NovelToon NovelToon
THE REGRET OF MY SEVEN BROTHERS

THE REGRET OF MY SEVEN BROTHERS

Status: sedang berlangsung
Genre:BTS / Keluarga / Angst
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: BYNK

"The Regret of My Seven Older Brothers"

Di balik kehidupan mewah dan kebahagiaan yang tampak sempurna, delapan bersaudara hidup dalam kesejahteraan yang diidamkan banyak orang.

Namun, semuanya berubah ketika kecelakaan tragis merenggut nyawa sang ayah, sementara sang ibu menghilang tanpa jejak.

Si bungsu, Lee Yoora, menjadi sasaran kemarahan dan penilaian keliru ketujuh kakaknya, yang menyalahkannya atas kehilangan yang menghancurkan keluarga mereka.

Terjebak dalam perlakuan tidak adil dan kekejaman sehari-hari, Yoora menghadapi penderitaan yang mendalam, di mana harapan dan kesedihan bersaing.

Saat penyesalan akhirnya datang menghampiri ketujuh kakaknya, mereka terpaksa menghadapi kenyataan pahit tentang masa lalu mereka. Namun, apakah penyesalan itu cukup untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BYNK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 31: Pelukan Tak Terduga

Waktu terus berjalan hingga tak terasa Minggu sudah mencapai penghujung, saat yang biasanya dirayakan banyak orang untuk bersantai. Namun, tidak demikian halnya dengan Haesung. Pria itu Duduk di ruang kerjanya yang penuh tumpukan kertas berisi desain pakaian, laptop di depannya terus menyala, menampilkan file demi file yang terasa menghakimi dirinya. Napasnya berat, dan tangannya gemetar saat melihat sisa-sisa sketsa yang berhasil diselamatkan.

Akibat kebakaran beberapa waktu lalu, lembaran-lembaran berharga miliknya kini hanya tinggal abu. Berkas-berkas klien, pesanan, hingga sketsa-sketsa terbaru yang ia buat dengan penuh dedikasi semua hilang dalam sekejap. Meski Seonho dan Yongki sudah memberikan bantuan yang luar biasa, beban yang Haesung pikul terasa tak berkurang. Dengan hati berat, ia mulai menulis pesan pembatalan untuk beberapa klien yang sudah lama mempercayainya. Setiap kata yang ia ketik seakan menambah luka di hati, karena ia tahu reputasinya sebagai desainer akan tergores.

Saat tengah fokus pada pekerjaannya, Haesung melihat layar ponselnya menyala. Nama salah satu kliennya yang pesanan sebelumnya sudah dibatalkan muncul di sana. Kebingungan melintas di benaknya mengapa klien itu menelpon lagi? Bukankah ia sudah mengabarkan pembatalan? Begitu lah kira - kira isi pikiran haesung.

“Iya… selamat siang,” jawab Haesung, menekan perasaan gugup yang mulai muncul.

“Siang, Tuan Lee,” sahut suara di seberang.

“Iya, Tuan Joo… ada keperluan lain?” tanyanya dengan ragu, siap jika harus mendengar keluhan.

“Akh, iya, Tuan Lee, soal pakaian yang saya pesan untuk ulang tahun putri saya tempo hari,” jawab Tuan Joo.

“Ah, iya, Tuan. Saya benar-benar minta maaf atas semua kelalaian dan kecerobohan saya. Saya tahu tindakan saya tidak profesional.” ujar Haesung menunduk, menahan napas. Namun, respons yang diterima malah membuatnya bingung, dia di buat tidak mengerti oleh ucapan klien nya tersebut.

“Apa yang Anda bicarakan, Tuan?” tanya Tuan Joo dengan nada heran.

“Maaf?” Haesung ikut bingung. Dia mengerutkan kening, merasa tak paham.

“Saya justru ingin berterima kasih pada Anda, Tuan. Desain pakaian yang Anda buat membuat putri saya sangat bahagia di hari ulang tahunnya. Saya juga menelepon untuk mengembalikan uang ganti rugi Anda dan sekaligus membayar penuh biaya pemesanan,” ujar Tuan Joo dengan nada hangat. Haesung tercekat, memandang kosong pada laptop di depannya.

“Tunggu, Tuan, bukankah saya sudah membatalkan pesanan Anda?” tanyanya bingung.

