Arrkkhhh sakit! Tuan tolong lepaskan aku, aku mohon. Delisa Jenifer
Diam! Kau sekarang adalah istriku, dan aku berhak melakukan apapun terhadap dirimu. Bahkan sampai melenyapkan mu pun aku sanggup. Albert Halston Xanders
Delisa gadis cantik yang tiba-tiba di culik dan dipaksa menikah dengan seorang pria yang tidak dia kenal sama sekali.
Menjalani pernikahan dengan Tuan Muda yang kejam, membuat hari-hari Delisa seperti di neraka.
Mampukah Delisa bertahan dengan pernikahan ini?
Atau mampukah Delisa mengubah sosok Tuan Muda yang kejam menjadi pria yang baik?
Yang penasaran dengan ceritanya, langsung saja kepoin ceritanya disini yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilqies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demam
Tok ... tok ... tok ...
"Non Delisa ... Non ...!" Tidak ada sahutan dari dalam kamar membuat Bi Mimi segera masuk membuka pintu yang tidak terkunci.
Ceklek ....
Bi Mimi melangkah masuk ke kamar Delisa dengan membawa sebuah nampan yang berisi makanan dan segelas air.
"Ya Allah ...! Nona Delisa? Kenapa tidur di lantai?"
Bi Mimi langsung berjalan menghampiri Delisa yang sedang menggigil di lantai. Namun sebelum itu Bi Mimi meletakkan nampan terlebih dulu di atas nakas dekat ranjang. Kemudian dia membangunkan tubuh Delisa yang tergeletak di lantai, dan suhu tubuhnya yang demam tinggi. Terlihat tubuh Delisa lemah, Bi Mimi menatap iba pada wanita itu.
"Ayo Non ... Bibi bantu naik ke atas ranjang," ucap Bi Mimi iba seraya menyelimuti tubuh kecil Delisa yang terbaring lemah di atas ranjang.
Melihat hal itu dengan cepat Bi Mimi berlari ke kamar Tuan Albert.
"Tuan Albert ...." panggil Bi Mimi sambil mengetuk pintu kamar Albert.
"Ada apa Bi?" tanya Albert saat membuka pintu kamar, dan nampak Bi Mimi yang sudah berdiri di hadapan nya saat ini dengan raut wajah khawatir.
"Tuan Albert ...." Bi Mimi menunduk menatap lekat lantai.
"Katakan, ada apa sebenarnya Bi?" tanya Albert mengulang kembali perkataannya dengan tegas.
"Maaf Tuan, Nona Delisa demam tinggi. Apa sebaiknya kita membawa dia ke rumah sakit saja Tuan," usul Bi Mimi memberanikan diri.
"Tidak! Biarkan saja dia seperti itu, bila perlu sekalian saja biar dia mati," ucap Albert lalu menutup kembali pintu kamarnya.
'Jahat sekali kau Tuan. Semoga Nona Delisa bisa kabur dari istanamu ini.'
Bi Mimi turun ke bawah mengambil obat. Lalu dia segera menaiki anak tangga berukir menuju kamar dimana Delisa tengah terbaring lemah.
Ketika di dalam kamar, dia tidak mendapati Delisa. Padahal Bi Mimi masih ingat betul bahwa Delisa tadi tertidur lelap di atas ranjang.
"Non Delisa ...!" panggil Bi Mimi sembari masuk ke dalam kamar mandi, namun nihil sosok yang dia cari tidak ada di dalam sana.
Tiba-tiba terdengar suara yang familiar di indra pendengarnya. Suara itu seperti angin segar yang menyejukkan hati Bi Mimi.
"Bi Mimi, kenapa dia begitu kejam padaku? Sebenarnya apa kesalahanku hingga dia menyiksaku seperti ini," tanya Delisa yang ternyata saat ini wanita itu tengah duduk di kursi gantung tepatnya di balkon kamar.
Bi Mimi menoleh ke asal sumber suara itu. Berjalan mendekat ke arah Delisa yang masih terdiam di tempatnya. "Sabar Non, Bibi yakin Non Delisa bisa melewati ini semua."
"Tapi sampai kapan aku terus sabar seperti ini? Aku sudah tidak kuat lagi Bi, lebih baik aku mati saja," keluh Delisa yang sudah lelah dengan hidupnya, setiap hari dia mendapatkan siksaan dari Albert.
Beberapa menit yang lalu, Delisa turun ke bawah karena ingin meminta obat pada Bi mimi. Namun, langkahnya terhenti ketika dia mendengar suara yang familiar di indra pendengarnya. Tanpa Bi Mimi dan Albert sadari, Delisa telah mendengar semua apa yang telah di ucapkan oleh Albert.
"Sabar ya, Non." Bi Mimi mengusap bahu Delisa dengan lembut.
"Sampai kapan aku harus bersabar menghadapinya Bi? Atau mungkin aku harus mati agar dia tidak menyakitiku lagi. Jika itu yang dia inginkan, aku rela mati di tangannya Bi," ucap Delisa sembari menyeka air matanya.
"Non Delisa, jangan berucap seperti itu," sela Bi Mimi yang saat ini duduk di samping Delisa.
"Aku sudah lelah Bi dengan takdirku sekarang. Jika boleh memilih lebih baik Delisa ikut dengan Mommy dan Daddy saja ke surga. Daripada disini harus di pukuli setiap harinya tanpa tahu salah Delisa apa." Delisa memeluk Bi Mimi sambil berlinang air mata.
"Non yang sabar ya. Bibi yakin Tuan pasti berubah, tidak kasar seperti ini." Bi Mimi menenangkan Delisa sambil mengusap punggungnya dengan lembut.
🌷🌷🌷
Malam pun telah tiba, saat ini dia ingin merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Wajahnya mendongak menatap langit-langit kamar, sekilas bayangan sang kakak muncul memenuhi isi kepalanya.
