya perlu pulang begitu ada aba-aba dari, Mama." Wanita itu berucap santai.
"Pastikan pestanya megah dan mewah, Ma."
Mama Marni mengacungkan jempolnya pada sang anak sembari tersenyum.
"Itu sudah pasti, semua orang harus tahu kalau Mama punya menantu yang luar biasa. Apa lagi cucu Mama yang sangat menggemaskan itu."
Mama Marni tersenyum lebar dengan wajah bahagianya yang terlihat begitu tulus.
"Terimakasih, Ma." Fadila berucap lirih yang membuat mama Marni memeluk menantunya.
"Jangan ada kata terimakasih lagi, Nak. Kamu adalah anak Mama sekarang. Segalanya akan Mama lakukan untuk kebahagiaan keluarga kamu. Dan juga kebahagiaan kita semua, karena keluarga adalah harta paling berharga."
Mama Marni mengusap punggung Fadila lembut, yang membuat Fadila begjtu terharu akan rasa bahagia. Kehangatan tulus seorang ibu yang sudah di rindukannya.
Biasanya Fadila akan mendapatkan pelukan hangat seorang ibu dari mamanya Sinta dan ibunya Dwi. Tali kedua ibu angkatnya itu sangat jarang bisa di temuinya setelah pindah jauh.
Setelah berpamitan pada mama mertuanya dan mengatakan apa yang harus di lakukan jika anaknya rewel. Fadila dan Arnan pergi ke perusahaan bersama.
Arnan melirik istrinya yang duduk termenung menatap jalanan di samping. Mereka berdua duduk di kursi belakang dengan Jack sebagai supir.
"Kenapa?" Arnan menyentuh tangan Fadila yang ada di atas pahanya.
Wanita itu menoleh menatap sang suami yang sedang terlihat khawatir.
"Aku gak sangka bisa nikah secepat ini. Pada hal sebelumnya gak ada niatan sedikitpun buat nikah lagi." Fadila menghela napas.
Kening Arnan mengkerut mendengar ucapan istrinya.
"Kenapa gitu?" Penasaran Arnan.
"Rasa trauma akan kegagalan di pernikahan sebelumnya selalu menghantuiku, Mas. Itulah yang buat aku gak bisa berkata apa-apa kemarin. Rasanya pikiran dan perasaanku kosong, yang begitu terlihat di mataku cuma kebahagiaan Anan saja."
Fadila mengungkapkan isi hatinya pada sang suami.
"Sekarang biarkan itu hanya menjadi masa lalu, dan cerita lama yang sudah di tutup rapat. Jangan lagi di buka cerita buruk itu, apa lagi di ingat-ingat. Kalau di ingat, jadikan itu pelajaran untuk menjadikan kita lebih baik lagi kedepannya."
Arnan menarik Fadila ke dalam pelukannya dan menepuk lembut bahu wanita itu.
"Jangan jadikan masa lalu kelam kamu itu sebagai rantai yang terus mengikat, dan bayangan menakutkan yang harus selalu kamu hindari. Tunjukkan pada masa lalu kalau kamu hebat dan mampu bangkit meski sendirian. Karena kalau kamu lemah dan terus menghindar, masa lalu malah akan menertawakan dan mengejek kamu yang tidak bisa move on darinya."
Fadila semakin merasa tenang dan lega mendengar nasehat suaminya. Memang benar yang di katakan suaminya, kalau selama ini Fadila belum benar-benar move on dari pernikahan masa lalunya.
"Terimakasih untuk nasehatnya, Mas. Aku hanya berharap, kalau Mas gak akan pernah bosan dengan kami berdua," ucap Fadila.
"Kamu lupa apa yang mama katakan tadi?" Fadila melirik suaminya. " Jangan ada kata terimakasih di antara keluarga. Memberikan yang terbaik untuk keluarga adalah kewajiban bagi suami terhadap istri dan anaknya," lanjut Arnan.