“Iya, saya pun awalnya terkejut, { jawab Tuan Joo sambil tertawa kecil } Awalnya saya sangat kecewa dengan ketidakprofesionalan Anda, namun sehari sebelum ulang tahun putri saya, seorang yang mengaku asisten Anda datang dan menunjukkan beberapa pilihan desain. Putri saya begitu bahagia dengan pakaian itu. Saya benar-benar berterima kasih. Saya bahkan sudah merekomendasikan jasa Anda kepada beberapa kolega saya , karya Anda sungguh luar biasa, Tuan Lee.” Haesung terdiam, masih tak percaya dengan yang baru saja didengarnya.

“Anda masih di sana, Tuan Lee?” suara Tuan Joo mengembalikannya ke realitas.

“Ah, iya, Tuan. Terima kasih atas kepercayaan dan kepuasan Anda,” sahut Haesung akhirnya, meski benaknya masih penuh tanda tanya.

“Dengan senang hati, Tuan. Selamat bekerja kembali,” kata Tuan Joo sebelum menutup telepon.

Haesung terdiam beberapa detik, berusaha mencerna yang baru saja terjadi. Siapa yang mengaku sebagai asistennya dan memberikan pakaian tersebut? Sekretarisnya jelas tidak mungkin melakukannya ia tahu persis bahwa sekertaris nya tidak bisa mendesain apapun.

Di tengah kebingungannya, ponselnya kembali berdering. Nama-nama klien lain yang sebelumnya ia batalkan pesanannya kini muncul satu per satu. Bukan hanya panggilan dari Tuan Joo, tapi beberapa klien lainnya pun mulai mengirimkan ucapan terima kasih melalui pesan atau telepon, mengungkapkan kepuasan atas hasil karya Haesung.

Matanya melebar saat membaca notifikasi transfer yang masuk ke rekeningnya dari berbagai klien yang sebelumnya telah ia kabarkan pembatalan pesanan. Mereka semua menyampaikan pesan serupa , terima kasih dan pujian atas pakaian yang mereka terima. Haesung menggenggam ponselnya erat, seakan menahan perasaan yang bercampur aduk; ada kelegaan, kebingungan, dan juga rasa kagum terhadap bantuan misterius ini.

Tak bisa menahan rasa ingin tahunya lebih lama, Haesung segera berjalan keluar dari kamarnya, langkahnya cepat menuju ruang keluarga. Di sana, Yongki, Seonho, Jihwan, dan Taehwan tengah asyik menikmati waktu santai mereka sambil menonton film di layar besar yang ada di ruangan tersebut. Keceriaan terpancar dari wajah mereka yang tampak santai berbanding terbalik dengan perasaan Haesung yang masih dibalut misteri dan kegembiraan.

“Hyung!” panggil Haesung, membuat semua kepala menoleh padanya. Nada suaranya terdengar lebih ceria dari biasanya, hingga mengundang tatapan heran dari keempat saudaranya.

“Wah, akhirnya kau keluar juga dari kamarmu. Aku kira kau sudah mati di sana,” ujar Yongki sambil tertawa, membuat yang lain ikut tersenyum geli.

“Ada apa?” tanya Seonho penasaran, menangkap rona bahagia yang jarang terlihat di wajah Haesung.

Haesung menghirup napas dalam, mencoba menenangkan degup jantungnya.

“Terima kasih… ini semua berkat kalian, terutama berkat Hyung,” ucapnya, membuat semua yang ada di ruangan itu saling bertukar pandang dengan bingung.

“Maksudmu apa?” tanya Seonho tak mengerti, dahinya berkerut menatap Haesung yang terlihat begitu ceria.

“Hah?” Haesung balik bertanya dengan raut tak kalah bingung.

“Hah?” Seonho ikut mengulangi, merasa semakin tak paham.

“Kenapa kalian malah saling ‘hah-hah’ begitu?” potong Yongki, semakin bingung melihat tingkah mereka yang aneh, dari kakak dan adiknya itu.

“Bukankah Hyung yang sudah mendatangi klien-klienku dan membantu menyelesaikan semua desain yang mereka inginkan?” Haesung bertanya sambil menatap Seonho, yang malah terlihat bingung dengan tuduhan itu. Semua mata kini terarah pada Seonho, mencari jawaban.

“Memangnya Seon Hyung bisa membuat desain pakaian?” Taehwan berkomentar dengan nada ragu.

