Ariana tak sengaja membaca catatan hati suaminya di laptopnya. Dari catatan itu, Ariana baru tahu kalau sebenarnya suaminya tidak pernah mencintai dirinya. Sebaliknya, ia masih mencintai cinta pertamanya.
Awalnya Ariana merasa dikhianati, tapi saat ia tahu kalau dirinya lah orang ketiga dalam hubungan suaminya dengan cinta pertamanya, membuat Ariana sadar dan bertekad melepaskan suaminya. Untuk apa juga bertahan bila cinta suaminya tak pernah ada untuknya.
Lantas, bagaimana kehidupan Ariana setelah melepaskan suaminya?
Dan akankah suaminya bahagia setelah Ariana benar-benar melepaskannya sesuai harapannya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan-jangan dia ...
Karena kesibukan beberapa Minggu ini, Ariana jadi sedikit melupakan perihal pertengkarannya tempo hari dengan Danang. Apalagi selama beberapa waktu ini juga, Ariana tidak pernah melihat laptop Danang terkapar begitu saja. Laptop Danang memang kerap dibawanya kemana-mana. Entah kemana diletakkannya laptop itu sepulang bekerja, tapi yang pasti Ariana tidak melihatnya sama sekali.
Sebenarnya Ariana merasa curiga. Pasti ada rahasia besar di dalam benda elektronik berbentuk segiempat tersebut. Sayangnya, Ariana belum menemukan cara untuk menyelidikinya.
"Mas, kamu mau kemana?" tanya Ariana yang baru saja keluar dari dalam kamar.
"Ke toilet. Perutku mulas," jawab Danang sambil lalu. Dahi Ariana mengernyit saat melihat Danang berjalan ke toilet dengan terburu-buru.
Ariana pun segera mengambil tempat, duduk di sofa tempat Danang tadi duduk sambil membaca beberapa lembar laporan riwayat kesehatan pasien.
Ariana yang hendak menonton televisi pun mengambil remote televisi yang terkapar di samping ponsel Danang. Namun baru saja tangannya menyentuh remote televisi, ia mengernyit saat sebuah pesan bernada perhatian masuk ke ponsel suaminya.
Ariana menoleh ke arah belakang, melihat situasi aman, ia mendekatkan wajahnya ke arah ponsel. Layar ponsel itu memang terkunci, tapi Ariana bisa menarik bar notifikasi untuk membaca pesan masuk tersebut.
Dahi Ariana mengerut saat melihat foto profil pengirim pesan tersebut merupakan gambar punggung tangan yang saling bergenggaman tangan tersebut. Jelas sekali dari bentuk tangan, kedua tangan itu merupakan tangan laki-laki dan perempuan. Namun yang membuat jantung Ariana berdetak kencang adalah ia sangat mengenal tangan sang laki-laki. Terlihat jelas dari tanda lahir di punggung tangannya sebab posisi punggung tangan sang laki-laki ada di atas, sementara tangan perempuan ada di dalam genggaman tangannya.
"M?" Ariana menyebut nama kontak perempuan itu. Ia lalu membaca pesannya.
[Dan, perut kamu masih sakit? Udah minum obat? Maaf, ini gara-gara aku maksa kamu makan seblak super pedas punyaku.]
Degh ...
Ariana segera mengunci layar ponsel itu kembali. Lalu kembali duduk di tempatnya. Seketika Ariana kehilangan selera untuk menonton televisi. Dengan hati yang bergemuruh, Ariana justru kembali ke kamar dan membaringkan tubuhnya.
"Na, kamu kenapa? Kamu sakit?" tanya Danang yang sudah masuk ke dalam kamar. Tidak menemukan Ariana di luar, Danang pun segera menyusul ke dalam kamar beberapa saat kemudian.
"Aku ... aku nggak papa kok."
Ya, secara fisik memang Ariana tidak apa-apa, tapi hati ... Hatinya benar-benar sakit saat ini. Kecurigaannya semakin menjadi. Ia yakin, suaminya memiliki wanita lain di belakangnya.
Dipandanginya wajah suaminya yang kini menatapnya.
'Sebenarnya apa yang kau rahasiakan di belakang ku, Mas? Apa benar kau memiliki wanita lain?'
"Kenapa?" tanya Danang saat melihat Ariana menatapnya lekat.
"Mas, boleh aku tanya sesuatu?"
"Tanya saja. Kenapa mesti bertanya lagi? Bukannya kau kalau mau apa-apa, langsung bilang aja tanpa bertanya lagi." Alis Danang naik sebelah merasa heran dengan sikap Ariana.
"Mas, apa Mas Danang mencintaiku?" tanya Ariana mengabaikan kata-kata Danang sebelumnya.
Danang terperanjat. Ia tidak menyangka Ariana akan menanyakan hal seperti itu.
"Pertanyaan apa itu?" Danang justru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Lalu ia pura-pura sibuk dengan ponselnya. Melihat bagaimana sikap Danang membuat Ariana perlahan tahu kalau suaminya tidak pernah mencintainya. Ariana tersenyum sinis. Mengasihani dirinya sendiri yang ternyata cintanya bertepuk sebelah tangan.
"Kenapa Mas nggak mau menjawab?" tanya Ariana retoris.
