GADIS CACAT SANG KAISAR
"Biaaa, bangun! Sudah jam berapa ini?! Memey dah jemput kamu tuh di depan!" teriakan melengking Bu Darma selalu menjadi alarm bagi Sabia untuk membuka mata.
Dengan sangat terpaksa, gadis berusia 19 tahun yang masih sangat lugu itu mengerjapkan mata beberapa kali dari atas ranjangnya yang empuk. Ya, Sabia adalah putri tunggal di keluarganya yang sangat sederhana. Pak Darma yang sehari-hari bekerja sebagai Guru di SMP Negeri dan Bu Darma yang menerima pesanan kue di rumah sangat menyayangi Sabia. Mereka selalu memperlakukan putri tunggalnya dengan spesial sehingga di usianya yang ke 19 tahun Sabia masih saja kekanak-kanakan.
“Biaaa ..."
"Iya, Ma! Bia udah melek, nih!"
Sambil berdecak, Sabia bangkit dari ranjangnya dan membuka pintu dengan wajah tertekuk. Tak sampai 5 menit, Sabia telah menyelesaikan ritual mandinya dan bergegas kembali ke kamar. Ia pun mengenakan blouse berwarna magenta dan ripped jeans berwarna baby blue.
Hari ini, ia dan Memey sudah janjian untuk ikut pelatihan menulis di Perpustakaan Kota. Sabia sangat suka menulis, ia memiliki cita-cita menjadi seorang penulis terkenal yang memiliki banyak buku cetak dan sukses di pasaran. Bukan tanpa alasan Sabia sangat suka menulis, sejak kecil sering dibelikan buku dongeng princess Disney dan bermimpi kehidupannya kelak akan seindah salah satu di antara mereka membuat imajinasi Sabia berkembang pesat di usianya yang belia.
"Ma, Bia berangkat, ya!" pamit Sabia dengan suara lantang karena suara mixer yang berisik mendominasi ruangan dapur.
Bu Darma menoleh pada Putrinya, ia memperhatikan penampilan Sabia dari ujung rambut hingga ujung kaki. Bila ada yang terbuka sedikit saja, Sabia tak akan lolos keluar rumah.
"Kamu nggak sarapan dulu? Tuh Mama dah bikinin Nasi Goreng Sosis kesukaan kamu," tunjuk Bu Darma dengan menggunakan dagunya.
"Nanti siang aja deh, Bia udah telat nih! Bia berangkat ya, Ma! Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam."
"Mey, ayuk berangkat!" panggil Bia sambil memasang sepatunya.
Memey menoleh. “Lama amat, sih! Sampe gue selesai masang oli nih," keluhnya dongkol.
Sabia meringis keki, ia menyelempangkan tas kanvas berwarna pink salem miliknya dan menghampiri Memey.
"Tunggu, gue cuci tangan dulu!" Memey ngeloyor masuk ke dalam rumah Bia untuk cuci tangan.
Memey adalah sahabat Sabia sejak kecil, namun perbedaan sifat di antara keduanya ibarat langit dan bumi. Bila Sabia cenderung feminin, maka Memey sangatlah maskulin. Memey menyukai hal-hal yang berbau otomotif dan sepak bola.
"Yuk berangkat!" Memey naik ke sadel motornya dan menyerahkan helm Sabia.
"Hati-hati, Mey!" seru Bu Darma dari teras begitu melihat putrinya sudah berada di atas boncengan Memey.
Memey mengangguk dan memutar handle gas. Sabia melambaikan tangan sambil tersenyum lebar pada Mamanya. Mereka berdua pun melaju di jalanan kota yang padat oleh berbagai jenis kendaraan bermotor.
Sementara itu, di tempat lain. Di sebuah gedung perkantoran berlantai 15, seorang lelaki berperawakan tinggi besar dan gagah sedang duduk di meja bundar mengawasi satu persatu anak buahnya.
