NovelToon NovelToon
Adik Angkat Tersayang

Adik Angkat Tersayang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / EXO / Trauma masa lalu
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Chinchillasaurus27

Tentang kisah seorang gadis belia yang tiba-tiba hadir di keluarga Chandra. Gadis yang terluka pada masa kecilnya, hingga membuatnya trauma berkepanjangan. Sebagai seorang kakak Chaandra selalu berusaha untuk melindungi adiknya. Selalu siap sedia mendekap tubuh ringkih adiknya yang setiap kali dihantui kelamnya masa lalu .

Benih-benih cinta mulai muncul tanpa disengaja.

Akankah Chandra kelak menikahi adiknya itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chinchillasaurus27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pingsan

Pagi-pagi banget gue bangun lalu nguburin dua marmut di halaman belakang. Dua marmut yang gak berdosa ini mati sia-sia gara-gara Gaby. Kalo aja kemarin Gaby nurut sama omongan gue supaya gak beli, pasti sepasang marmut ini masih bisa melanjutkan hidupnya di Solo. Tapi lihat deh sekarang, mereka udah jadi bangkai.

Ini nyawa loh, malah dibuat bercandaan. Dimana letak perikehewanannya?

Biar Allah aja nanti yang balas.

Selesai nguburin marmut, gue lalu balik ke kamar buat mandi terus siap-siap berangkat kerja.

Terlihat pintu kamar Gaby masih tertutup rapat. Tauk ah mungkin masih tidur tuh anak. Gue gak peduli, gue gak punya niatan buat bangunin. Entar juga kebangun sendiri. Udah gede harusnya tahu tanggung jawabnya.

15 menit kemudian...

Gue udah selesai siap-siap. Gue mau bikin sarapan dulu. Lagi-lagi gue lihat pintu kamar Gaby belum terbuka juga. Dia lupa apa kalo hari ini tuh sekolah?

Hmm bodo...

Gue tinggal aja bikin sarapan.

Selesai bikin sarapan, eh si Gaby belom nongol-nongol juga. Gue akhirnya bergegas naik ke atas, gedor-gedor pintu kamarnya.

"Gaby lo sekolah gak? Udah setengah 7 nih!"

Hening. Gak ada jawaban dari dalem. Gue lalu nerobos masuk ke dalem.

Sepi.

Kamarnya udah rapi. Gak ada sosok Gaby disini. Gue lihat tas sama sepatunya juga udah gak ada.

Dia udah berangkat duluan. Pasti sama bocah krempeng itu kan.

Gak pamit, gak salam sama sekali sama gue.

Okay, fine!

...***...

"Pertamax 100."

"Siap. Kita mulai dari 0 ya pak." ucap petugas SPBU.

Dan...

Hap.

Anjing! Ini siapa yang main peluk tubuh gue dari belakang gini sih???

"Coba tebak siapa aku?"

Seketika dahi gue berkerut. Gue mencoba menolehkan kepala gue perlahan.

"Tadaaaa!!"

"Loh Naya?"

"Iiih harusnya lo tebak dulu Chan."

"Sorry." ucap gue, habisnya tadi gue kira siapa.

"Lo kenapa, gue perhatiin dari tadi cemberut mulu, jadi ilang deh gantengnya."

Gue auto terispu malu.

"Ciee salting cieee." ledek Naya sambil nyengir. Kan jadi tambah manis dia tuh kalo gini. Duh gue gemes banget liat gigi kelincinya.

Lemah gue lemah.

Gue mengalihkan perhatian, supaya dia gak nyengir terus, "Lo ngapain disini?"

"Isi bensin lah." jawab dia.

"Mmm maksudnya naik apa? Mana mobil lo?" tanya gue, karena gue gak liat mobil lain disini.

Heran kan lo tiba-tiba Naya nongol gak tahu darimana, kalo dia kerja disini juga gak mungkin, orang gak pakek seragam kayak mba-mba yang lagi ngisi bensin mobil gue itu.

"Teteh! Ayo buruan!"

Gue sama Naya auto menoleh ke sumber suara.

"Itu gue sama adek gue." Naya menunjuk cewek yang lagi bawa motor di depan sana.

"Oohh.."

"Eh Chan, gue duluan yaa!"

Gue mengangguk.

"Ett, minta nomer wa lo!" teriak gue pada Naya yang udah naik ke atas jok motor. Dia cuma noleh sambil mengacungkan jempolnya. Dan kini motor itu melaju membawa Naya pergi meninggalkan SPBU.

Yahh gue telat.

.

.

.

.

.

Gaby's POV

"Gaby, kalo gak kuat gak usah maksa deh."

"Fran... Udah dong, gue gak papa."

