Takdir dari Tuhan adalah skenario hidup yang tak terkira dan tidak diduga-duga. Sama hal nya dengan kejadian kecelakaan sepasang calon pengantin yang kurang dari 5 hari akan di langsungkan, namun naas nya mungkin memang ajal sudah waktunya. Suasana penuh berkabung duka atas meninggalnya sang korban, membuat Kadita Adeline Kayesha (18) yang masih duduk di bangku SMA kelas 12 itu mau tak mau harus menggantikan posisi kakaknya, Della Meridha yaitu calon pengantin wanita. Begitu juga dengan Pradipta Azzam Mahendra (28) yang berprofesi sebagai seorang dokter, lelaki itu terpaksa juga harus menggantikan posisi kakaknya, Pradipta Azhim Mahendra yang juga sebagai calon pengantin pria. Meski di lakukan dengan terpaksa atas kehendak orang tua mereka masing-masing, mereka pun menyetujui pernikahan dikarenakan untuk menutupi aib kelurga. Maksud dari aib keluarga bagi kedua belah pihak ini, karena dulu ternyata Della ternyata hamil diluar nikah dengan Azhim. Mereka berdua berjanji akan melakukan pernikahan setelah anak mereka lahir. Waktu terus berlalu dan bayi mereka pun laki-laki yang sehat diberi nama Zayyan. Namun takdir berkata lain, mereka tutup usia sebelum pernikahan itu berlangsung. Bagaimanakah kehidupan rumah tangga antara Azzam dan Kayesha, yang memang menikah hanya karena untuk menutupi aib keluarga dan menggantikan kakak mereka saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon almaadityaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04. SMDH
Selamat ya, Sha. Doa terbaik aja buat kalian deh ya, aamiin.
Kayesha mengaminkan, lalu memegangi tangan Ocha.
"Makasih ya, Cha," Ocha mengangguk.
"Eh sorry ya, Sha, gue ga bisa lama. Soalnya gue hari ini ada ketemuan sama sepupu gue dari Kalimantan," Kayesha mengangguk.
"Hati-hati ya, Cha. Thanks banget udah dateng, kalo ada apa apa kabarin gue ya, Sha," Ocha mengacungkan jari jempol.
"Dah, see you princess."
Sehabis itu Ocha berpamitan dengan orang tua Kayesha dan Azzam, lalu turun dari panggung pelaminan.
Ya, tak terasa waktu berjalan cepat begitu saja. Tepat di hari Minggu pada bulan Februari ini, Azzam dan Kayesha melangsungkan pernikahan. Tak ramai orang yang datang, hanya keluarga kedua mempelai, kolega-kolega, teman-teman Azzam, satu orang teman Kayesha, dan sisanya hanya orang-orang komplek.
Kini Azzam dan Kayesha sudah menjadi suami istri secara agama, bukan negara karena Kayesha masih berstatus pelajar sekolah yang baru saja berumur 18 tahun, sedangkan syarat sah pernikahan yaitu 19 tahun.
Di hari pernikahannya, yang jelas tidak ada rasa sedih atau pun tersiksa yang dirasakan Azzam dan Kayesha. Terutama Kayesha, selama dari awal akad berlangsung sampai sekarang pun perasaannya biasa saja, ia kira ia akan menangis-nangis karena sedih dan tersiksa.
Ck, dah nikah aja ni Zam!
Ekhem, selamat ya Zam!
Tiba-tiba Yohan dan Abim naik ke pelaminan sekedar basa basi dan salam-salaman. Mereka tak percaya bahwa teman mereka yang selama ini mereka kenal tidak pernah terpikirkan dengan wanita, eh ternyata sekarang langsung menikah saja.
"Iya, thanks ya," balas Azzam dengan nada malas sekaligus bercanda.
"Bisa kali kita fotbar bareng, iya kan Kayesha?" Kayesha hanya tersenyum kikuk dan mengangguk.
Akhirnya mereka berempat berfoto bersama sebagai kenang-kenangan.
"Yang lain mana? Daritadi ga keliatan," kata Azzam.
"Ada tuh, masih makan sama ada beberapa yang baru aja sampai," Azzam ber oh-ria.
"Yaudah gue sama Abim ke bawah dulu mau makan lagi ya," Azzam terkekeh.
"Habisin aja lah sekalian prasmanannya juga gapapa kalo perut kalian masih bisa di ganjel," mereka bertiga tertawa.
"Yaudah, kita ke bawa dulu ya. Selamat, Zam!"
Sehabis salam-salaman, Yohan Abim turun ke bawah dan melanjutkan sesi makan mereka yang ketiga. Azzam hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat dua sahabatnya itu, sedari masa sekolah ketika ada kondangan seperti ini di komplek atau undangan orang, mereka bertiga dengan kompak akan menghabiskan 4 piring nasi dengan lauk yang berbeda-beda.
Tapi berbeda dengan sekarang, kini justru Abim dan Yohan yang menghabiskan makanan di kondangan temannya sendiri, Azzam.
