Wanita Satu Milyar

"Serius kamu ingin ke Belanda?" tanya Yolanda penasaran.

"Beneran! Masak bohong! Sebentar, aku udah buat Visa dan Paspornya," jawab Reynan dengan nada serius.

Reynan mengeluarkan surat penting yang berupa visa dan paspor yang ternyata sudah ia buat.

Yolanda melongo. "Kok Pak Reynan tega pergi meninggalkan anak-anak di sini. Mereka masih butuh motivasi dari Pak Reynan yang selalu membuat anak juara dan meraih banyak olimpiade. Yolanda menyayangkan Pak Reynan yang tiba-tiba ingin pergi ke Luar Negeri."

Pak Reynan terkekeh. "Percuma saya pandai, cerdas dan bertalenta tetapi saya tidak bisa melamar kamu, Yolanda! Semua itu gara-gara uang 'kan? Kamu tahu, akan pendidikan, tetapi kenapa kamu meminta mahar yang di luar logika?"

Reynan berusah menasihati Yolanda agar ia tidak matre. Dan sadar akan kesalahannya.

Yolanda memutar bola matanya. "Itu tidak ada kaitannya dengan pernikahan Pak? Saya berbicara masalah masa depan anak-anak di sekolah ini!" jawab Yolanda yang tidak paham akan maksud Reynan.

"Selain saya memikirkan masa depan anak-anak di sekolah ini, saya juga memikirkan masa depan pernikahan saya dengan orang yang saya cintai! Percuma saya bekerja di sini, bisa membuat anak berprestasi, tapi penghasilan tidak naik. Yang kamu ingin 'kan uang satu miliar 'kan? Bukan prestasi? Aku itu mencintai kamu, Yolanda!"

Degh!

Hati Yolanda seperti kejatuhan benda yang membuatnya seperti tertindih batu besar. Jiwanya bergetar akan ucapan Reynan yang terakhir.

Selama ini, Yolanda tidak pernah memikirkan tentang perasaan pria yang mencintainya.

Yolanda sampai tidak sadar, bahwa ia akan segera mengajar.

Mengetahui sekolahan tersebut sedang ada masalah, selaku kepala sekolah, Pak Utomo memulangkan seluruh anak didiknya.

Pak guru akan fokus menyelesaikan masalah dengan para guru, terutama Pak Reynan yang akan berniat keluar mengajar dari sekolah tersebut.

"Jadi, Pak Reynan ke luar negeri demi saya! Demi bisa mendapatkan uang satu miliar?" tanya Yolanda dengan polosnya. Ia kemudian tertegun dan merasa tidak enak dengan tekad baja seorang Reynan.

"Iya! Semua pak guru tahu, kalau aku menyukai kamu! Terkecuali Ibu-Ibu guru yang tidak saya beri tahu. Saya takut, mereka akan membenci kamu!" jawab Reynan dengan tegas.

Yolanda merenung. 'Ya Tuhan. Bukan hanya Pak Reynan yang akan ke luar negeri, tetapi juga Gus Rahman. Mereka semua laki-laki yang bertalenta dan berpendidikan tinggi! Karena aku, mereka pergi ke luar negeri! Haduh, aku harus bagaimana ini? Aku bingung! Secara, aku juga belum siap nikah. Aku bingung mana yang terbaik, di antara mereka. Duh Gusti, kenapa jadi rumit begini?' batin Yolanda yang sedang dilema.

Pak Utomo datang. Beserta dewan gurunya lainnya. Mereka menyuruh Reynan dan Yolanda menyelesaikan masalahnya di ruang kantor guru.

Pak Utomo sangat menjaga privasi antar guru agar tidak tercemar nama baik mereka.

Akhirnya Pak Reynan dan Yolanda berdiskusi berdua di ruang guru.

Pak Utomo dan para guru lainnya sedang mengadakan rapat evaluasi.

"Kalau itu sudah menjadi ketetapan Pak Reynan, saya dan pihak guru lainnya saya tidak bisa memaksa. Tetapi saya harap, Tuan Reynan membatalkan semua ini!" ujar Yolanda yang sedang bingung pada hari itu.

Ia sedih harus berpisah dengan seorang guru yang bisa membawa muridnya menjadi cerdas dan berprestasi.

Pak Reynan tersenyum. "Iya, Yolanda. Keputusanku sudah bulat. Besok saya su sudah harus berangkat dari Bandara. Saya akan berpamitan kepada seluruh guru karena saya tidak ada waktu banyak!"