"Jadi minggu ini belum ada progress apapun dari Divisi Resident?" ulang lelaki bermata coklat dengan alis tebal dan hidung runcing itu dingin.
Manajer Divisi Resident mengangguk takut, tak berani beradu tatap dengan COO (Chief Operating Officer/ orang kedua setelah CEO) mereka yang terkenal disiplin dan perfeksionis.
"Apa perlu saya mengganti anda dengan orang yang lebih berkompeten, Pak David?!"
David, sang Manajer Divisi Resident mendongak cepat. "Jangan, Pak. Beri kami waktu satu minggu lagi untuk menyelesaikan permasalahan ini. Kami janji semuanya akan beres!"
Kaisar Mahaputra Syailendra, sang COO berusia 29 tahun itu masih menatap tajam pada David. "Baiklah. Bila dalam satu minggu tidak ada kemajuan. Silahkan anda mengajukan surat pengunduran diri!”
"Baik, Pak. Saya mengerti!" David menghela nafas lega. Setidaknya ia masih memiliki waktu satu minggu untuk menyelesaikan permasalahan pembebasan lahan yang menjadi kendala.
"Kalau tidak ada lagi yang mau dibahas, silahkan kalian kembali bekerja!" Kaisar bangkit dari kursinya dan menyerahkan tabletnya pada Diki, Sekretaris pribadinya.
Seluruh staf spontan berdiri dengan sigap ketika Kaisar melangkah lebar keluar dari ruangan meeting. Begitu tubuh sang COO menghilang di balik pintu, beberapa staf yang terkena omelan Kaisar mengelus dada dan menghembuskan nafas lega. Rapat di hari senin selalu membuat stress level mereka meningkat tajam.
"Apa jadwalku setelah ini, Dik?!" tanya Kaisar sembari tetap melangkah menuju lift.
"Jam 11 nanti ada meeting dengan Mr. Tori dari Jepang, Pak. Beliau dari kantor Biro Arsitek." Diki menerangkan sembari membaca buku notes kecil miliknya. "Setelah istirahat makan siang, ada jeda sampai jam 2. Pak Syailendra menunggu anda di ruangannya untuk membahas project di Bali."
Langkah Kai terhenti di depan pintu lift. Ia menghela dan menghembuskan nafas panjang.
"Apa tidak ada telefon dari dia?" Kai menoleh pada Diki yang berdiri di belakangnya.
Diki menggeleng ragu, ia menyerahkan ponsel Kaisar yang sedari tadi di titipkan padanya. Kai meraih ponsel itu dengan cepat lantas menekan angka 1 cukup lama. Panggilan darurat terhubung ke nomor Patricia, kekasihnya.
Tting.
Pintu lift terbuka bersamaan dengan Kai menempelkan ponselnya di telinga. Ia mengayunkan langkah masuk ke dalam lift sembari mendengarkan nada sambung yang terhubung ke ponsel Patricia. Tak ada sahutan hingga lift bergerak naik dengan perlahan. Kaisar berdecak kesal, ia memutuskan sambungan telefon itu dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya lagi. Sudah seminggu ini Patricia sulit sekali di hubungi.
"Pak, kita sudah sampai," panggil Diki ragu ketika Bosnya itu hanya mematung dan tak beranjak keluar dari lift.
Kai menghembuskan nafasnya sekali lagi dengan berat dan bergegas keluar. Dia akan mencari tahu keberadaan Patricia nanti malam. Sudah cukup dua minggu ini Kai bersabar menunggu kabar darinya.
.
.
.
.
"Lah, di mana helm gue?!" Sabia mengitari motor Memey dengan panik saat helm pink hadiah ulang tahun dari Ayahnya tiba-tiba lenyap.
"Tadi lu taruh mana?" tanya Memey sembari mendekat.
Sabia tak menyahut, ia mengedarkan pandangan ke seluruh area parkir. Lokasi perpustakaan kota yang berdempetan dengan alun-alun kota memang ramai pengunjung, tempat parkirnya pun menyatu. Hati Sabia mencelos, helm kesayangannya pasti telah hilang dicuri.
