NovelToon NovelToon
Pengkhianatan Di Malam Pertama

Pengkhianatan Di Malam Pertama

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama
Popularitas:46.4M
Nilai: 4.9
Nama Author: Kolom langit

Embun tak pernah menyangka bahwa kejutan makan malam romantis yang dipersembahkan oleh sang suami di malam pertama pernikahan, akan menjadi kejutan paling menyakitkan sepanjang hidupnya.

Di restoran mewah nan romantis itu, Aby mengutarakan keinginannya untuk bercerai sekaligus mengenalkan kekasih lamanya.

"Aku terpaksa menerima permintaan ayah menggantikan Kak Galang menikahi kamu demi menjaga nama baik keluarga." -Aby

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6 : Tidak Perlu Malu

Embun membuka mata di pagi hari. Hal pertama yang hadir dalam pandangannya adalah punggung tegap Aby. Suaminya itu masih tertidur di sofa dalam posisi memunggunginya. Embun lalu beranjak turun dari tempat tidur. Kartu ATM pemberian Aby yang ia patahkan semalam dimasukkan ke dalam laci nakas. 

Setelah membersihkan diri, Embun segera keluar dari kamar, meninggalkan Aby yang masih betah dalam posisinya. Bahkan Embun tak membangunkan laki-laki itu, padahal ponsel miliknya sudah beberapa kali berdering. Embun yakin panggilan itu dari Vania. 

Pagi ini Embun bertekad akan memberitahu mertuanya tentang perbuatan Aby yang mengkhianatinya di malam pertama pernikahan mereka. Ia tak mau terus menanggung sakit hati seorang diri. Sementara Aby sama sekali tak peduli akan perasaannya. 

"Kamu sudah bangun, Sayang?" Sapaan lembut sang mertua membuat Embun memulas senyum. 

"Iya, Bunda." Wanita itu menghampiri sang bunda yang tampak sibuk dengan urusan dapur. Memperhatikan betapa cekatan tangan bunda mengolah masakan di usia yang terbilang tidak muda lagi. Bunda tidak sendirian, ada Bik Rita yang membantu memotong sayuran. "Boleh aku bantu, Bunda." 

"Boleh. Kamu bantuin Bik Rita potong sayuran aja, ya." 

"Iya, Bunda." Embun segera mengambil posisi di sebelah Bik Rita. Meraih pisau dan membantu memotong-motong sayuran. "Bunda, nanti habis masak ada sesuatu yang mau aku omongin sama Bunda. Boleh?"  

"Boleh. Soal apa?" Bunda melirik Embun sambil tersenyum. Namun, senyuman itu meredup kala mendapati wajah sang menantu yang terlihat pucat, lesu dan lelah. Belum lagi mata Embun yang nampak sembab. 

Bunda mematikan kompor setelah bubur buatannya telah matang. Lalu, mendekati Embun demi memastikan bahwa menantu pertama dalam keluarganya itu baik-baik saja. Dengan penuh kelembutan, ia membelai wajah letih itu. 

"Kamu kenapa, Nak? Mukanya lesu begini?" 

"Aku nggak apa-apa, Bunda. Cuma lagi capek aja. Semalam susah tidur." 

"Ya ampun," ujarnya sambil menahan senyum. Rupanya, jawaban yang diberikan Embun menciptakan salah paham bagi sang mertua. "Aby ganas juga sampai bikin kamu pucat dan kelelahan begini." 

Sepasang mata Embun berkaca-kaca menatap sang bunda. Kepedihan hatinya tak terbendung lagi. "Mas Aby itu jahat, Bunda." 

"Sudah, Nak. Jangan sedih ... Nanti bunda kasih kamu vitamin, biar kamu nggak gampang sakit. Laki-laki memang begitu, kalau awal menikah maunya minta jatah terus." 

Mendadak suram di wajah Embun sirna dan berganti menjadi wajah merona. Ia baru mengerti bahwa bundanya sedang salah paham. Bunda pasti mengira Aby dan Embun telah menghabiskan malam yang indah bersama. 