Fadila tersenyum dan semakin merasa nyaman di pundak suaminya.
Sesampainya di kantor, wanita itu segera menuju ruangannya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Tentunya setelah sag suami pergi menuju perusahaannya sendiri.
Bekerja dengan tenang dan dapat fokus menyelesaikan tugas. Karena tidak ada Anan yang akan merecokinya seperti biasa.
Namun tetap saja terasa ada yang kurang di ruangan Fadila itu. Menghela napas saat sudah merasakan rindu dengan putranya.
Beberapa saat bekerja sendirian di dalam ruangannya. Fadila sudah kedatangan kedua sahabatnya.
"Sibuk banget, Nyonya Arnan." Dwi tersenyum menggoda Fadila.
"Jangan mulai, Dwi. Pekerjaanku belum selesai," sahut Fadila yang masih berusaha fokus.
"Gimana tadi malam, Fa? Berhasil gol gak?" Tanya Sinta yang tidak juga mengganggu fokus Fadila.
"Maksud kamu?" Tanya Fadila.
"Ck, masa kamu gak ngerti sih, Fa?" Fadila menggeleng tanpa melihat sahabatnya. " Malam pertama."
Fadila menghentikan gerakan tangannya xan mengangkat pandangan menatap kedua sahabatnya yang berwajah penasaran.
"Malam pertama kelonin, Anan bukan Arnan."
Fadila kembali fokus pada deaainnya yang akan selesai sebentar lagu.
"Wah, kalah set bapaknya sama anaknya. Pasti baby boy kita gak mau ngalah sama bapak barunya," ucap Dwi.
Dwi dan Sinta membayangkan wajah imut Anan saat tak mau di pisahkan dari Fadila ketika tidur. Selama bersama mereka pun, Anan begitu sulit untuk tidur bersama mereka tanpa Fadila.
Kedua gadis itu tertawa pelan bersamaan saat berhasil membayangkan wajah menggemaskan Anan.
"Mana baby boy kita itu?" Tanya Sinta yang tak mendapati keberadaan putra mereka.
"Sama, Mama. Tadi mau aku bawa, tapi mama maksa supaya di tinggal karena nanti sore mau balik ke Indo. Jadi pengen main sama Anan sebelum pergi," sahut Fadila.
Wanita itu merapikan gambar desainnya yang sudah selesai. Lalu memasukkan desain itu ke dalam map biru.
Fadila berpindah duduk di sofa bersama kedua sahabatnya.
"Kenapa kalian bisa sesantai ini? Apa pekerjaan kalian sudah selesai?" Tanyanya.
"Beres, tinggal finising. Selesai," sahut Sinta di angguki Dwi.
"Kalau aku tinggal, santainya saja," kata Dwi pula.
"Semua proyek kita sudah selesai, Fa. Minggu depan pengganti kamu akan datang bersama, Bang Riki. Jadi seminggu kedepannya lagi, kita tinggal persiapkan gaun pernikahan kamu."
Fadila menatap Sinta penuh tanya dan curiga.
"Darimana kamu tahu kalau aku mau cari gaun?"
Sinta tersentak karena sudah hampir mengatakan semua rahasia mereka.
"Kamu lupa kalau pacar kami adalah sahabat suami kamu?" Dwi yang menyadari ke gugupan Sinta segera menjawab.
Bahaya kalau sampai Sinta di biarkan terus menjawab semuanya. Yang ada hanya akan terbongkarnya semua kelakuan mereka di belakang Fadila.
"Kok kalian mencurigakan, ya? Rasanya aku gak begitu percaya sama jawaban kamu, Dwi." yang namanya di sebut menelan ludah kasar. " Tapi karena cukup masuk akal, kali ini aku terima alasan kamu."
Dwi tersenyum lega, begitupun Sinta yang ikut terlepas dari kegugupannya. Tapi mereka juga harus tetap bersiap untuk kemungkinan akan ketahuan juga.