NovelToon NovelToon
LOVE ISN'T LIKE A JOKE

LOVE ISN'T LIKE A JOKE

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintamanis / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Office Romance / Slice of Life
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Yhunie Arthi

Dicintai Manager yang dingin secara tiba-tiba padahal tidak mau buka hati buat siapa pun? Lalu dihantui oleh teror masa lalu sang kakak, bagaimana perasaan Ayuni selama bekerja di tempat barunya? Terlebih ternyata Manager yang perhatian dengan Ayuni memiliki rahasia besar yang membuat Ayuni hancur saat gadis itu telah memberikan hatinya. Bahkan beberapa teror dan hal tidak terduga dari masa lalu yang tidak diketahui terus berdatangan untuk Ayuni.

Kira-kira bagaimana Ayuni akan menghadapi semua itu? Dan masa lalu apa yang membuat Ayuni di teror di tempat kerjanya? Apa ada hubungannya dengan sang kakak?

Ikuti ceritanya untuk temukan jawabannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 29. PESAN LAGI

..."JIka kau berpikir aku akan jatuh ...

...Kau salah ...

...Jika kau berpikir aku akan terpuruk...

...Kau salah...

...Dan akan kubuat rasa ini menghilang ...

...Dengan berdiri di lembah malam tak bercela....

...Dimana ketika kau menyapa...

...Disitu kau akan sirna."...

Dini dan Rini tidak bisa menutupi rasa senangnya ketika mereka berdua mendengar aku akan kembali bekerja. Tentu saja rentetan pertanyaan terlontar rapi dari mulut mereka berdua. Kenapa aku memutuskan untuk kembali bekerja di Queen padahal sebelumnya menolak mati-matian? Lalu bagaimana hubunganku dengan Bos Juna? Apa yang terjadi? Dan banyak lagi pertanyaan yang mereka tanyakan, dan hampir semua pertanyaan itu tidak ada yang kujawab. Berkelit lebih baik untukku saat ini.

Tidak hanya kedua temanku itu saya yang terlihat senang dengan kembalinya aku bekerja. Aku sampai tak menyangka kalau rekan-rekanku di kantor menyambutku nyaris berlebihan, seolah aku anak hilang yang baru saja ditemukan. Herannya, aku menyukai suasana ini. Selama beberapa waktu tanpa melihat mereka, rasanya perasaan rinduku akan mereka semua terbayar sudah.

Andre tidak henti-hentinya membuat keributan ketika ia melihatku kembali duduk di meja kerja dekat dengannya. Berbagai tingkah konyol dan ucapan masuk akal terdengar di telinga begitu saja seperti badai. Menjengkelkan namun menyenangkan di saat yang bersamaan.

“Kasih tahu gue kanapa lo mau balik lagi ke sini?” tanya Andre dengan pandangan penuh selidik yang masih bisa terlihat canda di matanya.

“Kenapa gue harus ngasih tahu lo alasan gue, hah?” tantangku.

“Karena gue lebih tua dari lo, lebih senior kerja di sini, dan tentu aja penasaran,” jawabnya tak masuk akal seperti biasa.

“Kalau gue bilang gue balik kerja di sini karena kangen lo kayak mana?” candaku.

Untuk sesaat Andre diam seakan ada seseorang yang menekan tombol pause pada dirinya, sebelum akhirnya ia mencubit pipiku pelan dan berkata, “Aku juga kangen kamu.”

Kali ini aku yang diam seperti patung bahkan ketika Andre sudah kembali ke meja kerjanya. Padahal yang kukatakan tadi hanya bercanda saja, tapi kenapa pria satu itu justru menyahutinya dengan seserius itu. Jangan sampai ia salah paham, Tuhan.

“Baru digombalin kayak gitu aja muka lo udah merah kayak kepiting, apalagi kalau gue halalin,” celetuknya yang diringi tawa menggelegar.

“Sialan,” umpatku mendengar tawanya yang membuatku geram.

“Andre, berhenti godain Ayuni dan kembali kerja sana atau saya minta atasan buat motong gaji kamu!” seru Mbak Dewi yang sepertinya sadar dengan apa yang Andre perbuat.

