Bagaimana rasanya mencintai seorang pembunuh?
Bermula dari cerita masa kecil (1-7 bab) kedatangan Ray dengan ibu nya menjadi keluarga tiri Yara di mana Yara sangat akrab dengan mereka
Kerna suatu masalah Ray kabur dari rumah meninggalkan Yara yang selalu menantinya
10 tahun kemudian Yara bertemu dengan seorang pembunuh yang ternyata senior di sekolah nya, Yara mengancam nya lalu berakhir di sekap di tengah hutan yang berbahaya di mana Yara tidak bisa lari dan hidup berdua dengan pembunuh yang ternyata adalah Ray sang kaka tiri yang selama ini Yara cari
#Kriminal
#Romantis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinnaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Yara duduk di teras sambil menikmati angin yang berhembus, susana yang sepi dan tenang ditemani dengan suara kicauan bermacam burung di atas pohon-pohon sungguh menyejukkan hati.
“Nanti malam masak apa ya?” bingung Yara, ia pun pergi ke dapur untuk mengecek bahan-bahan yang ada di kulkas.
Semuanya lengkap, mulai dari daging-dagingan, seafood, sayur atupun rempah-rempah dan bumbu. Walaupun banyak hal yang bisa ia masak dengan persediaan yang ada, tapi pikiran Yara teringat akan jamur yang sempat ia lihat saat kabur kemarin.
Yara pun menghampiri Ray yang berada di ruang depan “Kak Ray,” panggil Yara.
“Hmm?”
“Temani Yara cari jamur, yuk,” pinta Yara bahkan dia sudah memegang keranjang rotan untuk tempat jamurnya nanti.
“Jamur?”
“Iya, untuk makan malam kayaknya enak.”
“Yaudah ayok,” pasrah Ray.
Yara dan Ray berjalan beriringan menelusuri hutan bersama Moco yang mengikuti mereka, setelah setengah jam lamanya berjalan, akhirnya ditemukan juga pohon tumbang yang ditumbuhi banyak jamur tiram.
Mata Yara berbinar seperti menemukan harta karun saat melihat jamur-jamur itu. “Kak sini bantuin Yara ambil,” pinta Yara kerna melihat Ray diam saja.
Ray yang ditegur pun akhirnya ikut membantu.
“Aaaa!” teriak Yara membuat Ray seketika menoleh.
“Ada apa kenapa kau berteriak!”
“Ada kelabang kak.”
Ray menepuk jidatnya. “Biarkan dia lewat, dia tidak akan menggigitmu kalau kau tidak mengganggunya.”
Yara melihat kelabang itu semakin menjauh lalu bernapas laga. “Kaka saja yang petik sendiri, Yara takut.”
“Baiklah, tetap berdiri di belakang kaka jangan jauh-jauh.”
Yara memberikan keranjang rotannya dan Ray pun melanjutkan mengisi keranjang itu dengan jamur tiram.
“Aaaaaa!” teriak Yara kembali bahkan dia memanjat tubuh Ray hingga duduk di pundak Ray.
“Ada apa lagi Yara?”
“Moco menjauh kau! Jangan dekat dekat,” tekan Yara kerna Moco membawa kelabang itu kembali dengan menggigitnya.
“Moco buang hewan itu!” perintah Ray dan Moco pun menurutinya dengan meletakkan kelabang mati itu di tanah.
“Jangan di sini kau taruh Moco! Buang di sana,” tunjuk Yara.
“Meong.” Moco menatap Yara dengan tatapan polosnya.
“Jangan meong meong saja! Cepat ambil lagi dan buang jauh jauh dari sini.” Yara sudah benar benar kesal bahkan pahanya semakin erat mencekik leher Ray.
Moco kembali memungut kelabang itu lalu berlari pergi membuangnya.
“Yara aku hampir mati kakimu mencekikku.”
“Hehehe maaf kak.” Yara pun beringsut turun sambil memperbaiki pakaiannya. “Itu sudah banyak kak, ayo kita pulang,” ajak Yara setelah melihat keranjang rotan yang di pegang Ray.
“Ada yang ingin kau cari lagi?” tanya Ray dan Yara menggelengkan kepala tanda tidak.
“Moco ayo pulang,” teriak Yara memanggil Moco yang masih bermain dengan kelabang mati 6 meter dari mereka.
Moco pun berlari menghampiri Ray dan Yara.
“Bagaimana kaka melatih Moco? Dia seakan mengerti dengan perkataan kita,” tanya Yara sambil berjalan.
“Kami berdua tinggal di hutan ini sejak pertama kaka masuk SMA, kaka menemukannya saat pulang dari mendaftar sekolah, dia memang sudah pintar, kaka tidak melakukan apapun untuk melatihnya,” jelas Ray.
“Meong”
“Oh dia menyahut,” ucap Yara reflek.
Tik
Tik
Tetesan air mengenai tangan Yara. “Air apa ini?”
Beberapa detik kemudian terdengar suara hujan dari jauh. “Sepertinya bentar lagi hujannya akan sampai ke sini,” ucap Ray memandang langit yang gelap.
Tbc.