Greyna Joivandex, gadis berusia 18 tahun, dipaksa menikah dengan Sebastian Ferederick, direktur kaya berusia 28 tahun, oleh ibunya. Pernikahan yang terpaksa ini membawa Greyna ke dalam dunia yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dengan kekayaan dan kekuasaan yang melimpah, Sebastian tampaknya memiliki segalanya, tetapi di balik penampilannya yang sempurna, terdapat rahasia dan konflik yang dapat menghancurkan pernikahan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ameliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Siang Dikantor
Tok, tok, tok.
Tian yang sedang meninjau laporan menoleh ke arah pintu, melihat Dom dan ketiga anak buahnya datang dengan stelan formal, menggunakan jas dan dasi, serta rambut ditata rapi. Tato mereka juga ditutupi dengan riasan, membuat mereka terlihat seperti eksekutif muda yang sukses.
Mereka masuk dan langsung membungkuk 90 derajat. "Siang bos," ucap mereka serentak, dengan suara yang hormat.
Tian memijat batang hidungnya, merasa sedikit terganggu dengan kedatangan mereka. "Ada apa?" tanya Tian, dengan nada yang sedikit keras.
"Fero dari Klan Venox mengundang Bos untuk makan siang bersama," ucap Dom, dengan suara yang sopan.
Tian melihat jam tangannya, dan pasti sebentar lagi Grey akan datang membawa makan siang. "Ahh, tidak bisa," ucap Tian, dengan nada yang sedikit menolak. "Katakan padanya lain kali aku akan datang, sekarang aku menunggu seseorang. Kalian pergilah," usir Tian, dengan nada yang sedikit keras.
Dom mengerti, dan langsung meninggalkan ruangan Tian, diikuti oleh ketiga anak buahnya. "Ooo, baiklah," ucap Dom, sebelum mereka keluar dari ruangan.
Tian menghela napas, merasa sedikit lega karena mereka sudah pergi. Ia kembali meninjau laporan, menunggu kedatangan Grey untuk makan siang bersama. Ia tidak sabar untuk memakan masakan buatan istrinya, senyum tipis terukir disudut bibirnya.
By the way, surat cerai itu sudah Tian robek, sehingga mereka bisa kembali bersama.
"Pak, permisi," kata Grey kepada satpam yang berjaga di pos.
"Ya, nona, ada yang bisa saya bantu?" kata satpam tersebut, menatap Grey dengan penasaran.
"Apakah ini benar kantor milik Sebastian Feredrick?" tanya Grey, memastikan bahwa ia berada di tempat yang tepat.
Satpam mengangguk. "Benar, nona, ada apa?"
"Ah, ini saya membawa bekal makan siang untuknya," jawab Grey, menunjukkan kotak makan siang yang ia bawa.
Satpam memiringkan kepalanya, menatap Grey dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Jika boleh tahu, Anda siapa Pak Bastian?" tanya satpam, dengan nada yang sedikit penasaran.
"Saya istrinya," jawab Grey, dengan senyum yang percaya diri. "Boleh masuk?"
"Istri?" gumam satpam tersebut, terkejut. "Sejak kapan Pak Tian menikah?" tanya satpam itu, dengan nada yang penasaran.
"Tunggu sebentar, Nona," ucap satpam itu, menelpon seseorang. Ia berbicara dengan suara yang pelan, tapi Grey masih bisa mendengar kata-kata yang ia ucapkan.
Setelah beberapa menit, satpam itu menatap Grey sambil geleng-geleng. "Maaf, Nona. Anda dilarang masuk karena Pak Bastian belum punya istri. Mengapa Anda mengaku sebagai istrinya?" tanya satpam itu, dengan nada yang sedikit keras.
Grey tersenyum, tapi tidak menjawab pertanyaan satpam itu. Ia hanya menatap satpam itu dengan mata yang tajam, seolah-olah mengatakan bahwa ia tidak perlu menjelaskan apa-apa.
Satpam itu merasa tidak nyaman dengan tatapan Grey, dan ia memutuskan untuk memanggil keamanan. "Tolong, panggil keamanan. Kami memiliki situasi yang tidak biasa di sini," ucap satpam itu, menelpon keamanan.
Grey masih tersenyum, tapi ia mulai merasa sedikit kesal. Ia tidak suka ditanya-tanya tentang statusnya sebagai istri Tian, dan ia tidak suka dihalangi untuk bertemu dengan suaminya.
"Apa yang terjadi di sini?" tanya suara yang familiar, membuat Grey menoleh ke arah suara itu.