Gerutuan tidak jelas Andre setelah mendengar ancaman dari Mbak Dewi justru membuatku menghela napas panjang. Sepertinya yang bisa menjinakan Andre hanya wanita satu itu saja, walau tidak sepenuhnya berhasil menghalau kegilaan Andre namun tetap saja ada orang yang bisa mengontrol.

Aku kembali bekerja seolah aku tidak pernah keluar dari perusahaan ini sebelumnya. Namun kali ini lebih hati-hati dibandingkan yang lalu, bertanya dua kali untuk setiap hal yang akan kukerjakan. Dianggap berbuat kesalahan hingga dipecat benar-benar terasa traumatis, walau aku tidak tahu apakah itu bagian dari permainannya juga atau murni karena marah data rahasia perusahaan dilihat perusahaan orang lain.

Kak Yoga yang berada di Tim Publish kembali meminta bantuanku saat aku mengantarkan berkas untuknya. Tentu saja dengan senang hati aku membantu karena kuyakin kalau Kak Yoga pasti ingin kembali mengobrol mengenai Rini denganku, mengingat ia sering melakukan hal serupa sebelum aku dipecat. Kak Yoga juga bertanya tentang apa yang terjadi sebenarnya padaku karena sepertinya ada beberapa rumor tidak enak di perusahaan ketika aku dipecat dan kembali lagi tanpa masalah. Aku memberitahunya kalau semua hanya salah paham saja, tidak lebih dari itu. Selebihnya, kami hanya mengobrol santai seperti biasa. Membicarakan hal-hal sepele terutama mengenai temanku—Rini.

Selesainya dengan Kak Yoga aku kembali ke mejaku, berusaha menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk sepeninggalnya aku dari kantor untuk beberapa lama. Saat itu juga aku dikejutkan dengan kehadiran Bos Juna yang menaruh tumpukan artikel di atas mejaku.

“Beresin hari ini,” perintahnya dengan nada yang kuingat seperti halnya hal pertama bekerjaku di sini, dingin dan tak ramah sama sekali.

“Baik, Bos.” Hanya itu ucapan yang keluar dari mulutku. Tak ingin bicara lebih apalagi sampai beradu tatap.

Tanpa banyak bicara, aku langsung mengerjakannya. Kufokuskan pikiranku hanya pada tiap lembar kertas yang ada di meja, melihat kesalahan pada setiap kata yang membuat mataku seakan berputar saking banyaknya. Satu jam setelah itu tumpukan kertas di atas mejaku kembali bertambah, membuatku menatap berkas-berkas itu dengan pandangan horor.

Kuhela napas beberapa kali, berusaha bersikap tenang. Hal seperti ini bukanlah hal sulit, lagi pula aku sudah pernah mengatakan kalau aku ahli dalam hal kesabaran. Yang perlu kulakukan hanya mengerjakannya, dan dengan sendirinya tumpukan kertas itu pasti akan berkurang juga nanti.

“Ayuni?” suara panggilan yang sudah kutahu darimana asalnya membuatku menoleh ke sumber suara.

“Apa?” tuntutku ketika melihat Andre sudah berada di belakangku dengan kursi berodanya.

“Udah jam makan siang, kantin yuk. Yang lain udah pada ke kantin semua,” ajaknya.

“Duluan aja, kerjaan gue tanggung,” jawabku yang mengalihkan kembali pandangan ke arah berkas.

“Mana bisa kayak gitu. Makan siang sebentar apa salahnya, menu hari ini di kantin ada daging loh,” bujuknya.

“Duluan aja sana, nggak selera makan daging,” kataku tanpa mengalihkan pandangan. Setelah melihat tumpukan berkas ini apakah aku jadi berselera makan? Tentu tidak.

“Memangnya lo nggak laper. Makan daging sehat tahu daripada makan hati,” ujarnya yang memamerkan senyum lebar khas seorang Andre.

Aku mendelik padanya, dan berkata, “Nggak usah mancing.”

“Ok, ok. Mau gue beliin sesuatu nggak buat makan siang. Gue yakin kalau sampe istirahat selesai lo nggak akan muncul di kantin,” tawarnya.

“Boleh, kalau gitu kopi kayak biasa,” pintaku.

“Kopi satu, kalau gitu mana uangnya?” Andre menjulurkan tangannya ke arahku, membuatku mengerutkan dari karena lupa siapa yang kuajak bicara ini. “Gue bilang mau beliin bukan mau bayarin,” sambungnya.