Reynan berdiri dan kemudian mulai berpamitan kepada Pak Kepala sekolah dan guru semuanya yang mengajar di sekolah tersebut. Pak Reynan juga menitip salam kepada murid-murid yang membersamainya selama beberapa tahun.

"Pak Reynan, kami sangat berterima kasih atas kerja samanya di sekolah ini. Jika memang itu sudah keputusan terbaik dari Anda, saya tidak bisa melarang. Semoga di luar negeri dapat gaji yang besar dan bisa melamar Bu Guru Yolanda! Saya beri semangat Pak!! Saya salut dengan keteguhan hati Bapak Reynan yang mau memperjuangkan cinta! Oh, saya jadi terharu. Mengingat saat dulu muda. Saat patah hati," ujar Pak Tomo sambil curhat masa lalu.

"Hahaha. Pak Utomo lucu sekali. Kembali muda dong Pak? Jalan-jalan sama istri di pantai, kalau libur. Nanti jadi muda lagi," timpal Bu Reni yang seorang guru yang mengampu Bahasa Indonesia.

"Benar Bu. Bu Reni juga begitu ya. Nanti habis pulang rapat, langsung mantai dan beli pop mie bareng. Sudah, nikmat rasa!"

Akhirnya para guru tersebut saling berkelakar dan berdiskusi masalah keharmonisan keluarga.

Yolanda izin pulang karena pikirannya sudah tidak tenang. Seakan-akan dia yang menjadi pusat masalah.

Reynan juga izin pulang dan akan menyiapkan dirinya untuk pergi ke luar negeri.

Saat diparkiran, Reynan menghampiri Yolanda.

"Nina Yolanda we, ini kartu namaku. Jika ada apa-apa bisa hubungi aku. Aku akan berjuang demi mendapatkan kamu. Gunung ki daki. Laut pun akan ku sebrangi!"

Itulah kata-kata terakhir yang terucap dari mulut Reynan.

Mendengar ucapan dari Reynan, Yolanda menitikkan air mata. Sedih juga berpisah dengan pria baik dan ramah seperti Reynan. Ditambah, Reynan juga tak kalah tampan dengan artis Korea yang bernama Lee Min hu.

Kepergian Reynan, diam-diam dilihat oleh Preti yang menguping di balik mobil milik Pak Utomo yang terparkir di perkiran yang dekat dengan motornya Yolanda.

Setelah pak Reynan pergi, Preti muncul dan mendekati Yolanda.

"Puas kamu, Yolanda? Sudah membuat pria tampan idamanku pergi! Kau membuatku gemas dan geram! Kepengin tak hih! Kamu itu!"

Preti hampir menampar Yolanda karena gemas dengan Yolanda.

"Salahku apa Pret? Aku nggak punya masalah denganmu! Aku juga nggak pernah mendekati Pak Reynan? Kamu jangan suka seenaknya sendiri! Kau akan tampar aku? Nggak bisa! Pipi mulus ini tak pantas kau sentuh. Dasar wanita genit!!"

Yolanda berkata keras karena ia dilawan oleh Preti yang selalu mengganggunya.

"Cuih. Pipi butik gitu kok mulus! Awas ya, Yolanda, jika ini tidak di sekolahan! Akan aku rujak kamu!" ujar Preti yang dendam dengan Yolanda. Karena Yolanda selalu menang darinya. Semua pria suka kepada Yolanda.

"Siap takut! Mau duel denganku, Pret! Aku juga bisa karate lho! Kamu nggak tahu ya, kalau aku latihan karate pas sekolah dulu!"

Yolanda menantang Preti karena Preti mengancam.

Preti kemudian menstarter motornya dan berlari kencang karena takut Yolanda akan menyerangnya.

'Huft, resek sekali tuh cewek! Jadi guru, tetapi nggak mencerminkan sebagai guru!" Gerutu Yolanda sambil menstarter motornya menuju pulang.

Lima belas menit, Yolanda sampai di depan rumahnya. Saat akan turun dari motornya, ia melihat rombongan orang berduyun-duyun ke rumahnya Kyai Rozak. Ada yang membawa buah setampah, ada yang membawa bingkisan kado dan masih banyak lagi.

"Haduh, ada acara apa lagi nih, kok pada bawa aneh-aneh. Katanya mau pengajian perpisahan? Kok pada membawa barang aneh-aneh? Seperti mau hajatan saja? Ah, baiknya aku ikut ke sana? Aku sangat penasaran! Apa benar, Gus Rahman akan pergi sekarang?"

Yolanda kemudian meletakan motornya di dalam rumah. Ia berganti pakaian dan langsung pergi ke arah kerumunan orang banyak yang membawa berbagai macam barang beraneka rupa.