Pantas saja dia sudah merasa curiga pada sampul buku itu yang tidak biasa. Alih-alih sekedar buku cerita biasa, ternyata itu adalah buku kehidupan terbuka dari masa depan beberapa orang, termasuk Victoria Hain. Sebuah tokoh dengan nama yang sama dengannya.
Sebuah tokoh yang kini dihidupi oleh jiwanya.
“Astaga, jadi aku adalah kakaknya antagonis?”
Adalah informasi paling dasar dalam cerita ini.
Alih-alih sebagai pemeran utama, Victoria Feyar berakhir menjadi kakak dari antagonis perempuan bernama Victoria Hain, yang akan mati depresi karena sikap dingin suaminya.
“Baiklah, mari kita ceraikan Kakak protagonis pria sebelum terlambat.” Adalah rencana Victoria, demi melindungi dirinya dan adik pemilik tubuh dari dua Kakak beradik pencabut nyawa.
Untungnya ini berhasil, meski bertahun kemudian Victoria dibuat kesal, karena mereka tidak sengaja kembali terlibat dalam situasi utama pada konflik cerita itu dimulai.
“Kakak Ipar, mohon bantu kami....”
-
“Dalam mimpimu.” -- Victoria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Blesssel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31
Sudah kembali ke kediamannya di kota ini, di halaman kediaman Tuan kedua Hain. Istri pria itu masih syok membaca beberapa dokumen yang baru saja di cetaknya. Yvone menatap itu lagi dan lagi, sangat tidak puas dengan apa yang ada di matanya.
Tadinya dia berpikir untuk melakukan dan mengalahkan Raphael dengan caranya sendiri, namun ternyata hampir tidak ada cela dalam pekerjaan Raphael, kecuali satu hal, yang bahkan membuatnya naik pitam.
“Benar-benar kurang ajar. Ini bahkan lebih banyak dari apa yang diberikan Orlando dan keluarga Hain padaku selama ini.”
Meski hampir terkena serangan jantung, Yvone masih senang karena mendapatkan bukti untuk memanggang Raphael. Dia ingin membawa ini pada Orlando, dan membiarkan Orlando membawa ini pada Ayahnya, Conrad. Berharap bahwa pria tua itu dapat melihat sikap berlebihan Raphael pada Victoria, yang bahkan memberikan beberapa jumlah saham perusahaan, secara rahasia.
“Wanita itu benar-benar penyihir! Dia pasti telah menyihir Raphael, hingga mau menyerahkan banyak hal kepadanya.”
“Siapa itu?” Suara dingin yang sangat dikenalnya, datang dari belakang. Yvone dengan cepat, segera berdiri dari kursi taman, berbalik dan menghampiri Orlando.
Orlando yang melihat sikap tidak biasa istrinya, hanya bisa mengerut alis, ketika tangannya ditarik Yvone agar berjalan lebih cepat.
“Apa yang kamu lakukan? Sangat kekanakan.”
“Sayang, duduklah. Aku punya sesuatu untuk diberi padamu. Tapi pertama-tama, … siapkanlah dirimu.”
Hal ini mengundang penasaran Orlando, tapi dia tidak terburu-buru dengan ucapan Yvone. Dia mendudukkan dirinya dengan baik, menunggu Yvone untuk berbicara. Tapi alih-alih bicara, dia malah mendapat sodoran kertas.
“Apa ini?”
Yvone tidak menjawab, hanya memberi isyarat untuk membaca saja. Orlando dengan perlahan membaca, hanya untuk menemukan bahwa itu adalah berkas yang merupakan milik Raphael.
“Yvone, darimana kamu mendapatkan ini?”
“Jangan tanya darimana aku mendapatkannya, baca saja terus. Beberapa lembar lagi kejutan menunggumu.”
Melihat berkas di tangannya, Orlando memiliki firasat yang bagus. Namun melihat cara Yvone, dia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak baik di lain sisi. Jadi dengan patuh Orlando melanjutkan bacaannya, dan benar saja, semakin jauh dibacanya semakin gemetar tangannya.
“Keparat!! Berani-beraninya Raphael!”
Melihat kemarahan Orlando, Yvone mengangguk mantap pada setiap kata suaminya itu.
“Bagaimana bisa perempuan itu mendapatkan bagian dalam keluarga Hain dalam jumlah sebanyak itu. Dia bahkan hanyalah seorang cucu menantu.”
Yvone dengan cepat mengganti raut wajahnya menjadi sedih, “Ya, itulah yang kumaksud. Aku bahkan yang merupakan anak mantu tidak mendapatkan sebanyak itu. Tapi kenapa, dia yang bahkan belum melahirkan keturunan mendapatkan sebanyak itu?”
