Mempunyai paras cantik, harta berlimpah dan otak yang cerdas tidak membuat Alsava Mabella atau gadis yang kerap di sapa Alsa itu hidup dengan bahagia.
Banyak yang tidak tahu kehidupan Alsa yang sesungguhnya. Mereka hanya tahu Alsa dari luarnya saja.
Sampai akhirnya kehidupannya perlahan berubah. Setelah kedua orang tuanya memutuskan untuk menikahkannya di usianya yang terbilang masih sangat muda itu dengan lelaki yang sangat di kenalinya di sekolah.
Lelaki tampan dan juga memiliki otak yang cerdas seperti Alsa. Bahkan Dia juga menjadi idola di kalangan siswi di sekolahnya.
Mau menolak? Jelas Alsa tidak akan bisa. Bukan karena dia memiliki rasa, tetapi keputusan kedua orang tuanya adalah mutlak.
Follow ig riria_raffasya ✌️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riria Raffasya Alfharizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
No One Loves Me
Alsa memejamkan matanya, kepalanya dia sandarkan di kursi mobil. Apa yang dia takuti akan benar terjadi, sampai membuat seorang Alsava yang biasanya mempunyai banyak jalan keluar dari masalahnya sekarang dibuat buntu dengan pikirannya.
"Arghh!" kesal Alsa seraya memukul pelan keningnya dengan tangan yang mengepal.
Alsa membuka matanya perlahan, menatap ke arah teman-temannya yang masih memakai seragam sekolah dengan begitu bebas, mereka bebas melakukan apapun termasuk melakukan hal konyol menunggui Gerald di parkiran. Dan itu semua karena hidup mereka tidak diatur oleh kedua orang tua yang mengharuskan menikah muda.
Alsa tersenyum kecut, lalu menggeleng pelan. Bukan Alsa namanya jika tidak menolak rencana pernikahan dadakannya itu. Paling tidak Alsa meminta waktu sampai dia lulus sekolah.
Membayangkan hidup dengan Gerald membuat hidup Alsa seperti sudah mati sejak rencana perjodohan di antara keduanya.
"Daebak! gue nggak ngerti lagi sama Kak Gerald, terbuat dari apa sih bisa ganteng gitu?" ucap Icha seraya masuk ke dalam mobil. Begitu juga dengan Kia yang juga masuk ke dalam mobil.
Alsa menoleh ke arah Icha dengan malas. Lagi-lagi cowok yang sudah membuat masa depannya hancur yang selalu disebutkan oleh Icha.
"Lo bisa nggak sih jangan bahas si ketos alay itu?" kesal Alsa membuat Icha langsung melotot.
"What? lo bilang Kak Gerald alay? udah berapa kali gue bilang sih Al, Kak Gerald itu nggak alay dia idaman tahu!" jawab Icha tidak terima dengan julukan Alsa untuk Gerald.
"Serah lo deh," jawab Alsa dengan malas.
Kia menggelengkan kepalanya dengan perdebatan di antata Alsa dan Icha. Yang satunya begitu menggila dengan Ketua osis itu, dan yang satunya lagi begitu membenci ketua osis yang selalu memberi hukuman untuknya.
Gerald memutar balik mobilnya menuju ke sekolah. Tadi dia sudah setengah jalan. Tetapi lagi-lagi Ayah Anaya menelponnya dan meminta tolong Gerald untuk mengantarkannya pulang karena beliau tidak bisa menjemput anak gadisnya. Alhasil Gerald mengiyakan permintaan dari Ayah Anaya. Mau bagaimanapun dia tidak bisa menolak karena Gerald cukup dekat dengan Ayah Naya.
Gerald memberhentikan mobilnya di depan gerbang sekolah. Terlihat Anaya yang tersenyum melihat kedatangan mobil Gerald. Keadaan di sekolah sudah cukup sepi, hanya tinggal beberapa siswa/i saja yang masih tinggal di sekolah dan belum pulang.