"Lalu aku harus jawab apa, Ana? Pertanyaanmu itu aneh, tau nggak. Aku nggak biasa bilang begituan. Lagipula cinta itu tak perlu dikatakan, tapi dibuktikan dengan perbuatan. Dan bagiku dengan menikahi mu sudah menunjukkan bagaimana perasaan ku padamu." Danang menjawab dengan nada kesal.
"Jadi menurut Mas ini pertanyaan aneh? Tapi sayangnya hampir semua perempuan bila dalam posisiku pasti akan bertanya-tanya 'cintakah suaminya kepadanya?' Perempuan itu membutuhkan validasi untuk meyakinkan kalau ia tidak salah dalam menjatuhkan cintanya pada laki-laki itu. Begitu pula aku. Aku ingin memvalidasinya. Sebab aku tidak ingin salah dalam menjatuhkan perasaanku. Aku tidak ingin mencintai laki-laki yang perasaannya ternyata bukan untukku." Ariana mengucapkan setiap kata itu dengan sedikit penekanan membuat Danang seketika menoleh.
"Apa maksudmu?"
"Tak perlu tanyakan apa maksudku, tapi cukup pastikan untuk siapa perasaanmu sebenarnya. Seumur hidup itu terlalu lama untuk dihabiskan dengan orang yang salah," ucap Ariana menggebu. Bahkan matanya tampak berkaca-kaca membuat Danang sampai tertegun di tempatnya.
Ariana pun segera membalikkan tubuhnya membelakangi Danang. Lalu memejamkan mata. Membayangkan ternyata suaminya tak pernah mencintainya membuat hatinya sakit.
Danang menghela nafas panjang. Rasa kantuk yang tadi menyergap kini entah hilang kemana. Danang lantas segera beranjak dari tempat tidur dan keluar dari dalam kamar. Saat Danang sudah keluar, Ariana pun membuka mata. Rinai air mata perlahan mengalir membasahi bantal.
"Ya Allah, sebenarnya aku tidak ingin menaruh curiga apalagi berpikiran buruk pada suamiku, tapi ... kenapa semakin aku ingin berpikiran positif, semakin kuat pula pikiran negatif menyerbu otakku. Ya Allah, aku mohon, tunjukkan kebenaran agar aku tidak selalu menduga-duga seperti ini."
...***...
Siang ini Ariana sengaja datang ke rumah sakit dimana Danang bekerja. Mereka bekerja di rumah sakit berbeda. Danang bekerja di rumah sakit yang sama dengan Samudera, sementara Ariana memilih rumah sakit berbeda agar ia tidak dikatakan mendompleng nama sang ayah saya bekerja di sana.
Brukkk ...
"Eh, maaf," ujar Ariana saat tanpa sadar menabrak seorang perawat hingga menjatuhkan lunch box miliknya.
"Ah, tidak apa-apa, Mbak. Untung tidak tumpah," ujar perawat tersebut sambil tersenyum lebar.
Mata Ariana mengerjap saat melihat perawat tersebut. Ia seakan familiar dengan wajah cantik perawat tersebut.
"Apa kita pernah saling mengenal sebelumnya?" tanya Ariana.
"Ya? Maaf, sepertinya tidak pernah. Apa Anda mengenal saya?"
"Ah, sepertinya hanya perasaanku saja." Ariana tersenyum. Perawat itupun segera berlalu dari hadapan Ariana.
Karena waktu sudah semakin mendekati jam makan siang, Ariana pun kembali melangkahkan kakinya ke dalam rumah sakit.
"Sus, dokter Danang ada di tempatnya?" tanya Ariana ke meja front office.
"Eh, dokter Ariana. Sebentar lagi jam istirahat dokter Danang, Dok. Dokter bisa langsung ke ruangan Dokter Danang." Petugas yang berjaga di meja front office kebetulan mengenal Ariana sebagai putri dari Dokter Samudera sekaligus istri dari dokter Danang.
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih."
Usai mengucapkan itu, Ariana pun segera berjalan menyusuri koridor dan masuk ke dalam lift yang akan mengantarkannya ke lantai dimana ruangan Danang berada. Setelah pintu lift terbuka, Ariana pun segera melangkahkan kakinya sambil melirik ke arah tas kanvas yang dipegangnya. Tas itu berisi makan siang yang ia beli di restoran favorit Danang. Saat beberapa langkah lagi Ariana tiba di ruangan Danang, tiba-tiba ia menangkap sosok perempuan yang keluar dari ruangan Danang. Perempuan itu keluar dengan tersenyum lebar. Wajahnya tampak berseri-seri. Kentara sekali ia sedang bahagia.
Tak ingin menduga-duga, Ariana meneruskan langkahnya. Saat mereka kembali berpapasan, perawat itu tersenyum manis ke arahnya membuat jantung Ariana seketika berdetak kencang.
Degh ...
"Jangan-jangan dia ... "
Ariana membalikkan badannya menatap perawat tersebut yang terus berjalan hingga menghilang dari pandangannya.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Soale kan kandungan nya emang udah lemah ditambah pula,sekarang makin stress gitu ngadepin mantannya Wira
bukannya berpikir dari kesalahan
kalou hatinya tersakiti cinta akan memudar & yg ada hanya kebencian...