Orlando mengangguk dengan otot leher yang tegang. Dia kembali melihat berkas-berkas itu dan menemukan bahwa riwayat transaksi pengalihan, baru saja dilakukan kemarin.
“Selain saham, ada begitu banyak uang dan properti yang diberikan Raphael. Sayang, apa menurutmu ini adalah keinginan Raphael? Atau jangan-jangan—”
“Tidak peduli Raphael memberikannya karena keinginan atau tidak, tapi siapa yang mengizinkan seorang anak melakukan transaksi seperti itu, ketika para tetua masih hidup.”
Mata Yvone bercahayakan kesenangan mendengar ini. Karena walaupun Orlando selama ini membenci Raphael, tapi dia tidak memiliki cara untuk melawan khusus di depan Ayahnya.
“Itulah maksudku. Coba bayangkan, kira-kira akan seperti apa reaksi Ayah jika mengetahui hal ini?”
Orlando yang dalam ketegangan, menjadi rileks dalam sekejap. Dia menatap Yvone dengan mata yang sangat licik. “Benar, benar-benar briliant.”
“HAHHH, Hahaha ….” Tawa mereka pecah bersama.
Yvone langsung memeluk Orlando dari belakang punggungnya. Walaupun mereka bukan orang yang baik, mereka adalah pasangan yang sempurna, untuk satu sama lain.
•
•
Hari baru menjelang, matahari belum lama keluar tapi Estella sudah siap. Karena ini adalah akhir pekan, dia berencana untuk mengeksekusi rencana yang dibuatnya kemarin.
Beruntung dia sudah meminta uang dari Victoria semalam, jadi dia bisa langsung pergi pagi-pagi begini. Walaupun Estella sedikit heran, karena dia hanya bertanya lembaran uang, tapi Victoria malah memberikannya sebuah kartu penuh uang.
Eits, hampir saja. Estella berhasil menarik langkahnya tepat waktu, ketika melihat kedatangan Remi. Sudah beberapa hari komunikasi mereka tidak baik dan Estella tidak ingin Remi tahu rencananya ini.
Jadi saat Remi masuk setelah lari pagi, Estella langsung melarikan diri ke arah mobil dan masuk di dalam. Menunggu kedatangan Sean, tentunya.
“Remi, pasti akan membela Viona, cih! Dia hanya tidak bisa melihat bagaimana kebahagiaan di mata gadis desa itu, saat orang berpikir dia memang kaya. Dih, lihat saja nanti!”
Sean yang baru tiba, dan mendapati Estella berbicara sendiri dengan berapi-api tak bisa menahan kekehannya.
BRAK.
“Yak Sean! Kau menertawakan ku heh!”
Sean yang melihat mata bulat Estella melotot padanya penuh kemarahan, segera memperbaiki sikap. Bukannya dia takut kepada Estella, hanya saja membayangkan gadis itu mengomel sepanjang jalan, rasanya telinganya sudah mau berdengung.
“Tidak Nona,” jawab sean pelan, saat dia masuk ke dalam mobil. Estella yang masih tidak puas, masih memicing dari belakang.
“Kita akan kemana Nona?”
“Kampung A*”
Mendengar ini, pergerakan Sean sedikit terhenti.
“Ada apa? Kalau tidak tahu gunakan maps.”
Sean menggeleng. Justru tempat itu cukup familiar, karena keluarga Pamannya tinggal disana. Keluarga yang tidak pantas untuk dianggap keluarga.
“Tidak perlu maps, saya tahu.”
Keduanya pun menempuh perjalanan sekitar tiga jam. Meski tidak banyak berbicara, setidaknya ada banyak makanan yang menjadi syukur Sean. Setidaknya dia bisa sambil berkunyah untuk tetap fokus, karena memang belum sempat sarapan. Sementara dibelakang, Estella sudah jatuh dalam tidur.
~~
“Nona, Nona, bangun.” Sean berulang kali mencoba membangunkan Estella, tapi gadis itu terlalu pulas. Karena tidak berani untuk menyentuh Estella meski untuk membangunkan, Sean memilih cara paling efektif menurutnya.
BIIIPPPPPPPP.
“Eh brengsek!” BUFF. “... akhhhhh!!!”
Estella mengerang kesakitan. Dia yang membaringkan tubuhnya di seluruh kursi, terjatuh saat klakson berbunyi tiba-tiba.
“Sean.”
Kata penuh penekanan itu, membuat Sean sedikit geli. “Nona maafkan saya, saya tidak bermaksud.”
“Berani-beraninya kau!!!!”