Geral menghela napasnya dalam, melihat Naya yang berjalan ke arah mobilnya.
"*Sorry* ngerepotin lo Ral, Bokap gue nggak bisa jemput," ucap Anaya seraya memasang *seatbelt*.
Anaya duduk di samping kemudi. Yang berati dia duduk di sebelah Gerald. Tidak ada jawaban dari Gerald dia hanya mengangguk seraya tersenyum tipis menjawab ucapan Anaya tadi.
Mobil Gerald perlahan kembali meninggalkan sekolah. Dia harus mengantarkan Anaya pulang terlebih dahulu.
"Ral," panggil Naya untuk memecah keheningan.
Sedari tadi tidak ada perbincangan di antara mereka. Dan semua berubah sejak pernyataan perasaan Anaya terhadap Gerald beberapa hari yang lalu.
Gerald menoleh ke arah Naya sekilas. Lalu kembali fokus dengan jalanan. "Kenapa?" tanya Gerald datar.
Anaya menghela napasnya, dia tidak betah terus berada di situasi canggung seperti ini dengan Gerald. Dan satu lagi, mereka jadi tidak sedekat dulu, Naya harus bisa merubah Gerald seperti semula ketika dengannya. Menjadi Gerald yang kembali menyenangkan dan tidak terus menyuekinya.
"Tentang yang tadi-" kalimat Naya terjeda.
"Gue minta maaf Ral, gue nggak ada maksud buat ikit campur urusan pribadi lo," lanjut Naya membuat Gerald menghela napasnya dalam.
Gerald melirik ke arah Naya sekilas. "Nggak masalah."
Lagi-lagi jawaban Gerald tetap cuek dengannya, tetapi Naya tetap harus berusaha membuat Gerald kembali berubah seperti Gerald yang dulu, dan itu akan membuatnya semakin mudah untuk mendapatkan Gerald.
Naya mengepalkan tangannya kuat, dia menyesal karena terlalu terburu-buru menyatakan perasaannya dengan Gerald. Jika saja Anaya lebih sabar sampai bisa membuat Gerald tidak bisa jauh darinya, mungkin semuanya tidak akan seperti sekarang. Tetapi Naya sangat penasaran dengan gadis yang bisa begitu dekat dengan Gerald tadi.
"Tentang perkataan gue tempo hari, lupakan." Naya terpaksa mengatakan itu untuk membuat Gerald kembali seperti yang dulu.
"Gue udah lupain kejadian waktu itu." Gerald menjawab yang membuat hati Anaya semakin sesak rasanya. Tetapi Naya harus berusaha bersikap tenang dan biasa saja di depan Gerald.
Anaya tersenyum manis ke arah Gerald. "Baguslah kalau gitu, mulai sekarang jadilah seperti Gerald yang gue kenal dulu." Anaya kembali tersenyum begitu manis.
Gerald menoleh ke arah Anaya, lalu tersenyum begitu hangat. Ini yang Gerald inginkan. Anaya tetap menjadi sahabat baiknya. Di dalam hidupnya dan sampai kapanpun akan tetap menjadi sahabat.
Sampai di depan rumah Anaya. Gerald langsung pamit untuk pulang. Dia ada kepentingan dengan keluarganya. Dan tentu saja tentang rencana pernikahannya dengan Alsava.
"*Tahnk* Ral, masuk dulu nggak?" ucap Naya menawarkan Gerald untuk mampir ke rumahnya.
Gerald menggeleng dengan senyum. "Lain kali saja," jawab Gerald membuat Naya mengangguk.
Gerald kembali meninggalkan rumah besar Anaya. Bahkan dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sedari tadi kedua orang tuanya sudah terus menelponnya untuk segera pulang.