“Bukan aku… Aku benar-benar tidak tahu soal ini. Sebenarnya apa yang terjadi?” tanyanya, penasaran namun jelas tak paham. Haesung pun mulai menceritakan semuanya pada saudara-saudaranya. Ia mengungkapkan dari awal hingga akhir kejadian yang membuatnya kebingungan ini, tanpa ada satu pun detail yang terlewatkan. Begitu ia selesai berbicara, suasana di ruang keluarga itu berubah menjadi penuh tanda tanya.

“Mungkin benar itu sekretaris Hyung? Siapa lagi orang yang mau melakukan hal seperti itu jika bukan dia,” ujar Jihwan sambil mencoba menganalisis dengan logis.

“Ji-hyung ada benarnya. Mungkin saja begitu,” sahut Taehwan, menyetujui. Namun, Haesung menggeleng, merasa yakin.

“Tidak mungkin dia. Dia sama sekali tidak bisa membuat desain pakaian, aku tahu itu pasti.” ucap nya .

“Lalu, klien mu itu tidak menyebutkan nama atau paling tidak gender orang yang mengantar pakaian itu?” tanya Yongki, mengerutkan alis, mencoba mencari petunjuk.

“Aku lupa menanyakannya,” ujar Haesung, terkekeh kecil sambil menggaruk kepalanya. Tiba-tiba ia merasa agak bodoh karena tidak kepikiran soal itu. Yongki menghela napas panjang, menggelengkan kepala sambil menatap adiknya dengan tatapan heran.

“Lihatlah, kebodohanmu ini, Hae-ah,” komentarnya dengan nada menyindir yang khas.

“Aku terlalu bahagia tadi, jadi tidak kepikiran ke sana,” ujar Haesung, kali ini tertawa kecil.

Di tengah tawa kecil mereka, Haesung kembali merasakan kehangatan yang selama ini hampir hilang di tengah tekanan pekerjaannya. Namun, kini pertanyaan besar muncul di kepalanya siapa sebenarnya yang telah membantu dirinya secara diam-diam ini?

Saat mereka asyik mengobrol, Namjin dan Jungsoo baru saja kembali dari luar. Kedua pria itu terlihat membawa beberapa barang di tangan mereka. Jungsoo, yang berniat langsung masuk ke kamarnya, tiba-tiba dihentikan oleh Seonho.

“Jungsoo…” panggil Seonho, membuat langkah Jungsoo terhenti. Ia menatap semua saudara-saudaranya, termasuk Namjin yang ikut duduk di sana.

“Iya,” jawab Jungsoo singkat, suara dinginnya menandakan masih ada ketegangan di antara mereka.

“Duduk di sini,” ujar Seonho, yang tahu betul adiknya itu masih merajuk padanya karena kejadian beberapa waktu lalu.

"Tidak, aku ingin ke kamar ku " jawab Jungsoo yang masih kesal karena beberapa waktu lalu yang lalu seonho memukuli nya .

"Lee jungsoo, duduk di sini!" ucap seonho lagi , dia berusaha bersabar mengahadapi sikap adiknya itu , dia tidak ingin memperkeruh suasana dengan memulai pertengkaran nya lagi .

“Aku ingin mandi,” jawab Jungsoo, mencoba menghindar.

“Jangan bohong, Hyung tahu itu alasan mu . Cepat ke sini,” ujar Seonho dengan nada tegas, memaksa Jungsoo untuk ikut bergabung dengan mereka. Jungsoo menghela napas panjang, akhirnya menyerah dan berjalan mendekati mereka dan , terpaksa duduk di samping kakak tertua nya itu .

“Buku apa yang kamu beli?” tanya Seonho, mencoba mengalihkan perhatian dari ketegangan yang masih ada.

“Buku,” jawab Jungsoo singkat, berusaha menghindari pembicaraan lebih lanjut.

"Hyung tahu.. Buku apa ?" Tanya seonho lagi, berusaha bersabar menghadapi sikap adik nya itu. Semuanya hanya terdiam sembari melihat interaksi kedua nya.

"Tidak tahu, hanya asal ambil," ujar Jungsoo acuh , Yongki yang melihat interaksi antara keduanya hanya bisa menahan tawanya.

“Kalau Hyung bicara, lihat ke sini. Kebiasaan,” ujar Seonho dengan kesal, melihat sikap Jungsoo yang kembali menunjukkan ketidakpedulian.

