Iva merupakan anak dari pengusaha yang kaya raya. Dia justru rela hidup susah demi bisa menikah dengan lelaki yang di cintainya. Bahkan menyembunyikan identitasnya sebagai anak dari turunan terkaya di kota sebelah.
Pengorbanannya sia-sia karena ia di perlakukan buruk bukan hanya oleh suami tapi juga oleh ibu mertuanya.
Di jadikan sebagai asisten rumah tangga bahkan suami selingkuh di depan mata.
Iva tidak terima dan ia membuka identitas aslinya di depan orang-orang yang menyakitinya untuk balas dendam.
Lantas bagaimana selanjutnya?
Yuk simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 3
"Damar, Iva kesurupan setan mana? Kok dia menjadi berani dengan kita. Apa nggak sebaiknya kamu lekas bercerai saja dengannya, toh kamu sudah menemukan wanita yang lebih baik darinya bukan? Daripada Danti mundur jika kamu berkeras hati untuk mempertahankan Iva."
Ucap Mamah Ila di suatu sore kala Damar baru saja kembali dari kantornya.
Belum juga Damar membalas perkataan sang Mamah. Muncul Iva dari pintu ruang tamu. "Aku kesurupan setan yang ada dalam diri kalian. Makanya lekas lepaskan aku sebelum aku berbuat lebih jahat lagi seperti yang kalian lakukan. Dosa loh Mas, jika kamu tidak menghiraukan perkataan Mamahmu. Benar juga loh yang dikatakan oleh Mamahmu itu. Sayang banget jika kamu sampai di putusin pacarmu."
Damar menatap heran ke arah Iva. Ia masih tidak percaya dengan perkataan istrinya. Biasanya Iva akan menangis dan memohon mengharap belas kasihan. Tapi hari ini Iva justru terlihat kuat tegar dan bahkan masih bisa tersenyum.
"Kok bisa ya Iva seperti ini? Padahal yang aku tahu, dia sangat cinta aku dan enggan untuk berpisah. Ia rela memberikan segalanya bahkan nyawanya untukku. Dapat dukungan darimana dia hingga berani melawanku dan Mamah? Nggak mungkin dia bisa berbuat seperti ini jika tidak ada orang di balik layar. Tapi selama ini dia aku kekang dan nggak bisa bebas keluar rumah. Bahkan ponsel saja, dia nggak punya karena aku telah sita ponselnya dan ia sama sekali tidak tahu dimana aku menyembunyikannya," batin Damar terheran-heran terus saja menatap ke arah Iva tanpa berkedip.
"Kamu kenapa Mas, menatapku seperti itu? Setiap manusia bisa berubah kapan saja. Bukan hanya aku, kamupun demikian bukan? Dari yang dulu perhatian dan penyayang berubah jadi kejam."
Iva tersenyum sinis sembari menyilangkan kedua tangannya di dada.
Mamah Ila terpancing emosi mendengar perkataan Iva yang sangat menohok sekali. "Damar, cepat talak dia! Tunggu apa lagi? Mamah sudah muak melihat tingkahnya itu. Mending kehilangan menantu bodoh seperti dia daripada kehilangan calon menantu yang kaya raya dan cerdas."
Sejenak Damar terdiam, ia sedang berpikir tentang perkataan Mamahnya. Dalam hati setuju dengan saran sang Mamah. "Iya juga ya? Jika Iva masih ada di rumah ini yang ada Danti cemburu dan...ah jangan sampai ancamannya waktu itu benar-benar terjadi karena aku tidak ingin semua saham yang di tanam olehnya di tarik. Lagi pula Danti masih lajang dan juga masih sangat muda serta cantik. Pasti ia mudah juga untuk segera hamil."
Hingga saat itu juga Damar menyeret paksa Iva melangkah masuk ke dalam rumah menuju ke kamar.
"Aku bisa jalan sendiri Mas, tak perlu kamu berbuat kasar seperti ini!"
Iva berusaha untuk menepis cekalan tangan Damar, tapi tidak bisa karena saking eratnya.
"Nggak usah banyak bacot lagi, jika tidak ingin aku berbuat lebih kejam padamu!" bentaknya lantang.
Sang Mamah mengikuti langkah kaki Damar dan Iva, karena ia penasaran akan apa yang dilakukan oleh Damar. "Aku nggak ingin Damar lepas kontrol sehingga melakukan hal nekat pada Iva yang bisa merugikan diri sendiri."
Dengan kasar, Damar mendorong tubuh Iva ke ranjang. "Sekarang juga aku talak kamu dan aku akan memberimu kompensasi yakni sebuah rumah mewah yang berlokasi di kota sebelah. Cepat kemasi semua barang-barangmu dan pergi dari sini sekarang juga! Untuk surat cerai biar aku yang atur. Rumah yang aku janjikan nanti aku berikan sertifikatnya!"