Tian berdiri di belakang satpam itu, dengan wajah yang penasaran. "Apa yang terjadi, sayang." tanya Tian, menatap satpam dengan mata yang tajam.
"Ah, ," ucap Grey, tersenyum. "Saya hanya ingin memberikan makan siang untukmu, tapi satpam ini tidak membiarkan saya masuk."
Tian menatap satpam itu dengan mata yang tajam. "Apa yang terjadi?" tanya Tian, dengan nada yang sedikit keras.
Satpam itu terkejut dan segera menjelaskan situasi. "Maaf, Pak Bastian. Nona ini mengaku sebagai istri Anda, tapi saya tidak memiliki informasi tentang pernikahan Anda."
Tian tersenyum dan mengambil tangan Grey. "Saya memang sudah menikah," ucap Tian, dengan nada yang percaya diri. "Dan istri saya ini sangat cantik dan pintar."
Grey tersenyum dan memeluk Tian. "Haha" Grey terkekeh mendengar pujian dari Tian.
Satpam itu terkejut dan segera meminta maaf. "Maaf, Pak Bastian. Saya tidak tahu tentang pernikahan Anda. Maaf Nona." ucap Satpam menunduk
"Yes, no problem " ucap Grey.
Grey dan Tian kemudian masuk ke dalam kantor, dengan satpam itu memandang mereka dengan rasa penasaran. "Siapa sangka Pak Bastian sudah menikah," ucap satpam itu, dengan nada yang pelan.
Para karyawan yang mendengar berita tersebut langsung menunduk saat melihat Tian dan Grey berjalan bersama dengan mesra sambil gandengan tangan. Mereka semua terkejut dengan berita pernikahan Tian, dan tidak bisa membayangkan bahwa bos mereka yang selama ini terkenal sebagai penyuka sesama jenis sekarang sudah menikah.
"Ckck, pantes suasana hatinya bagus, lagi kasmaraan rupanya," ucap Vino, menyeruput kopi kaleng miliknya. Tiba-tiba, seorang wanita merebut kaleng itu, membuat Vino kaget.
"Eee, apaan nih?" bingung Vino, melihat gadis imut di depannya sedang meminum kopi miliknya.
Gadis itu tersenyum, dan mata Vino membesar saat ia melihat gadis itu. "Nah, secara tidak langsung kita udah ciuman tidak langsung, kakak mau enggak jadi suami aku?" tanya gadis itu, dengan nada yang manis.
Vino terkejut, dan langsung kabur pergi. "Enggak!!" katanya, sambil berlari menjauhkan diri dari gadis itu.
Gadis itu tertawa, dan mengejar Vino. "Kakak, tunggu! Aku serius!" teriak gadis itu, sambil berlari di belakang Vino.
Vino semakin cepat berlari, dan akhirnya berhasil masuk ke dalam ruangan dan menutup pintu di belakangnya. Ia menghela napas, dan berpikir bahwa ia harus lebih berhati-hati di kantor.
"Buka mulut aaa," pinta Grey, menyuapi Tian yang sedang sibuk dengan laptopnya.
"Iya, sayang," kata Tian, menerima suapan Grey dengan senyum.
"Tadi kesini naik apa?" tanya Tian, sambil mengunyah makanan yang disuapkan oleh Grey.
"Naik taxi," ucap Grey, dengan nada yang santai.
"Nanti pulangnya bareng aja ya, gimana?" tanya Tian, dengan nada yang lembut.
"Iya, aku boleh keliling kantor kan?" tanya Grey, dengan mata yang berkilauan.
Tian mengangguk, tapi jujur saja ia memiliki kekhawatiran yang besar terhadap Grey. Melihat sikap karyawannya yang masih terkejut dengan kehadiran Grey, Tian khawatir bahwa Grey mungkin akan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan kantor.
Semoga semua baik-baik saja, pikir Tian. Ia harus meeting sekarang, dan mau tidak mau ia harus meninggalkan Grey sendirian.
"Kak, kamu harus pergi sekarang?" tanya Grey, dengan nada yang sedikit kecewa.
"Iya, sayang. Aku harus meeting," jawab Tian, dengan nada yang lembut. "Tapi jangan khawatir, aku akan kembali segera. Kamu bisa berjalan-jalan di kantor, tapi jangan terlalu jauh, ya?"
Grey mengangguk, dan Tian memberikan ciuman singkat di pipi Grey sebelum berangkat ke meeting.
semangat
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