“Buku apa, Soo-ah? Dan sejak kapan kamu rajin membaca buku seperti ini?” ledek Jihwan, mencoba mencairkan suasana yang mulai terasa tegang.

“Aku hanya menemani Namjin Hyung saja,” jawab Jungsoo dengan suara yang lebih lembut, meskipun masih terdengar sedikit kesal.

“Boleh aku lihat?” tanya Jihwan, yang langsung mendapatkan anggukan dari Jungsoo.

Jihwan lalu mengambil beberapa buku yang baru saja dibeli Jungsoo dan memeriksa isinya. Ia menemukan beberapa buku tentang resep masakan dan kue, serta beberapa buku tentang cara mengelola bisnis. Melihat itu, Jihwan tidak bisa menahan tawa kecil.

“Kamu asal ambil buku ya? Kenapa bukunya seperti ini?” tanya Jihwan sambil tertawa, dengan penuh keheranan. Ia tahu betul bahwa Jungsoo tidak mungkin tertarik untuk belajar memasak. Jungsoo tetap diam, tidak memberi tanggapan apa pun. Melihat itu, tawa Jihwan pun berhenti. Ia menatap Jungsoo dengan serius, mencari tahu lebih dalam.

“Jadi kamu serius?” tanya Jihwan, masih tak percaya dengan pilihan buku Jungsoo yang cukup aneh itu.

“Aku hanya asal ambil. Lagipula, Namjin Hyung yang bayar untukku,” jawab Jungsoo setelah beberapa detik terdiam. Ternyata, alasan di balik pembelian buku itu jauh lebih sederhana daripada yang Jihwan pikirkan. Mendengar itu, Jihwan kembali tertawa geli. Ia sudah menduga bahwa Jungsoo tidak benar-benar berniat belajar masak atau mengelola bisnis.

“Tentu saja, kalau sudah Namjin Hyung yang bayar, pasti asal ambil saja,” ledek Jihwan sambil tersenyum lebar.

“Namjoon Hyung selalu memanjakan Jungsoo. Terakhir kali juga dia membelikan mobil untuk dia,” ujar Taehwan, yang sedari tadi fokus pada game di ponsel nya.

“Kau juga sama. Pas ulang tahunmu yang lalu, Namjin Hyung memberimu apartemen yang kamu mau,” ujar Jihwan meledek adiknya itu.

“Kau juga mendapatkan itu,” balas Taehwan sambil memutar bola matanya dengan malas. Namjin hanya diam saja, membiarkan kedua adiknya itu bergaduh tanpa ikut campur.

"Sama-sama orang yang suka di manjakan seharusnya tidak banyak bicara, maling kok teriak maling." sindir Yongki yang membuat yang lain terkekeh.

Dengan tawa yang semakin lepas, suasana di ruang keluarga pun kembali terasa lebih ringan. Meskipun ada sedikit ketegangan yang masih mengambang di antara mereka, semua bisa merasakan kehangatan kebersamaan yang kembali terjalin.

“Hyung, di mana Yoora?” tanya Haesung tiba-tiba, membuat semua orang mengalihkan perhatian mereka pada Haesung yang sedari tadi hanya diam.

“Yoora?” tanya Taehwan, bingung.

“Kenapa?” tanya Seonho dengan ekspresi yang juga bingung.

“Dia melakukan apa lagi? Tidak habis-habisnya bertingkah,” ujar Yongki, dengan nada jengkel.

“Ada apa, Hyung?” tanya Namjin, yang ikut kebingungan.

“Tuan Joo bilang, kalau orang yang menemui mereka adalah Yoora,” ucap Haesung ragu, dan hal itu membuat semua saudara-saudaranya terperangah, kecuali Jungsoo dan Namjin yang tidak tahu apa-apa.

“Kau bercanda?” tanya Seonho, dengan nada serius namun bingung.

“Aku tidak bercanda…” ujar Haesung, sambil menunjukkan foto yang dikirimkan oleh Tuan Joo. Dalam foto itu, terlihat Yoora yang sedang melakukan pertemuan dengan Tuan Joo.

“Bagaimana dia bisa tahu tentang Tuan Joo, dan klien mu yang lain?” tanya Yongki bingung, semakin cemas dengan situasi yang ada.

“Aku juga tidak tahu,” jawab Haesung, wajahnya penuh kebingungan.