'Kak Devan, tolong aku kak. Maafkan aku ....' Delisa
Perlahan buliran bening meluruh dari ujung ekor matanya. Dia tidak mampu untuk menahan sesak di dalam dadanya. Delisa begitu menyesal karena dirinya yang keras kepala tidak mau menuruti apa kata sang kakak. Membuatnya berakhir tragis seperti ini, walaupun saat ini organ tubuhnya masih lengkap.
Namun, tak menjamin untuk kedepannya hidupnya seperti apa. Bisa saja Albert menyakiti Delisa lebih dari apa yang Albert lakukan sekarang.
Mengingat dirinya telah menjadi istri dari Tuan Muda yang kejam. Membuat pria itu bebas melakukan hal apa saja pada Delisa.
Kedua bola mata Delisa membulat melihat sosok pria yang dia benci tiba-tiba berada di hadapannya. Pria itu berjalan menghampirinya dengan sorot mata iblis menyorot ke arahnya.
Dan hal itu berhasil membuat jantung Delisa berdegup kencang. Akan tetapi dia menyembunyikan rasa takutnya di balik sikapnya yang tenang itu. Delisa tidak ingin terlihat lemah di hadapan Albert.
"Bagus juga akting mu. Kau bisa membohongi semua orang di mansion ini, tapi tidak denganku!" Albert menjambak kuat rambut Delisa.
Delisa mendongak menatap wajah tampan Albert. Dia hanya diam memandangi wajah tersebut tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir tipisnya. Sontak keduanya saling beradu pandang.
'Wajah itu, kenapa tidak asing bagiku. Sepertinya aku pernah melihatnya, tapi dimana?' Albert
"Kenapa diam? Ayo pukul aku jika itu memang membuat kau puas," tantang Delisa dengan tersenyum mengejek melihat Albert yang hanya bergeming saja. Dan seketika berhasil membuyarkan lamunan Albert.
"Kau berani menantang ku hah?" geram Albert, terdengar gigi bergemeletuk di dalam sana dengan rahang yang mengeras. Serta sorot tajam yang ingin menerkam mangsanya.
"Kalau iya kenapa, kau bukan Tuhan yang harus aku takuti," jawab Delisa dengan tatapan yang tak kalah tajam dari Albert.
"Dan satu hal lagi, kau ingin melihatku mati bukan?" sambung Delisa, dia ingin mendengar sendiri dari mulut pedas pria kejam itu di hadapannya.
"Ya, aku memang ingin melihatmu mati secara tersiksa. Tapi kau harus mati di tanganku," kata Albert tersenyum sinis menatap Delisa.
Tanpa Albert sadari, kedua netra Delisa menangkap sebilah pisau yang tak jauh darinya. Kemudian ....
CES ...!
Delisa mengambil sebilah pisau di atas meja, kemudian pisau buah tajam runcing itu dia goreskan di pergelangan tangan. Dan darah berceceran di lantai.
"Dasar wanita bodoh, Apa yang kau lakukan?" tanya Albert, dengan cekatan Albert mengambil alih sebilah pisau dari jemari tangan Delisa.
Melihat cairan kental yang terus mengalir, Albert berinisiatif membuka bajunya lalu mengikatnya di pergelangan tangan Delisa supaya cairan tersebut berhenti.
"Bukannya ini yang kau mau hah?" jawab Delisa kembali menyorot tajam ke arah Albert.
Albert sama sekali tak mengindahkan perkataan Delisa. Lalu dia menggendong tubuh Delisa, memindahkannya ke atas ranjang. Dan meminta Bi Mimi untuk segera menghubungi Dokter Hans yang tak lain adalah sahabat sekaligus Dokter pribadi keluarga Xanders.
Tak berselang lama Bi Mimi masuk ke dalam kamar Delisa.
"Tuan Muda, Dokter Hans sudah datang."
"Suruh dia masuk!" seru Albert dengan tegas.
"Baik Tuan Muda."
Di depan pintu kamar Delisa ... "Silahkan masuk Dokter." Bi Mimi mempersilahkan Dokter Hans masuk yang akan memeriksa kondisi Delisa.
Bi Mimi membawa masuk Dokter Hans ke dalam kamar Delisa, kemudian pamit keluar untuk melanjutkan kembali pekerjaannya. Dengan cekatan Dokter Hans memeriksa suhu badan Delisa.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Albert setelah melihat Dokter Hans memeriksa Delisa.
"Baik, untung saja lukanya tidak terlalu dalam," jawab Dokter Hans menatap wajah Albert.
"Akkkh syukurlah."
"Apa kau mencintainya?"
.
.
.
🌷Bersambung🌷
Selalu kesel setiap baca ceritanya, karena kekejaman yang dilakukan Tuan muda Albert kepada Delisa.
Namun meski begitu, aku juga suka karakter Delisa nggak yang pasrah aja diperlakukan kejam, dan balik membalas/CoolGuy/
Berharap kelak Albert dapet balasannya karena menyia-nyiakan Delisa.
Nggak berharap mereka bersatu karena saking keselnya😭😭😭
Tapi kalau pun bersatu, perjuangan Albert bener-bener harus menemui banyak kesulitan seperti dia yang selalu menyulitkan Delisa🤭✌️❤️
Semangat terus untuk Kakak. Semangat nulisnya💪💪💪🥰🥰❤️❤️
Berharap bahwa Delisa dan Albert nggak bersatu.
Pun kalau bersatu, Albert harus berjuang sampai titik darah penghabisan untuk mendapatkan Delisa kembali🤭🤭
Tapi sebelum itu, balik lagi Albert harus bener-bener menyesal dan sampai nagis darah👍😁😂