"Pasti sudah hilang," desis Sabia lirih.
"Terus gimana, nih? Parkirannya juga nggak ada yang jaga," keluh Memey berdecak.
"Ya sudah nggak apa, Mey. Kita lanjut ke toko buku aja, ya. Lewat jalan tikus aja biar nggak kena tilang polisi," saran Sabia.
Memey mengawasi ekspresi wajah sahabatnya yang muram, ia tahu bila helm itu sangatlah berharga bagi Bia. Tapi mau mencari pun percuma, tak akan ada yang peduli karena tadi mereka tak menitipkan helm di tempat penitipan. Helm Memey yang buluk aman dari incaran pencuri, sementara helm Sabia yang terawat jelas-jelas menyita perhatian mereka.
"Ya sudah, ayo naik!" Memey lebih dulu menaiki motornya dan mulai menstarter.
Sabia yang mungil sedikit kerepotan saat menaiki motor Memey yang sudah dimodif menjadi lebih tinggi di bagian belakang.
"Pegangan!" perintah Memey seraya menarik dua tangan sahabatnya itu agar melingkari perutnya.
"Hahaha ... geli tahu, Mey! Kita kaya orang pacaran, ih."
"Bodo. Siapa yang peduli. Yang penting lu nggak jatuh pas gue ngebut!" elak Memey cuek.
Sabia mencibir, ia menurut dan melingkarkan kedua tangannya di perut Memey.
Greeeng greeng geregeeeng greeengg.
Motor yang dikendarai oleh Memey pun melaju menembus kemacetan kota dan berbelok ke jalan tikus. Di jam pulang kantor seperti ini, kemacetan adalah hal yang lumrah.
.
.
.
Sementara itu di tempat yang berbeda, Kai baru saja turun dari mobil sedan hitam yang kali ini ia kendarai sendiri. Patricia tinggal di apartemen lantai 35 sejak tiga tahun yang lalu. Apartemen hadiah dari Kaisar di ulang tahun Patricia yang ke 26 tahun.
Kai mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan living room begitu ia keluar dari lift. Suasana yang lengang dan sunyi tak membuat langkah Kaisar terhenti untuk menyusuri tiap ruangan yang bertema klasik eropa itu.
“Pat!" panggil Kai sembari membuka pintu kamar utama yang ditempati oleh kekasihnya.
Nihil, tak ada siapapun di kamar bernuansa navy itu. Kaisar menggeram kesal, ia mengeluarkan ponselnya sembari menutup kembali pintu kamar. Ia menekan angka satu dan panggilan otomatis terhubung ke nomor Patricia.
"Halo."
"Di mana kamu, huh!? Kenapa telefonku tidak pernah kamu angkat!" rutuk Kai penuh amarah ketika Patricia akhirnya mengangkat telefon darinya.
"Aku sibuk, Kai. Kita kan sudah sepakat untuk menjauh perlahan-lahan."
"Sejak kapan aku setuju dengan kesepakatan bodoh itu!? Pulang sekarang atau aku akan menjemputmu dimanapun kamu berada!"
"Aku masih harus melakukan sesi pemotretan sekali lagi. Tunggulah di apartemen!"
Tit.
Prak.
Kai membanting ponselnya ke lantai. Ia mengawasi layar yang remuk itu dengan tatapan nanar. Patricia selalu membuat emosinya naik turun, mengapa susah sekali membuat wanita itu menurut padanya!
Satu jam menunggu, suara dentingan pintu lift yang terbuka membuat Kaisar membuka mata. Ia sempat tertidur sebentar tadi setelah menenggak dua gelas wine yang selalu tersedia di lemari kabinet Patricia. Wajah yang sangat Kai rindukan berdiri di hadapannya dengan tatapan dingin menusuk. Dengan sedikit gontai, Kai bangkit dari sofa dan menghampiri pujaan hatinya.