"Muke lo pucet, gak usah ikut upacara. Ke UKS aja yuk, gue temenin deh." ucap Refran.

Aku menggeleng. Aku memang agak pusing dikit, bukan gara-gara naik angkot tadi. Tapi gara-gara semalem aku kebangun terus, gak nyaman gitu rasanya. Aku gak bisa tidur nyenyak semalem.

"Gue aduin ke Jeje aja." ucap Refran sambil beranjak. Dengan cepat aku menahan pergelangan tangannya.

"Jangan." pintaku.

Refran lalu duduk kembali, "Gue udah gedeg sama lo, lo tuh keras kepala banget. Biar pacar lo aja deh yang bilangin, biasanya lo nurut kalo sama Jeje." ucap Refran.

Andai lo tahu Fran kalo aku sebenarnya sudah putus sama temenmu itu. Andai waktu itu lo juga lihat, Fran.

"Kenapa Fran?"

Sebuah suara tiba-tiba ikut nimbrung diantara obrolanku dan Refran. Cowok itu baru saja sampai di sekolah, masih lengkap dengan jaket dan tas di punggungnya.

Aku langsung membuang pandangan ke arah lain.

"Ini Ga--" Aku langsung meremas pergelangan tangan Refran. Auto Refran menatap kedua mataku lekat-lekat.

Jevin masih terdiam, dia mengamati pergerakan kita berdua yang berada di hadapannya.

"Emm enggak Je, everything is alright dude." ucap Refrean, meralat niat awalnya.

"Oh bentar gue mau ke kantin dulu. Gue mau sarapan. Masih keburu kan?" Refran lalu berlari meninggalkan kelas. Dia sengaja kabur meninggalkanku begitu saja.

Aku lantas bangkit, aku mau nyusulin Refran ke kantin. Aku melewati celah kursi bagian belakang tempat Jevin duduk. Sempit, hingga aku harus berjinjit.

Sebenernya aku bisa bilang 'minggir' pada Jevin supaya dia bangkit dan memberiku jalan keluar. Tapi sayangnya mulutku enggan.

Sebuah tangan akhirnya menahan pergelangan tanganku.

Deg

"Gaby aku mau ngomong."

Aku cuma pasrah ketika kedua bahuku diarahkan untuk berbalik ke belakang oleh Jevin.

"Aku minta maaf."

Basi!

"Kita udah selesai Je, kita cuma temen sekarang. Please jangan ganggu gue lagi." Setelah mengucapkan itu, aku membalik badan, melangkahkan kakiku untuk segera keluar dari kelas ini.

Tapi lagi-lagi aku ditahan. Tapi bukan sebuah cekalan di pergelangan tanganku, melainkan pelukan. Jevin memelukku dari belakang.

"Lepas." ucapku. Sayangnya Jevin malah mengeratkan pelukannya itu.

Di dalam kelas sepi, hanya tersisa kita berdua. Anak-anak berada di luar, duduk-duduk di luar menunggu waktu upacara dimulai.

"LEPAS!" Aku berontak, mencoba melepaskan diri. Tapi percuma, aku gak bisa, tenaga Jevin lebih besar.

"Gue bilangin ke kakak gue lo!"

Seketika tangan Jevin melonggar di perutku. Dia akhirnya melepaskan pelukannya itu.

...***...

Terik matahari sangat menyengat. Panas pada upacara kali ini rasanya tiga kali lipat dari upacara biasanya. Aku berkali-kali meneguk ludah, tenggorokanku terasa sangat kering. Sepertinya aku dehidrasi.

"Pemimpin upacara memasuki lapangan upacara." ucap protokol upacara di mic.

"Liat, pacar lo itu By." bisik Refran yang berbaris di sebelahku.

Aku gak peduli, aku males buat lihat Jevin.

Alhasil aku cuma nunduk. Aku lihat beberapa tetes air berjatuhan di tanah tempatku berpijak. Itu keringat. Kenapa keringatku bisa sebanyak itu??

Tiba-tiba rasa pusing yang amat parah mendera kepalaku. Sakit banget. Aku mencoba memijit pelipisku perlahan. Gak mendingan sama sekali, tapi malah tambah sakit.

Tubuhku tiba-tiba terhuyung. Aku mencoba berpegangan pada apapun. Pundak Refran akhirnya berhasil aku raih. Sadar pundaknya aku sentuh, Refran auto menoleh ke arahku.

"Gaby, lo kenapa?" tanya Refran.

"Gue gak kuat."

Refran memegangi kedua lenganku, mencoba menahan badanku agar tetap seimbang. Dia terlihat panik, matanya mencari-cari petugas PMR yang berjaga di belakang.