"Bukan gitu, Bunda. Maksud aku—" Belum sempat Embun menyelesaikan kalimatnya, sudah dipotong lebih dulu oleh sang bunda. 

"Kamu tenang aja. Nanti kalau ayah sudah baikan, bunda akan minta ayah yang bicara sama Aby sesama laki-laki. Kalau bunda yang kasih tahu kan nggak enak," ujarnya menciptakan kerutan tipis di dahi Embun. 

"Ayah sakit, Bunda?" tanya Embun, mendadak khawatir. padahal semalam ayah mertuanya terlihat baik-baik saja. 

"Iya. Semalam sesak. Jantungnya kumat kayaknya. Galang belum ada kabar sampai sekarang, mungkin ayah kepikiran." Embun dapat melihat wajah sang bunda pun ikut murung saat membicarakan putra sulungnya itu. 

"Jadi gimana, Bunda? Apa ayah mau dibawa ke  rumah sakit?" 

"Nggak, kok. Istirahat di rumah aja. Eh, tadi kamu mau bicara apa?" 

Embun tampak berpikir beberapa saat. Sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat untuk memberitahu sang bunda. Ia tak ingin masalahnya dengan Aby menambah beban pikirannya. 

"Oh itu ... cuma mau tanya Mas Aby suka sarapan apa," ucapnya seraya menyeka sisa cairan yang menggenang di ujung mata. 

"Oh ... kirain bunda hal penting apa. Aby itu kalau sarapan paling suka makan roti bakar." 

"Kalau begitu aku mau buat dulu, Bunda." 

"Iya, Sayang. Bunda juga mau bawa bubur buat ayah." Bunda membelai wajah Embun, sebelum akhirnya beranjak meninggalkan dapur dengan membawa nampan berisi sarapan untuk ayah. 

Embun terdiam. Niatnya memberitahu tentang keadaan pernikahan yang sebenarnya urung ia lakukan. 

**** 

Embun kembali ke lantai atas setelah membantu Bunda dan Bik Rita membuat sarapan. Begitu membuka pintu kamar, Aby tampak masih terlelap, padahal arah jarum jam sudah melewati angka enam. Bahkan setelah Embun berganti pakaian, Aby belum juga terbangun. 

Kakinya perlahan mendekat ke arah sang suami. Sejenak ia terdiam memandangi wajah Aby. Pantas saja Vania begitu mencintai Aby sampai tak mau melepas, Aby adalah sosok lelaki yang begitu tampan memesona. 

Tersadar dari lamunan, Embun menghembuskan napas panjang. Agak ragu ia mengulurkan tangan, menyentuh bahu suaminya dan mengguncang pelan. 

"Mas ... bangun, sudah pagi," bisiknya pelan, namun tak ada reaksi apapun dari Aby. "Mas ... bangun!" Embun sedikit menaikkan suara sambil terus mengguncang bahu. 

"Hemm ... sebentar, Sayang. Lima menit lagi," jawabnya dengan suara serak tanpa membuka mata. 

Embun merasakan hatinya bagai tersayat. Panggilan sayang itu tentu saja ia tujukan kepada Vania, bukan dirinya. Namun, Embun tak ingin terbelenggu oleh rasa sakit. Kali ini ia meletakkan tangan di punggung Aby dan mengguncangnya sedikit lebih keras. 

"Mas, bangun!" 

"Apa sih kamu!" Aby yang masih setengah sadar menarik Embun hingga wanita itu terjatuh ke tepat di dada bidangnya. Membuat Embun meronta-ronta demi melepaskan diri. 

"Lepasin aku! Kamu pikir aku Vania?" pekik Embun. 

Perlahan kelopak mata Aby terbuka. Matanya yang masih sayu dengan sisa kantuk seketika terbuka lebar. Tangannya yang melingkar di tubuh Embun perlahan terlepas. 

"Maaf ... aku nggak sengaja." 

Embun segera bangkit dan meraih tas miliknya, lalu keluar kamar dengan membanting pintu, hingga membuat Aby terlonjak. 

Galak amat! 