Iva tersenyum sumringah, ia segera bangkit dari ranjang dan meraih koper yang ada di samping almari. Dalam hati sangat senang karena pada akhirnya ia bisa juga lepas dari cengkeraman Damar. "Alhamdulillah ya Allah, akhirnya hari yang aku nantikan telah tiba. Sebentar lagi aku akan pergi dari rumah yang seperti neraka ini."
Dengan cekatan Iva mengemasi pakaiannya dan segera meninggalkan rumah itu dengan membawa sertifikat rumah tanah yang diberikan oleh Damar. "Rumah itu aku berikan cuma-cuma untukmu. Kurang baik apa coba aku sama kamu. Jika kamu menjadi istri orang lain mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa," ucap Damar dengan sombongnya.
Alis Iva mengkerut. "Aku nggak salah dengar Mas? Yang kamu berikan padaku itu seperti seujung kuku dari apa yang telah aku berikan padamu. Kamu bukan memberi tapi sedikit mengembalikan harta milikku yang pernah aku berikan dulu padamu. Semua ada hitungannya loh Mas, tidak gratis. Dan suatu saat nanti aku akan ambil semua yang seharusnya menjadi milikku," ucap Iva lantang.
Ia melangkah pergi begitu cepat setelah mengatakan kata terakhir. Tidak ada kesedihan atau derai air mata sama sekali. Yang ia rasakan saat ini justru sebuah kebahagiaan dan kemenangan karena mampu keluar juga dari rumah neraka itu.
Pada saat Iva sampai di pelataran rumah, Mamah Ila merebut paksa sertifikat tanah yang ada di tangan Iva. Sontak saja Iva tidak tinggal diam, ia pun mencoba merebutnya kembali. "Kembali!"
"Enak saja, ini punya anakku dan tidak semestinya menjadi milikmu. Aku nggak rela jika kamu keluar dari rumah ini dengan membawa harta anakku," ucap lantang Mamah Ila.
Damar sempat mendengar keributan tersebut. Ia melangkah cepat ke pelataran rumah untuk mengecek keadaan. "Ada apa sih, Iva? Pergi sana kok masih ada di rumahku!" usirnya kasar.
"Seharusnya yang kamu pertanyaan pada wanita tua itu bukan padaku. Dia yang sudah berbuat onar dengan merebut surat tanah dan rumah yang sudah kamu berikan padaku."
Dengan menunjuk kasar ke arah Mamah Ila, Iva membela diri.
Damar beralih menatap ke arah Mamahnya yang saat ini menyembunyikan kedua tangannya di punggung.
"Mah, cepat kembalikan! Biar dia lekas pergi dari sini karena aku sudah muak melihat wajahnya yang lusuh dan dekil serta tubuhnya yang bau sekali," perintah Damar sembari mengejek Iva.
Tapi Mamah Ila justru kukuh pada pendiriannya. Ia tidak rela Damar memberikan rumah untuk Iva. "Nggak akan Mamah berikan, enak saja. Toh selama ini kamu yang lelah dan capek bekerja, masa dia yang menikmati hasilnya."
"Heh, jangan sembarang kalau ngomong ya! Jika aku tidak memberikan modal yang bernilai puluhan milyar, mana mungkin anakmu yang pengangguran itu bisa mendirikan perusahaan. Perlu kalian tahu juga, setiap ada klien yang ingin bekerja sama itu juga aku yang merekomendasikan perusahaan barunya pada pengusaha-pengusaha kenalanku," ucap Iva mendengus kesal.
Hal ini sontak saja membuat Damar terkekeh mengejek. "Apa aku barusan nggak salah dengar? Kesuksesanku ini karena otakku yang cerdas dan juga jerih payahku sendiri. Untuk dana yang pernah kamu berikan dulu, bukannya itu keinginanmu sendiri? Aku tidak pernah loh mengemis meminta apapun darimu tapi kamu yang berinisiatif memberikan semua harta dan tabunganmu padaku. Lagi pula hartamu hartaku juga karena kita suami istri. Kenapa kamu jadi perhitungan? Itu sama saja tidak ikhlas. Aku jadi berubah pikiran untuk memberimu sebuah rumah. Perbuatan Mamah memang benar. Sudah sana pergi!"
Dengan sangat kasar Damar menyeret Iva ke luar pintu gerbang. Ia mendorong tubuh Iva dan nyaris saja wanita cantik itu terjatuh untung saja ada seorang pemuda tampan menopang tubuhnya. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya menatap iba ke arah Iva.
Sejenak Iva terperangah menatap pemuda itu. Begitu pula dengan Damar dan juga Mamah Ila. Lantas siapakah pemuda itu?
gak mau orang jahat yang datang