Tapi percuma, barisanku dan Refran berada lumayan di depan, sangat jauh dari tempat petugas PMR berjaga.

"Tahan ya." suruh Refran kepadaku.

Aku sudah lemas, perutku sangat mual, aku pengen muntah tapi apa yang mau aku keluarkan. Gak ada. Perutku kosong.

Aku memegang dadaku. Kenapa dadaku ikutan sakit. Aku mencoba menghirup oksigen dalam-dalam, tapi gak bisa, rasanya sesak.

Air mataku tiba-tiba mengalir, aku gak tahan sama semua rasa sakit yang menyerang tubuhku. Pandanganku perlahan mulai kabur, buat ngelihat Refran yang ada di hadapanku saja gak fokus.

"Kepada pemimpin upacara hormat grakk!"

Tubuhku melayang. Seketika semuanya tampak gelap.

...***...

"Gak diangkat-angkat."

"Coba lagi dong, jangan nyerah."

"Yang lain aja."

"Percuma, mama sama papanya ke Solo."

Sayup-sayup aku mendengar suara-suara yang kukenal.

Rasa sejuk terasa di sekitar pelipisku, kayaknya seseorang telah mengoleskan minyak kayu putih disana.

Aku membuka mata, mengerjapkan mataku beberapa kali agar pandanganku bisa fokus.

Aku mendapati ruangan dengan langit-langit berwarna hijau muda dan lampu yang menyala terang.

Pusing sekali, kepalaku masih terasa berat.

"Alhamdulilah YaAllah, akhirnya lo sadar." ucap Refran yang lagi duduk sambil memegang erat tanganku.

Apa katanya tadi? Sadar? Jadi aku tadi pingsan?

Terlihat Hafi, Juno, Jiko, Chris, dan Jevin keluar dari kelambu. Mereka lalu duduk di pinggiran ranjang tempatku berada.

Kenapa mereka menatapku seperti itu? Aku gak papa, aku cuma pingsan sebentar.

"Ett jangan dilepas dulu." cegah Refran.

"Gue udah gak sesek." ucapku melanjutkan melepas selang oksigen yang masuk ke lubang hidungku.

"Eh mau kemana sih, tiduran aja dulu." Jiko menahanku agar tetap berbaring di ranjang.

"Gak papa. Gue udah mendingan."

Jiko lalu memposisikan bantal agar menempel ke tembok. Aku lalu menyandarkan tubuhku ke bantal itu.

"Ayok makan dulu." suruh Juno. Dia lalu mengambil sebuah piring isinya pecel, kayaknya itu belinya dari kantin. Juno mulai menyendok lalu mengarahkannya ke mulutku. Dia hendak menyuapiku.

"Gue masih kenyang No, makasih."

"Ahh bo'ong. Lo tadi gak sarapan kan makanya pingsan." ucap Juno.

"Aduh Gaby lo harus makan abis itu minum obat biar sembuh." timpal Hafi.

"Iya By, biar gak pingsan lagi. Gue takut, lo kalo pingsan lama banget. 3 jam coyy, gue pikir lo meninggal." Hafi auto menjitak kepalanya Chris.

"Udah yuk makan aja." suruh Juno lagi.

Aku menggeleng. Aku masih mual.

Jevin lalu mengambil piring yang berada di tangan Juno, "Biar gue aja." ucapnya.

Percuma, aku tambah gak mau.

"Aaak." ucap Jevin. Aku menggeleng.

"Nanti aja, gue gak selera makan."

Jevin lalu menaruh piring itu kembali ketempatnya, di atas laci kecil.

Lagi-lagi mereka berenam memandangiku kembali. Pandangan mereka tuh kayak sedih gitu.

"Kenapasih kalian? Gue gak papa loh."

"Apa lo pulang aja deh By? Muka lo pucet banget sumpaahh." saran Hafi.

"Bener deh. Gue bilangin ke bu UKS nya biar dianter pakek mobil ya?" timpal Jiko.

"Gak usah, gue udah sembuh." ucapku mencoba meyakinkan mereka.

Kriiiingggggg

Bel berbunyi, kayaknya itu bel masuk karena ini udah jam setengah 11. Tapi kenapa mereka cuma diem, gak balik ke kelas buat ikut pelajaran?

"Balik gih." suruhku pada mereka.

"Gak mau, gue mau nemenin elo." ucap Refran.

"Gue juga."

"Gue juga."

"Gue juga."

"Gue jugaa." sahut mereka bergantian.

"Udah kalian balik aja, biar gue aja yang tinggal disini." ucap Jevin.

"Enggak. Ayo kalo gitu kita semua balik ke kelas." kataku.

"Tapi--"

"Gue udah sembuh Je."

~tbc...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!