\~•\~
Waktu terus berlalu, acara pernikahan yang tadinya cukup ramai, kini sudah selesai. Baik dekor dan tenda-tenda juga sudah disiapkan untuk dikembalikan kepada pihak WO. Makanan-makanan sisa dari pernikahan yang banyak tersisa itu juga dibagikan kepada tetangga-tetangga lainnya.
Kayesha benar-benar kelelahan, meski sudah menghapus make up nya, tapi badannya terasa lengket ingin mandi. Tapi ia mengurungkan niatnya karena nanti ia harus pergi kerumah baru Azzam, sekaligus rumah yang akan ia tinggali berdua dengan suaminya itu.
"Kasian Kayesha, kamu kecapean ya sayang?" Tanya Zila tiba-tiba entah datang dari mana.
Kayesha terkekeh, "lumayan lah, Mi. Tapi gapapa."
"Hari ini, kamu sama Azzam jadi ke rumah itu ya?" Kayesha mengangguk.
"Kata Mas Azzam gitu, aku terserah aja. Tapi itu gapapa kok, Bun. Tinggal bawa baju-baju juga kesana."
"Tapi kan kamu pasti capek banget, sayang. Mending malam ini kamu dirumah Bunda dulu, biar nanti baju-baju sama printilan printilan disana Umi sama Abi aja yang urusin biar kamu ga capek-capek."
"Gapapa, Umi. Baju-baju aku udah dilipat sama dalam koper semua juga, tinggal di taroh sama dirapiin aja nanti di lemari—"
Eh Kayesha, kamu udah makan belum?
Dari arah lain muncul lagi Desi.
"Eh Bunda, engga kok aku udah makan tadi siang. Bunda sendiri udah makan? Makanan sisa tadi udah dibagi semua belum, Bun?"
"Udah, tinggal beberapa potong aja lagi di dapur buat nanti. Kamu ga mau mandi, Sha? Kamu nanti jadi kerumah sana?" Kayesha mengangguk.
"Iya Bu Desi, padahal aku bilang nanti nanti aja lho biar baju sama printilan rumah mereka aku aja sama Mas Osman yang beresin. Kasian kan, Kayesha pasti kecapean," sahut Zila.
"Iya ya, yaudah Kayesha nginep dulu sehari sama Ayah Bunda dulu disini, baru nanti kesana pas udah beres. Bunda juga mau bantuin soalnya, kasian juga kan kamu."
"Ngga kok Bun, gapapa. Ga capek banget juga, lagian Kayesha pengen beresnya sekarang jadi besok-besok udah rapi aja gitu semuanya, dan aku ga ada beban apa-apalagi," jelas Kayesha.
Setelah obrolan yang cukup lama, tak terasa waktu sudah menunjukkan waktu maghrib. Akhirnya dua keluarga yang telah menyatu itu memutuskan untuk sholat berjamaah diruang tamu yang luas. Setelahnya, mereka membantu Azzam dan Kayesha yang mempersiapkan barang-barangnya di mobil milik Azzam.
"Ini udah siap semua, nak?" Tanya Latif ke Kayesha.
"Udah, Yah. Ini aja kayak nya," Kayesha pun menutup pintu bagasi mobil.
"Kalau ada apa-apa, hubungin Abi ya Kayesha, jangan sungkan-sungkan," Kayesha tersenyum kecil dan mengangguk mendengar ucapan Osman.
Meski dari awal pernikahan ini ia anggap terpaksa, tapi kini ia merasa biasa saja. Ia tak punya alasan untuk membenci Azzam dan keluarganya, karena memang Osman dan Zila benar-benar baik kepadanya, membuat perasaannya sedikit membaik.
"Udah siap?"
Tiba-tiba Azzam muncul dari balik pagar dengan Zila dan Desi dibelakangnya.
"Udah, Zam," sahut Latif dan Osman berbarengan.
Kayesha yang tahu ia akan berpisah dengan orangtua nya itu mencoba menahan air matanya, "kalau gitu Kayesha pamit ya, Bun, Yah. Sering-sering dateng ya nanti."
Desi tersenyum kecil, lalu mengusap rambut anaknya itu. "Nggih, Adek sayang. Yaudah sana gih, hati-hati ya. Jangan nyusahin Azzam ya," Kayesha tertawa kecil dan mengangguk.
Kayesha memeluk Desi erat, lalu beralih juga memelik Latif.
"Abi, Umi, Bunda, Ayah, Azzam pamit dulu ya, insya Allah Kayesha bakal saya jagain dengan baik. Sering sering mampir kerumah, kalau bisa nginep juga," Azzam menyalimi orangtua dan mertuanya, begitu juga Kayesha.
"Iya, Zam. Hati-hati ya, Ayah nitip Kayesha ya. Kalau dia rewel, cuekin aja ya haha," Azzam terkekeh pelan sambil menahan senyumnya.
"E-eh, Zayyan mana, Bun?" Tanya Kayesha.
"Ada kok dikamar udah tepar mungkin juga ikut kecapean kali," semuanya pun tertawa sesekali membahas tentang Zayyan.
Setelah beberapa waktu, tak lama kemudian Zayyan dan Kayesha memutuskan pergi dari sana menuju rumah baru mereka.