Karena takut dipenjara dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, Kaisar Mahaputra terpaksa menikahi seorang gadis belia yang menjadi buta karena ulahnya.
Sabia Raysha ialah gadis yang percaya pada cerita-cerita Disney dan yakin bila pangeran negeri dongeng akan datang untuk mempersuntingnya, dia sangat bahagia saat mengetahui bila yang menabraknya adalah lelaki tampan dan calon CEO di perusahaan properti Mahaputra Group.
Menikah dengan gadis ababil yang asing sementara ia sudah memiliki kekasih seorang supermodel membuat Kaisar tersiksa. Dia mengacuhkan Sabia dan membuat hidup gadis itu seperti di neraka. Namun siapa sangka, perhatian dari adik iparnya membuat Sabia semakin betah tinggal bersama keluarga Mahaputra.
“Menikahimu adalah bencana terbesar dalam hidupku, Bia!” -Kaisar-
“Ternyata kamu bukanlah pangeran negeri dongeng yang selama ini aku impikan, kamu hanyalah penyihir jahat yang tidak bisa menghargai cinta dan ketulusan.” -Sabia-
**********
Hai, Bestie! Jangan lupa klik ❤️ dan like agar author semakin semangat update dan berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UmiLovi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penderitaanku Hanyalah Secuil
Selama hampir dua bulan lebih menjadi menantu di keluarga kaya raya Mahaputra, tak sekalipun Sabia merasa bersedih karena mereka. Hanya tingkah polah Kaisarlah yang selalu membuatnya mengelus dada, selebihnya merupakan anugerah bagi gadis belia sepertinya.
"Keren, Bia. Tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan dari kakimu." Dokter Alex memberi selamat pada Sabia karena kini ia sudah sembuh sempurna.
"Lalu kapan saya bisa operasi, Dok? Saya ingin bisa cepat melihat lagi," pinta Bia memohon.
"Wah, kalo itu bukan kuasa saya untuk menjawab. Yang pasti namamu sudah masuk ke daftar antrian. Jadi tunggu kabar saja ya, semoga secepatnya!"
Bia mengangguk kecewa. Menyadari bila gadis di sebelahnya sedang bersedih, Hari sontak menepuk bahunya untuk memberi semangat.
"Bersabarlah, Bia. Pasti suatu saat kamu bisa melihat lagi. Ya kan, Dok?"
"Sure! Kita tinggal menunggu ada pendonor. Banyak-banyaklah berdoa."
"Apakah orang yang masih sehat tidak bisa mendonorkan korneanya, Dok?" tanya Hari penasaran.
Dokter Alex menggeleng. "Tidak bisa. Kecuali anda mendaftarkan diri untuk menjadi pendonor sejak masih hidup. Dan ketika anda meninggal, nanti tim dokter akan langsung mengoperasi dan mengambil hanya bagian kornea mata saja."
Hari mengangguk paham. Berarti ia tidak bisa mendonorkan kornea pada Bia seperti yang sudah pernah ia janjikan dulu. "Baiklah. Kalo begitu kami permisi pulang dulu, Dokter Alex. Sampai jumpa lagi!"
Di mobil.
Sabia yang merasa senang dan sedih di waktu yang bersamaan tak lagi banyak bicara. Ia masih kecewa karena tak tahu kapan bisa melihat lagi. Meski terkadang hanya bias cahaya yang bisa ia lihat, selebihnya gelap tak begitu jelas.
"Nah, kita sudah sampai!" Hari mematikan mesin mobil dan melepas seat miliknya dan milik Bia.
"Di mana kita?"
"Ada deh! Yuk, turun dulu. Nanti kamu akan tahu!" Hari membuka pintu mobil, mengitari kap dan membukakan pintu untuk Sabia.
Dengan penasaran, Bia turun dan menggenggam tongkatnya dengan erat. Terdengar suara teriakan anak-anak dikejauhan, Bia menajamkan pendengarannya dengan seksama. Suara teriakan dan tawa anak kecil bergantian tertangkap oleh indranya.
"Kita sedang di sekolahan?"
"Hahaha ... bukan. Kita sedang berada di panti asuhan, Bia!" jelas Hari seraya menggandeng lengan Sabia.
Bia terbelalak, panti asuhan? Untuk apa Hari membawanya ke sini? Apakah ia akan dibuang di panti asuhan ini dan ditinggalkan di sini?!
Langkah Sabia terhenti, ia mengeratkan tongkatnya.
"Apa kamu mau membuangku ke panti asuhan?"
"Apa?"
"U-untuk apa kamu membawaku ke panti asuhan kalo bukan untuk membuangku di tempat ini!" sosor Bia berapi-api.
"Astaga, Bia! Sejak kapan kamu jadi curigaan sama orang kaya gini? Ini bukan kamu!" sanggah Hari kecewa.
"Lalu untuk apa kamu mengajakku kemari? Apa tujuanmu?"
"Aku hanya ingin menunjukkan sama kamu bahwa masih banyak orang yang lebih menderita dari kamu, Bia. Kamu harus melihat mereka sendiri agar kamu bersemangat lagi untuk hidup!"
"Aku tidak bisa melihat!"
"Akh!" Hari memijat keningnya yang berdenyut-denyut pening. "Maksudku kamu harus--"
Brug.