“Nona tidak. Saya hanya mau membangunkan anda, tapi tidak mau menjadi kurang ajar dengan menyentuh anda.” Sean menjelaskan dengan cepat, dan untungnya bisa ditangkap Estella saat dia hendak melempar barang.
Niat Estella jelas urung. Perkataan Sean yang tidak ingin menjadi kurang ajar dengan menyentuhnya, membuat Estella terdiam. Setelah mengalami tindak pelecehan oleh Allard, dia jelas lebih menghargai nilai moral.
“Nona, anda tidak apa-apa?” tanya Sean, saat melihat betapa cepat perubahan Estella.
“Tidak. Lanjutkan saja.”
“Kemana harus dilanjutkan? Kita sudah di depan kampung A* sekarang.”
Estella yang sudah berpangku kaki saat memberi perintah, menjadi malu ketika menyadari mereka sudah sampai. “Ck, kau benar-benar tidak berguna.” Dia segera keluar dan menutup pintu dengan kasar.
Sean yang melihat merah rona malu dan merah benturan di dahi Estella, tertawa kecil sebelum ikut keluar.
“Hah, beruntung ini bukan kampung yang besar.” Ujar Estella, setelah melihat tugu masuk perkampungan itu. Atau kalau tidak, akan menjadi sangat melelahkan baginya, untuk mencari orang tua Viona.
Jangan tanyakan darimana dia tahu tempat asal Viona, itu semua karena gadis itu bercerita pada Remi dan Remi akan selalu bercerita padanya.
“Nona, apa yang akan kita—”
“Banyak. Banyak yang akan kita lakukan, jadi ayo mulai sekarang.”
Sean hanya bisa membuang nafas kasar.
“Kakaknya adalah penjahat, semoga dia sedikit waras,” gumam Sean yang langsung di sesalinya.
Bagaimana tidak, saat sudah kesana-kemari mencari orang yang dimaksud, ternyata itu adalah orangtua gadis kemarin. Meski Estella terlihat tidak berhenti tersenyum, Sean langsung tahu bahwa Estella tidak memiliki niat baik.
“Astaga, dia masih muda tapi … sudahlah. Lagipula, kakaknya juga begitu.” Pasrah Sean, seolah melihat masa depan, bahwa dia akan berurusan dengan banyak hal oleh perkara dua orang.
“Halo Bibi, Halo Paman, senang bertemu dengan kalian. Perkenalkan nama saya Anely, saya teman Viona dari kota.”
Dua orang tua paruh baya dengan rumah sederhana namun bersih, menyambut Sean dan Estella, yang berpura-pura namanya Anely.
“Aduh, ini teman Viona dari kota? Benar nak? Tapi kenapa bisa disini?” tanya Ibu Viona, yang memperkenalkan diri sebagai Anita.
Estella sedikit terkesan dengan keramahan dan kelemahan lembutan orang tua Viona. Hanya dengan melihat, dia tahu bahwa gadis itu dibesarkan dengan cinta.
Cih, dasar tidak tahu terimakasih! Sungut Estella dihatinya.
“Eh iya, tadi kami dalam perjalanan dari kampung N, tapi temanku yang mengemudi sangat kelelahan. Jadi kami singgah untuk istirahat. Saat aku melihat nama kampung ini, aku teringat Viona. Dia dengan bangga memberitahu bahwa dia berasal dari sini.”
“Oooohhh,” kedua orang tua itu ber'Oh ria. Senang mengetahui bahwa putri mereka ternyata bergaul dengan baik.
Sementara Sean, dia masih terkejut dengan kefasihan Estella berbohong, dan semakin tambah terkejut ketika gadis itu menggunakan namanya.
“Kalau begitu ajak temannya istirahat dulu, ayo ….” Ajak ayah Viona segera.
Tapi Sean bahkan tidak membuka mulutnya, Estella langsung mengendalikan situasi.
“Hehe, tidak apa Paman. Temanku sudah lebih baik tadi di mobil. Aku mengajaknya keluar mencari udara segar dengan datang kemari. Teringat janji Viona, yang mengatakan akan mengajak kemari.”
“Oh kalau begitu makan dulu bagaimana? Tapi Paman dan Bibi hanya—”
“Jangan, jangan repot-repot Paman. Aku justru minta maaf karena datang tiba-tiba, untuk itu aku membawakan sesuatu.”
Estella menatap Sean dengan kode, membuat pria itu menyerahkan tas plastik yang dipegangnya sejak tadi. Estella pun menyerahkan bingkisan itu kepada orang tua Viona, dan mereka menerima dengan sungkan.
Sementara Sean, dia masih ada dalam gelengan kepala setiap kali melihat tingkah Estella.
“Nak Anely, seharusnya jangan repot-repot.”