Sedangkan di tempat lain. Alsa sedang duduk di kamarnya. Tadi dia mengusir Icha dan Kia untuk pulang dengan alasan akan ke rumah saudaranya. Beruntung kedua sahabatnya tadi menurut. Biasanya mereka akan meminta untuk menemani Alsa ketika kedua orang tua Alsa tidak ada di rumah, pokoknya kemanapun Alsa pergi Icha dan Kia juga akan selalu ada. Termasuk ke tempat saudara Alsa.
"Gue harus selesaikan semuanya secepatnya," gumam Alsa seraya menatap ke arah jendela.
Tidak lama asisten rumah tangganya mengetuk pintu kamarnya. Ternyata kedua orang tua Alsa sudah pulang dan sudah berada di bawah.
Alsa melirik jam yang baru saja menunjukan pukul 7 malam. Dia tersenyum tipis mengingat jika kedua orang tuanya rela pulang terlebih dahulu untuk menikahkannya dengan Gerald. Jika bukan karena hal itu tentu saja kedua orang tuanya tidak akan repot-repot untuk pulang sekarang.
Dengan langkah malas, Alsa menuju ke bawah. Terlihat kedua orang tua Alsa yang sedang membantu asisten mereka untuk membawa barang-barang mereka.
"Sayang," panggil Mami Eva dengan lembut.
Mami Eva ialah model terkenal pada jamannya, meskipun usianya tidak lagi muda, tetapi dunia model tidak pernah dia tinggalkan sampai sekarang. Karena masih banyak yang membutugkan jasanya sampai sekarang. Mami Eva begitu menyukai profesinya itu. Selain ikut menemani bisnis suaminya tentunya.
Alsa tersenyum tipis. Tidak ada pelukan atai ciuman dari anak dan orang tua itu. Semua tampak canggung, dan itu karena hubungan di antara mereka yang memang tidak pernau bisa dekat.
"Baguslah kalau kamu menurut dengan Mami dan Papi." Papi Dion menepuk pundak Alsava.
Alsa menghela napasnya dalam-dalam. "Aku tidak mau menikah di usiaku yang masih begitu muda Pi," tolak Alsava.
Papi Dion menatap Alsa tajam. "Kamu tidak bisa menolak Al, pernikahanmu akan di langsungkan besok pagi!" tegas Papa Dion membuat Alsava melotot tidak percaya.
Tubuhnya terasa beku, tetapi hatinya begitu sesak. Alsava lemas tetapi tubuhnya terasa kaku, ucapan dari Papinya membuat Alsava seperti hilang kesadaran. Alsa menatap Papinya tajam, lalu beralih menatap Maminya yang tampak terdiam tidak bisa menolongnya.
Air mata yang sedari tadi dia tahan sudah lolos begitu saja berjatuhan di pipinya. Alsa harus mengorbankan masa mudanya untuk cowok yang tidak dia cintai. Ralat lebih tepatnya malah cowok yang Alsava benci. Hidup dengan Gerald tidak pernah Alsa bayangkan sebelumnya. Jangankan membayangkan berharap saja Alsa tidak akan pernah
"Aku benci kalian!" teriak Alsa lalu segera berlari menuju ke kamarnya dengan air mata yang masih terus berjatuhan.
*Tidak ada yang menyayangiku*. Batin Alsava.
Mami Eva dan Papi Dion menghela napasnya dalam. Mami Eva berusaha untuk berbicara dengan Papi Dion.
"Pi apa sebaiknnya-" kalimat Mami Eva terhenti karena sudah dipotong oleh Papi Dion.
"Jangan bela anak itu! aku tidak ingin suatu saat dia mengikuti jejakmu menjadi seorang model! lebih baik menjadi wanita yang mengurus anak dan suami di rumah!" tegas Papi Dion membuat Mami Eva menghela napasnya dalam. Mami Eva sadar suaminya melakukan ini karena tidak ingin Alsa seperti dirinya. Dan dia memang tidak bisa melakukan apa-apa selain menyetujui apa yang suaminya inginkan.
Gaes sorean ya aku sibuk banget baru pulang. Tinggalkan jejak gaes 😘😘