“Tunggu dulu, tapi apa dia benar-benar bisa membuat desain pakaian seperti Hyung?” ujar Taehwan, yang semakin bingung dengan situasi ini.

“Aku akan menemui dia dulu,” ujar Haesung, memutuskan untuk pergi menemui Yoora. Ia pun bergegas meninggalkan ruang tamu, meninggalkan saudara-saudaranya yang masih terkejut. Pria tampan itu langsung menuju kamar sang adik yang terletak di samping dapur. Begitu pintu kamar di buka Haesung bisa melihat kamar yang rapi. Yoora di sana, dengan laptop yang menyala di meja. Tak lama, perhatian Yoora teralihkan saat Haesung berjalan masuk dan menutup pintu kamar di belakangnya.

"Yoora..." Panggil Haesung, yang membuat Yoora mengalihkan pandangannya.

Haesung berjalan mendekat, dan benar saja, dia melihat buku bersampul biru yang dia kenal. Itu adalah buku yang berisi biodata lengkap semua kliennya. Di atasnya, ada beberapa kertas HVS yang bertumpuk, sebagian berisi desain pakaian. Beberapa desain sudah dicoret-coret, sementara yang lain bahkan sudah dilaminating.

"Apa ini?" tanya Haesung sambil mengangkat buku tersebut. Yoora terdiam. Dia tidak berani menatap wajah sang kakak, ketakutan mulai merayap dalam pikirannya. Dia takut akan kemarahan Haesung yang tak jarang bermain fisik, seolah tak pernah peduli bahwa dirinya adalah seorang perempuan.

"Jawab aku... Apa ini?" ujar Haesung lagi, dengan nada yang lebih keras.

"I... itu... itu buku milik oppa. Aku mengambilnya agar bisa membantu oppa..." jawab Yoora, sembari menunduk. Dia sudah kehilangan keberanian untuk menghadapi kemarahan Haesung.

"Bagaimana bisa ada padamu?" tanya Haesung lagi, suaranya kini lebih tegas.

Yoora akhirnya menjelaskan semuanya panjang lebar, tanpa ada yang ditutup-tutupi. Dia menceritakan bagaimana dia mencari tahu segala hal yang diperlukan oleh klien Haesung, mulai dari menggambar desain hingga menemui satu per satu klien yang sebelumnya dibatalkan oleh Haesung. Semua itu akhirnya berakhir dengan klien-klien yang setuju dan puas dengan hasil pekerjaannya. Namun, meskipun sudah selesai melakukan semuanya, Yoora tidak berani untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Rasa takut karena dianggap tidak dihargai dan takut dianggap tidak sopan selalu menghantui benaknya.

"Aku tidak berniat apa-apa, Oppa. Aku hanya ingin membantu kamu. Aku sedih melihatmu terus bekerja sepanjang hari dan begadang setiap malam. Aku tidak ada maksud lain. Maaf jika aku menggunakan namamu tanpa sepengetahuan mu. Aku tidak bermaksud buruk... Apa klien-klienmu kecewa dengan hasilnya? Aku benar-benar minta maaf. Aku memang tidak pernah berguna. Meskipun aku berusaha, hasilnya selalu membuat kalian repot. Aku minta maaf, Oppa..." ujar Yoora, suara isaknya terdengar semakin lirih, hingga akhirnya dia terdiam ketika tiba-tiba sebuah lengan kekar memeluknya. Hal itu membuat Yoora terdiam terpaku.

"Terimakasih," ujar Haesung pelan, dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Yoora masih diam, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Haesung... memeluknya? Yoora tertegun dalam pelukan kakaknya itu, tidak pernah dia bayangkan bahwa sang kakak yang selalu membencinya dan tak jarang memukulinya, yang selalu berkata bahwa dirinya adalah orang yang tidak pernah berguna, kini memeluknya tanpa paksaan dari siapapun.

Yoora menangis sesenggukan dalam pelukan Haesung, akhirnya dia berhasil mendapatkan apa yang selama ini dia impikan , pelukan dari saudara-saudaranya. Kini, hanya Yongki, Jihwan, dan Jungsoo saja yang belum sempat dia peluk. Rasa bahagia dan pedih bercampur menjadi satu saat dia merasakan pelukan tersebut. Tubuh Yoora luruh begitu saja, dia memeluk kaki Haesung dengan perasaan bahagia yang tidak bisa ia sembunyikan.