"Cukup, Kai. Jangan temui aku lagi!"
Langkah Kai terhenti tepat di saat Pat mengucapkan kata terakhirnya. Dua netra itu menelisik setiap perubahan mimik wajah si empunya suara. Namun, ekspresi Pat tak berubah, tatapan dinginnya masih menerjang relung hati Kaisar.
"Hubungan kita tidak akan berhasil, Kai. Kita hanya membuang waktu. Carilah perempuan lain yang bisa memenuhi ekspektasi keluargamu. Selamanya tembok kokoh di antara kita tidak akan pernah bisa dirobohkan!"
"Aku tidak peduli, Pat! Selamanya kamu adalah kekasihku, calon istriku! Tidak ada wanita lain!" seru Kaisar sengit.
"Hentikan omong kosongmu. Aku lelah dengan semua ini. Aku lelah dengan keegoisanmu, dengan segala sifat manipulatifmu, tinggalkan aku atau aku yang akan pergi meninggalkan apartemen ini."
"Apa ada laki-laki lain, Pat? Mengapa secepat ini kamu berubah??"
"Kamu tahu dengan jelas aku sangat mencintaimu, Kai. Berhentilah mencurigaiku. Aku sudah memberikan segalanya untukmu."
Kai menatap tajam pada dua manik mata Patricia, tatapan dingin tadi kini berubah sendu.
"Kita akan menikah tahun ini! Aku pastikan kita akan menikah. Aku akan mendapatkan restu dari orang tuaku bagaimanapun caranya."
"Tidak. Hentikan semua ini sekarang juga. Pergilah, aku lelah seharian ini," pinta Pat memohon. Ia beringsut duduk di sofa.
Kai mendekat ke tempat kekasihnya namun secepat kilat Pat menghindar, ia melangkah pergi dan masuk ke dalam kamar. Dengan gontai, akhirnya Kai pulang.
Jalan raya yang macet membuat Kai akhirnya berbelok ke jalan alternatif agar cepat sampai di rumah. Kepalanya pening berdenyut-denyut, mungkin karena ia sempat menenggak minuman memabukkan tadi di rumah Pat. Dengan kecepatan penuh, Kai mengendarai mobil sedan hitamnya menembus jalanan yang lengang. Ia menoleh pada jam digital yang menyala di audio mobil. Jam 8 lewat 15 menit.
Dengan sedikit kalap, Kai menginjak pedal gasnya lebih dalam. Spidometer pun telah menunjukkan kecepatan 100 km/jam. Pandangan yang mulai buram membuat Kai harus ekstra menajamkan penglihatan.
Sementara itu, di pertigaan jalan, Memey menarik tangan Sabia yang beberapa kali lepas dari perutnya.
"Malu, Mey!!" teriak Sabia terkekeh. Ia tak lagi murung setelah membeli beberapa buku cerita tentang kerajaan favoritnya.
"Diam. Atau gue turunin lu di pinggir jalan itu!" tunjuk Memey kesal pada area pertokoan yang gelap.
Sabia tertawa, ia memukul helm Memey dengan gemas.
Ciiiiitttt.
"Mey, awas!"
Ciiiitttt.
Bruak. Prak.
Tubuh mungil Sabia terpental setelah moncong mobil hitam itu menghantam bagian belakang motor Memey dan berhenti setelah menabrak tiang listrik.
Dalam gelap, Memey masih bisa melihat tubuh sahabatnya terkapar cukup jauh darinya dan tak bergerak lagi.
"Biaaaaaa!!!"
*************
Author’s Note:
Hai, teman-teman. Cerita ini sedang mengikuti kontes menulis di Noveltoon. Jangan lupa tinggalkan komentar positif, masukkan rak favorit dan tekan ❤️nya!
Terima kasih banyak 🫰🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
sakura
..
2023-06-18
0
Nila
hadir
2023-06-05
1
Dewi Yuliyanti
kasihan bia ny thor
2023-04-28
1