NovelToon NovelToon
Seven Years After Divorce

Seven Years After Divorce

Status: tamat
Genre:Tamat / Lari Saat Hamil / Mengubah Takdir
Popularitas:3.1M
Nilai: 4.9
Nama Author: moon

🥈JUARA 2 YAAW S2 2024 🏆

Perceraian, selalu meninggalkan goresan luka, itulah yang Hilda rasakan ketika Aldy memilih mengakhiri bahtera mereka, dengan alasan tak pernah ada cinta di hatinya, dan demi sang wanita dari masa lalunya yang kini berstatus janda.

Kini, setelah 7 tahun berpisah, Aldy kembali di pertemukan dengan mantan istrinya, dalam sebuah tragedi kecelakaan.

Lantas, apakah hati Aldy akan goyah ketika kini Hilda sudah berbahagia dengan keluarga baru nya?

Dan, apakah Aldy akan merelakan begitu saja, darah dagingnya memanggil pria lain dengan sebutan "Ayah"?

Atau justru sebaliknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#6

#6

“Apa Mas? Menyesal? Jika mas menyesal karena bercerai, apa itu berarti Mas juga menyesal menikah denganku?!! Begitu??!!” Teriak Widya dengan nada tinggi. 

Deg… 

Aldy terdiam, ia tak menyangka Widya akan begini sensitif, padahal ia sudah tahu hal seperti ini akan sangat mungkin terjadi mengingat Aldy dan Hilda berpisah karena sebuah perceraian, lain halnya dengan Widya yang berderai karena suaminya meninggal. 

“Tidak sayang, Mas memang menyesal karena bercerai, tapi menikah denganmu itu lain ceritanya.” 

Widya yang masih terbawa emosi, memukulkan kedua lengannya ke dada Aldy, “Alasan… Mas pasti bohong kan? Mas bilang gak pernah mencintai Hilda, dan masih sangat mencintaiku, tapi…” 

Di akhir kalimat Aldy memeluk erat sang istri, salahnya yang tak bisa menjaga hatinya untuk satu wanita, dan kini ia justru menyakiti keduanya. 

“Beberapa hari di sini, aku merasa selera makanku kembali membaik,” Pakde Tejo menyuapkan sisa makanan ke mulutnya. 

“Baguslah kalau begitu, aku gak perlu pusing memikirkan selera makanmu yang kadang di luar kemampuanku.” Jawab Bude Fitri. 

Pakdhe Tejo, adalah saudara laki-laki tertua Bu Ratih. Mereka berdua tinggal di Jepara, dan kini keduanya mengelola usaha mebel yang cukup sukses di sana. 

“Aku kan sudah sering bilang, Mas Tejo pindah saja ke Jogja. Jadi, aku bisa kirim sayur segar non pestisida buat kalian,” Jawab Bu Ratih, tahu bahwa sepasang suami istri itu cukup kesulitan menemukan pemasok sayur organik di Jepara. 

“Gak semudah kelihatannya, kalo Masmu ini pindah, nasib karyawan di Jepara gimana?” 

“Halah alasan saja, jaman sudah canggih, semua bisa lewat HP.” Sanggah Bu Ratih. 

“Yo… ngono iku Masmu, Dik… gak tegaan sama orang, sama persis kayak kamu.” Kekeh Bude Fitri, mengingat dua bersaudara ini memiliki sifat yang sama. 

“Kamu buka usaha lagi aja, usaha katering, sepertinya juru masak barumu ini punya keterampilan menarik.” Usul Pakde Tejo. 

“Iyo, Dik, aku setuju. Sekalian memanfaatkan sayuran yang tak sesuai standart Supermarket, jadi bukan hanya dibagikan cuma-cuma tapi bisa diolah, siapa tahu hasilnya lebih menguntungkan. 

“Lantas nasib orang-orang yang biasa menadah sayur tersebut gimana?” 

Kepulan asap itu keluar dari mulut pakde Tejo, sengaja ia duduk di dekat jendela besar, agar asap rokoknya tak terlalu mengganggu dua wanita yang kini tengah berbincang dengannya. “Gitu aja kok repot, ajak mereka kerja… pasti podo seneng, daripada hanya jadi penadah.” Celetuk Pakde Tejo, terdengar sepele, namun masuk akal. 

Dari arah pintu belakang, Kang Priyo lari tergopoh-gopoh. “Bu… annu…” 

“Annu opo Kang?” Tanya Bu Ratih, tak sabar.

“Itu … ada tamu.” jawab Kang Priyo.

“Owalah … tak kiro ono opo.” sambut Bu Ratih.

“Tapi … tamunya Bu …”

“Sopo toh, Kang?” tanya Bude Fitri.

“Itu … Pak Suryo tamunya.”

“Lho iyo toh?” Bu ratih segera berdiri. “Suruh tunggu sebentar, aku ganti pakaian dulu.” Bu Ratih tergopo-gopo masuk ke dalam bilik pribadinya. Mengganti pakaian, serta hijabnya agar terlihat lebih sopan. Raden Suryo Adikusumo, adalah pengusaha Restoran, serta pemilik beberapa Supermarket besar, di kota Solo dan Jogjakarta, kabarnya kini sedang melebarkan sayap perusahaannya di beberapa kota besar di Indonesia. Pak Suryo juga adalah pelanggan tetap sayuran organik dari perkebunan milik Bu Ratih. 