"Aaaaaa huaaaaaaa ...." suara tangisan seorang anak membuat pertengkaran Hari dan Sabia terhenti.
Hari melepas cekalannya di lengan Bia dan berlari ke arah anak perempuan yang jatuh tak jauh dari mereka berdua. Ia membantu gadis kecil itu berdiri dan memangkunya di lutut.
"Nggak apa, kodoknya sudah pergi, tuh! Jangan nangis nanti cantiknya ilang," bujuk Hari lembut seraya mengusap air mata yang membasahi pipi gadis itu.
Mendengar suara yang menenangkan itu membuat Sabia yakin bila Hari bukanlah orang jahat. Hari berbeda dari Kaisar. Ia sudah tahu akan hal itu sejak awal namun mengapa tiba-tiba ia mencurigai Hari seperti sekarang? Ah, Bia keterlaluan!
Melihat wajah Sabia tak setegang tadi, Hari berbisik pada gadis kecil di pangkuannya.
"Kakak itu punya banyak permen dan ice cream, loh! Gih, ajak dia main dan masuk ke dalam!"
Gadis kecil itu menghentikan tangisnya dan menoleh pada Bia. Ia menurut dan turun dari pangkuan Hari lantas menghampiri Sabia.
"Hai, Kakak. Yuk, main di dalam!"
Suara cadel yang imut menyita perhatian Bia, tak lama tangannya di genggam oleh sebuah tangan mungil yang menariknya masuk ke dalam panti.
Hari tersenyum dan mengikuti keduanya. "Jangan takut, aku tidak akan meninggalkanmu di sini!" Ia menunduk dan berbisik di telinga Sabia.
"Oh, apakah itu kamu Hari??" sapa seorang wanita paruh baya begitu melihat dua orang dewasa masuk ke dalam panti asuhan.
Hari tersenyum dan melambaikan tangannya. "Hai, Bu Shila!"
"Ya Tuhan, mimpi apa semalam tiba-tiba kamu datang kemari." Bu Shila merentangkan tangan dan memeluk Hari dengan hangat. Ia lantas menoleh pada gadis belia yang digandeng oleh Prisil. "Apakah dia pacarmu?"
"Hahaha ... bukan! Dia istri Kak Kai!" jelas Hari.
Bu Shila tertegun sejenak. "Jadi Kaisar sudah menikah?"
"Yups! Tapi masih belum dirayakan sih." Hari berdiri di samping Bia.
"Oh, pantas saja aku baru tahu. Yuk, masuk ke dalam! Tadi ada Brisya datang ke mari, sayang sekali kamu tak bertemu dengannya!" Bu Shila mulai menyerocos dan menggamit lengan Sabia masuk ke dalam.
Suara anak kecil yang bersahutan, tertawa dan gembira membuat suasana hati Sabia menghangat. Ia sangat suka anak kecil.
"Kami baru saja kedatangan dua bayi, lelaki dan perempuan," terang Bu Shila seraya mengajak Hari dan Sabia ke ruang bayi.
Di dalam ruangan itu, ada seorang perawat yang berjaga. Ia tersenyum ramah saat melihat Hari, Sabia dan Bu Shila datang.
"Yang satu kondisinya sehat, tapi yang laki-laki sepertinya memiliki kelainan genetik." Bu Shila mendekat ke box bayi laki-laki yang tadi ia bicarakan.
"Apa yang bisa kami bantu, Bu Shila? Katakan saja!" Hari memperhatikan para bayi yang tertidur di box.
Sabia menyimak perbicangan antara Hari dan Bu Shila. Jadi keluarga Mahaputra adalah donatur di panti asuhan ini? Pantas saja mereka kaya raya, ternyata inilah rahasia dibaliknya. Memuliakan anak yatim dan anak-anak terlantar.
Selama dua jam berada di panti asuhan, Sabia diajak berkeliling oleh Bu Shila mengunjungi ruang bayi, kamar anak-anak, ruang keterampilan serta aula bermain. Beberapa anak kecil juga mengajak Bia bermain karena mereka terlihat sepantaran. Mereka tak memandang kondisi fisik Sabia yang buta, mereka bercanda dan bercerita dengan bebas tanpa beban. Dari anak-anak itu Sabia belajar bahwa penderitaan yang ia alami bukanlah apa-apa dibanding mereka. Betapa Sabia sudah kufur pada nikmat yang sudah diberikan Tuhan dan tak sadar bila selama ini justru Tuhan sangat baik padanya.
Hari sudah petang saat mereka memutuskan untuk pulang, Prisil, gadis kecil yang sejak awal akrab dengan Sabia, menangis. Hari sampai harus membujuknya agar gadis kecil itu tak merengek dan meminta Sabia untuk tinggal di sana bersamanya. Prisil telah jatuh hati pada Bia sejak pertama kali bermain dengannya.
"Kita pulang?" tanya Bia saat mobil kembali melaju meninggalkan panti asuhan.
"Tidak. Aku akan membawamu ke suatu tempat yang sangat ingin kamu datangi."
"Ke mana?"
"Rahasia!"
**********************
Hei, Hari, otor nggak diajak jalan-jalan juga nih? 😒
coba klo ga sakit apa mau di puk puk
cuma taunya marah kan bang koi bang koi pulang" mlh sakit 🤣🤣🤣
Kai ini cari mslh aja ada yg halal
tp cinta mo lawan kah😍