“Ah, tidak apa-apa. Aku datang tanpa mengabari Viona juga, aku akan mengejutkannya nanti. Dia pasti senang sekali.”
Orang tua Viona saling berpandangan dengan haru, namun sesak bersamaan. Anita cukup canggung, tapi memaksa diri bertanya. “Lalu, bagaimana kabar Viona disana?”
“Ah? Kenapa Bibi dan Paman bertanya soal itu bukankah Viona selalu memberi tahu bahwa dia sangat senang di sana?”
“Dia senang? Syukurlah. Anak itu pasti juga sibuk.”
Estella melihat adanya keanehan dalam kalimat orang tua Viona. Dengan cepat dia menduga, kalau gadis desa itu mungkin telah membuat sesuatu yang tidak seharusnya.
Estella mengubah air wajahnya. “Paman, Bibi, maaf jika aku lancang. Tapi apa kalian baik-baik saja? Kalian tampak muram saat membicarakan Viona?”
“Eh, tidak bu-bukan be-begitu hanya saja ….”
Kerutan di dahi Sean sangat dalam, ketika dilihatnya Estella menggenggam tangan Ibunya Viona penuh kasih.
Astaga, … setidaknya Madam Victoria tidak semunafik adiknya, pikir Sean.
Tapi Estella benar-benar berpotensi menjadi artis. Dia menggenggam tangan Anita dalam keragu-raguan wanita itu.
“Bibi ada apa? Tolong katakan, mungkin aku bisa membantu?”
Anita menatap suaminya cukup lama, sebelum pria paruh baya itu mengangguk.
“Nak Anely, begini ….”
Anita mulai menceritakan bagaimana susahnya berkomunikasi dengan Viona belakangan ini. Padahal sebelum-sebelumnya mereka selalu berinteraksi setiap hari. Viona juga akan menelpon setiap kali ada waktu, untuk membicarakan harinya. Tapi belakangan ini, selain sibuk Viona juga tidak terdengar seperti biasanya saat bicara. Dia menghindari percakapan lama, dan hanya memperbolehkan menelpon saat malam.
“Entah sebenarnya ada apa dengan Viona. Begitu juga kalau kami menghubungi Bu Maia, wanita itu selalu bilang Viona sibuk belajar dan menyuruh untuk tidak mengganggu. Kami sebenarnya sangat khawatir dengan hal ini.”
TIDAK TAHU DIRI!!! Estella menggemakan ini begitu kuat dalam hatinya. Dia mungkin tidak tahu keseluruhan cerita dari pihak Viona, tapi dia yakin sepenuhnya, bahwa gadis itu mencoba membuat jarak dengan orang tua kandungnya.
Cih, kupikir dia hanya mengaku diri sebagai anak orang kaya, ternyata mau cosplay jadi anak terkutuk. Geram Estella dibenaknya.
Namun begitu Estella tidak bisa menahan, bagaimana Dewi Fortuna berpihak padanya. Dengan dalil memberi kejutan kepada Viona, dengan membuat mereka bertemu, Estella menawarkan orang tua Viona untuk berkunjung ke kota pada hari sekolah.
“Nak Anely apa ini benar?”
“Mm, ini benar. Tapi Paman dan Bibi harus berjanji untuk merahasiakan ini. Kita akan memberikan kejutan kepada Viona, dan dia pasti akan sangat bahagia dengan semua ini.”
Begitu saja, kerinduan orang tua yang suci dimanfaatkan oleh Estella tanpa belas kasih.
Hal ini membuat Sean, yang walaupun menyukai majikan yang jahat sedikit tidak setuju kali ini.
Dalam perjalanan pulang dia memprotes hal ini kepada Estella. Tapi Estella bukan Victoria, yang jika tidak senang akan membalas dengan pukulan. Estella membalas ini dengan perkataan yang membuat seant terdiam.
“Aku mengajak orang tua bertemu dengan anaknya, tapi kenapa kau begitu tidak suka? Apa aku melakukan kejahatan?”
Sean menggaruk kepalanya. Dia tidak begitu pandai bersilat lidah, tapi instingnya tahu bahwa niat Estella tidaklah benar. “Nona, saya mungkin tidak tahu apa rencana anda, tapi apapun itu, tidak pantas untuk melibatkan orang tua yang—”
“Sean, apa kau tahu bahwa tidak semua orang tua itu baik? begitu pula dengan anak. Jadi jika orang tua Viona cukup baik, maka biarkan aku membantu gadis desa itu untuk sama baiknya pada mereka. Bagaimana? Bukankah aku mulia, nah?”
Rahang sean jatuh di buat, itu adalah kalimat paling tidak tahu malu yang pernah dia dengar, dari seseorang. “Terserah Nona saja.”