*** 

Aby menyusul Embun yang sudah keluar dari rumah terlebih dahulu selepas sarapan. Ia mempercepat langkahnya demi mensejajari istrinya yang tampak tergesa-gesa. 

"Kamu mau kemana?" tanya Aby, membuat langkah Embun terhenti sejenak. 

"Kampus," jawab Embun datar. 

"Ayo, aku antar. Kebetulan kampus sama kantor aku dekat," tawarnya. 

Kali ini Embun tak menunjukkan reaksi penolakan. Ia berjalan menuju mobil milik Aby yang baru saja dikeluarkan oleh Mang Dadang. Baru saja akan membuka pintu bagian belakang, namun Aby sudah menghalangi. 

"Kamu duduk di depan, ya. Ayah sama bunda ngeliatin kita dari balkon." 

Embun pasrah. Ia terpaksa naik ke mobil setelah Aby membukakan pintu depan. Sepanjang jalan keduanya saling diam. Hingga akhirnya, mobil membelok ke sebuah kompleks perumahan. 

Seperti biasa, sebelum berangkat ke kantor, aby akan menyempatkan diri menjemput Vania. Benar saja, gadis cantik itu sudah duduk menunggu di teras rumahnya. Sambil memulas senyum, ia membuka pintu bagian depan, namun senyum itu langsung redup ketika melihat siapa yang duduk di sana. 

"Aku mau duduk di depan!" ujarnya seolah tak terima. 

Aby melirik kekasihnya seraya menghela napas panjang. "Apa bedanya sih di depan sama di belakang, Van? Embun sudah di depan duluan." 

"Aku nggak mau tahu. Tempat aku di depan, bukan di belakang!" 

Merasa malas berdebat di pagi hari yang akhirnya akan menghancurkan mood-nya, Embun memilih mengalah. Tanpa kata, ia turun dan pindah ke belakang. 

Seperti halnya semalam, ia hanya menjadi pendengar perbincangan Vania dengan Aby. Embun dapat melihat kecanggungan Aby. Bahkan Aby hanya sesekali menjawab celotehan panjang Vania. 

Mobil memasuki gerbang kampus. lagi-lagi, Vania membenamkan bibirnya ke pipi Aby. 

"Maaf ya, Embun, bikin kamu jadi malu. Aku kebiasaan sih," ucap Vania menoleh ke belakang dengan senyum penuh kemenangan.  

Embun menarik senyum. "Nggak apa-apa, kok. Aku nggak perlu malu di depan orang yang nggak tahu malu." 

...........

1
marti 123
Lumayan
marti 123
Kecewa
Muna Junaidi
Hadeh aby badan masih sakit di dajjal mata satu bangun
Nay Nayla
...
hani muklas
Kecewa
hani muklas
Buruk
Anna Wong
Luar biasa
Eti Alifa
klo q kok setujunya embun sama dewa.
Eti Alifa
visual galang ga ada thor.
Eti Alifa
habis ini ke sana thor.
Eti Alifa
berharap dewa sama embun tapi ga mungkin ya...
Eti Alifa
god job Embun, suka wanita tangguh ga lemah👍🏻
benar knp hrs nunggu 6 bln klo hrs cerai lebih baik skrng sama saja mlh buang2 wkt dan energi, bersyukur Embun ga oon🤭
Eti Alifa
si aby bloon apa goblok sihh.
Eti Alifa
untung embun cerdas jd ga merasa tertindas , klo terluka mah iya .
Eti Alifa
ga terasa air mata jatuh meleleh walau tak diundang, jadikan embun sama dewa aja thor biar aby kapok.
Eti Alifa
baru baca udah nyesek, kasihan bgt embun, semoga embun dpt jodoh yg lebih dr abi.
Safitri Agus
terimakasih Thor 🙏🥰
Safitri Agus
baru tahu ya kalian, kalau aku sudah tempe dari dulu saat beliau jadi pebinor yg elegan 😂😂😂
Fransisca Indriyanti
Luar biasa
Safitri Agus
awas ada kuntilanak 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!