"Terimakasih... Terimakasih sudah mau memelukku... Hiks... mimpi apa aku sehingga bisa merasakan pelukanmu ini, Oppa... Aku berterimakasih padamu karena sudah mau memelukku. Aku berterimakasih," isaknya, suara semakin lirih hingga hampir tak terdengar lagi.

Haesung tidak menanggapi apapun. Dia langsung pergi meninggalkan Yoora yang masih terdiam menangis di posisinya.

"Aku berhasil... Hiks... dia memelukku barusan. Ini bukan mimpi... dia benar-benar memelukku dan mengucapkan terima kasih juga... Terimakasih telah membantu aku, Tuhan. Sedikit lagi, setelahnya aku tidak akan menjadi beban lagi untuk mereka semua. Setelah selesai, aku akan membiarkan mereka hidup bahagia tanpa kehadiranku..." racau Yoora di tengah isak tangisnya yang begitu pilu.

Tanpa dia sadari, ada seseorang yang mendengar dan melihat semua kejadian itu dari balik pintu. Air matanya luruh begitu saja, mendengar penuturan Yoora yang begitu lirih.

1
Nunu Izshmahary ula
jadi itu alasannya, wah... kalau gitu mah saudara nya keterlaluan banget dong, masa cuma gara2 kehendak Tuhan mereka benci sama adik mereka selama itu...

lanjut Thor🥺🥺🥺
Nunu Izshmahary ula
mulut Seonho dari awal sampai sekarang belum ada tanda tanda tobat 😭😭😭
Nunu Izshmahary ula
penasaran deh sebenarnya kenapa lee bersaudara itu sampai sebegitu Nya sama Yoora, cuma gara gara ayahnya meninggal kah ? terus ibunya juga kemana 😩 sengaja nabung bab dari kemarin
Nunu Izshmahary ula
kayak nya rentenir nya itu orang' suruhan imo nya Yoora deh
Nunu Izshmahary ula
lagi ada di fase ini, cinta terhalang mitos budaya 🥺🫠
Nunu Izshmahary ula
mungkin sifat keras Seonho nurun dari harabeoji nya kali ya, kalau di baca bab ini kasian Seonho tapi kalau baca part Yoora sedih ke Yoora juga😅
Nunu Izshmahary ula
ini relate banget sih🤣🤣🤣
Nunu Izshmahary ula
Masa mati.. jangan dulu dong🥹
Nunu Izshmahary ula
mungkin gak sih kalau setelah ini haesung juga berubah kaya Taehwan?
Nunu Izshmahary ula
Seonho tipe tipe kakak overprotektif banget
Nunu Izshmahary ula
Mau kakak kaya Namjin
Nunu Izshmahary ula
akhir nya ada satu saudara Yoora yang tobat 🥹 wahhh
Nunu Izshmahary ula
ouh jadi Min-ho ya yang waktu itu baik sama Yoora, jangan jangan Mereka jodoh lagi☺️🤣
Nunu Izshmahary ula
semoga Yoora gapapa, saudara nya ada aja yang bikin dia celaka
Nunu Izshmahary ula
yang ini bener banget, walaupun Seonho kaya gitu tapi gimana ya . kata kata ini bener juga
Nunu Izshmahary ula
astaga Seonho 😩minta ginjal orang udah kaya minta krupuk
winterbear95
"kemarahan kakak tertuanya"😭kenapa dibayanganku malah muncul Jin hyung ngerap sih astaga
winterbear95
aku baca, imajinasi visualku nongol 7 bujang kesayanganku🥺
Nengsih
sedih banget, dari pertama baca udah mewek 😭
Nunu Izshmahary ula
pengen punya sahabat macam rea , wah ... senengnya kalau punya temen kaya gitu ya , di saat dunia membenci kita habis - habisan ada satu tempat yang bisa kita jadikan tempat pulang untuk bersandar, susah banget nyari temen yang kaya gini di dunia nyata . kebanyakan orang cuma bermuka dua dan datang kalau lagi ada butuh nya aja🥺
BYNK: Kamu pasti akan menemukannya suatu hari nanti, atau mungkin malah kamu yang jadi sahabat seperti Rea untuk orang lain. Dunia ini memang keras, tapi kebaikan kita nggak pernah sia-sia. jangan lelah jadi orang baik , semangat 💪🏻
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!