Rasanya percakapan ini pernah terjadi sebelumnya. Kuberikan uang agar pria gila satu ini segera pergi dan berhenti menganggu pekerjaanku.

“Asyik dapet capuccino hari ini!” serunya.

Belum sempat aku mengomelinya, Andre sudah bergegas pergi keluar ruangan. Sepertinya lagi-lagi aku jatuh dalam perangkap ‘traktir’ pria satu itu, bagaimana mungkin aku bisa lupa siapa yang kuhadapi ini.

Ruangan yang sepi membuatku bekerja lebih cepat. Hanya suara dari AC dan aroma pengharum ruangan yang menemani, membuat konsentrasiku bertambah tiga kali lipat dibandingkan ketika ruangan ini penuh berisi orang. Seolah aku bisa bernapas dengan sangat leluasa saat seorang diri seperti sekarang, hal yang sempurna untuk orang yang cinta ketenangan sepertiku.

Aku beranjak menuju meja Bobby dan Mbak Dewi, mencari berkas yang kubutuhkan untuk referensi. Sampai mataku akhirnya melihat sosok yang benar-benar memecah fokusku. Bos Juna berjalan dari pintu masuk, menatapku penuh selidik tanpa ada niat untukku berpusing ria memikirkan apa yang ada di benak pria itu.

“Nggak makan siang?” tanya Bos Juna yang terdengar sekali basa-basi.

“Nggak laper,” jawabku tanpa melihat ke arahnya, menyibukan diri dengan berkas yang ada di tangan sebelum kembali ke meja kerjaku lagi dan melanjutkan pekerjaan.

“Kamu nggak akan digaji lebih walau kerja sampe nggak istirahat,” tukasnya.

Namun dengan mudah kuabaikan ucapannya itu, tak ingin ambil pusing ketika aku masih harus menyelesaikan pekerjaanku. Lagi pula nada yang ia keluarkan tidak terdengar seperti ucapan dari atasan untuk bawahannya, jadi tak masalah jika aku tidak menyahutinya.

Bisa kudengar Bos Juna berjalan menjauh, yang sudah pasti pergi ke ruangannya.

Handphone-ku berbunyi, tanda ada pesan masuk. Bisa kulihat pesan dari Rini dan Dini yang bertanya kenapa aku tidak makan siang. Setelah kujawab dengan jujur kalau kerjaanku belum selesai, sebuah pesan yang lain masuk. Ketika kubuka pesan dari nomor yang tidak tertera di kontakku, jantungku berpacu dengan cepat saat kudapati sebuah foto dari pesan tersebut.

Kak Indra.

Foto itu adalah foto kakakku dengan pakaian dan tubuh berlumuran darah, terlihat berdiri di depan seseorang yang tergeletak di depannya yang juga bersimbah darah. Orang yang berbeda, bukan Jodi teman baik Kak Indra yang juga kakak Bos Juna. Lalu siapa pria berlumuran darah di depan Kak Indra itu. Sebenarnya ada apa dengan Kak Indra?!

Masih ragu kalau kakakkmu bukan pembunuh?

Satu kalimat dari pesan yang datang bersama foto itu membuat kepalaku pusing seketika. Kukira semua sudah berakhir, tapi sepertinya tidak. Aku tahu dengan jelas siapa yang mengirim pesan dan foto ini. Orang yang sama dengan yang memanggilku ke taman kota dan memberitahuku kalau kakakku adalah seorang ‘pembunuh’—Pak Revan.

Shit!

1
Amelia Putri
cerita x berptur tentang itu2 saja.tidak ada ujung pangkal x.dan permasalahan pun tidak ada jalan keluar x.seakan ceritanya stak di tempat
kalea rizuky
lanjut donk
Yhunie Arthi: update jam 8 malam ya kak 🥰
total 1 replies
kalea rizuky
lanjut
Marwa Cell
lanjut tor semangatt 💪
Lindy Studíøs
Sudah berapa lama nih thor? Aku rindu sama ceritanya
Yhunie Arthi: Baru up dua hari ini kok, up tiap malam nanti ☺️
total 1 replies
vee
Sumpah keren banget, saya udah nungguin update tiap harinya!
zucarita salada 💖
Akhirnya nemu juga cerita indonesianya yang keren kayak gini! 🤘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!