Menurut laporan Afifah, kedatangan Pak Suryo lengkap bersama istri, anak dan menantunya, mereka ingin mencicipi sendiri hidangan yang biasa di masak di dapur Bu Ratih, untuk para karyawan dan untuk panti asuhan. 

Dan Bu ratih cukup di buat tercengang ketika Istri Pak Suryo menyukai 5 hidangan yang baru saja mereka nikmati. “Kalau kami pesan beberapa hidangan lain bisa Bu?” Tanya Bu Dewi.

“Wah sebuah kehormatan jika demikian,” Jawab Bu Ratih, “Tapi masalahnya, kami tak membuka jasa catering.” 

Senyum Bu Dewi, luntur seketika, “Begini Bu … sebelumnya kami minta maaf, jika ini mendadak, tapi beberapa hari ini kami sudah berkeliling Jogja, dan baru disini Ibu Mertua saya merasa cocok dengan citarasa masakannya, itu pun kami temukan secara tak sengaja.” Adhis, menantu Bu Dewi mencoba menjelaskan.

“Maksudnya?” tanya Bu Ratih lagi.

“Beberapa hari yang lalu, Asisten Ayah Mertua, membawa box makanan, dan Ibu tertarik mencoba makanan tersebut, ternyata rasanya sungguh di luar ekpektasi, Ibu Mertua langsung jatuh cinta dengan ayam bumbu rica-ricanya.”

Bu Ratih saling pandang dengan Afifah, apa benar se spesial itu rasa masakan Hilda.

“Betul itu, Bu, rencananya kami akan mengadakan Syukuran pembukaan cabang Supermarket baru, hari itu juga bertepatan dengan ulang tahun pernikahan kami yang ke 50,karena itulah kami ingin, hidangannya pun spesial.” Imbuh Bu Dewi. 

Bu Ratih mengulas senyumannya, “Begini saja, karena ini diluar rencana kami, akan kami diskusikan dulu dengan juru masaknya.” Pungkas Bu Ratih, ia tak berhak menyetujui keinginan Bu Dewi, karena keputusan utama tetap di tangan Hilda sang Koki dan pemilik resep masakannya.

.

.

Sebenarnya berita dari Bu Ratih, sungguh di luar perkiraan Hilda, semula ia hanya berniat membantu, hidup damai berdampingan dengan sesama pekerja di perkebunan sayur ini. Sama sekali tak terpikirkan, jika ternyata banyak orang menyukai rasa masakannya. 

“Jangan ragu Nduk.” Bude Fitri berbisik. “Ini peluang bagus, gak ada yang tahu kedepan nanti seperti apa, mungkin ini jalan lain yang Allah siapkan buat kamu.”

“Tapi Bude … saya bukan siapa-siapa kalian, kenapa kalian memberi kepercayaan sebesar ini?” Tanya Hilda lirih, menatap pada orang-orang yang memperlakukan dirinya dengan baik selama ia bekerja di perkebunan.

“Lalu? apa itu jadi masalah?” Bu Ratih mencoba meyakinkan, entah kenapa ia selalu melihat semburat kesedihan di wajah cantik Hilda, padahal bibirnya senantiasa tersenyum diantara orang-orang di sekitarnya.

Hilda meneteskan air mata, “Saya hanya seorang janda miskin, Bu, bahkan saya pernah direndahkan, seolah seonggok sampah yang harus disingkirkan.”

Bu Ratih, Bude Fitri, dan Pakde Tejo saling pandang, sekian tahun menggeluti UMKM, berbaur dengan banyak pekerja dari kalangan masyarakat kebanyakan, membuat mereka bisa menilai mana orang yang baik, dan mana orang memiliki niat buruk.

“Kami para orang tua, hanya mencoba berbaik sangka pada siapa saja, cukup Allah saja yang akan menjaga dan melindungi kami.” 

Senyum tulus serta kasih sayang terpancar dari mata Bu Ratih, membuat Hilda merasa yakin bahwa Bu Ratih mungkin saja malaikat yang Allah kirim untuk menjadi jembatan kesuksesannya, tak ada salahnya mulai merajut mimpi satu persatu. 

“Baiklah, Bu … tapi izinkan saya mengatakan satu hal.”

“Apa itu, Nak?” 

“Saya sedang hamil.”

“Alhamdulillah … “ Hilda cukup terkejut mendengar ucapan penuh syukur tersebut, Bu Ratih, dan Bude Fitri adalah orang pertama yang ikut bersyukur atas kehamilannya, sementara mantan suami sekaligus Ayah dari Janinnya justru mengucap ikrar pernikahan di hari yang sama ketika Hilda mengetahui kehamilannya. 

 

“Lalu kenapa kamu bercerai, Nak?”

“Saya mengetahui keberadaan janin ini setelah hakim mengetuk palu perceraian.”

“Tapi mantan suami kamu tahu kan?” 

Hilda menggeleng lemah, terlalu pahit jika ia kembali mengenangnya, hari itu menjadi hari yang paling menyakitkan baginya, teramat sakit, hingga Hilda tak berniat lagi mengabarkan pada sang suami tentang keberadaan janinnya. 

1
C I W I
Luar biasa
Mak e Tongblung
luar biasa
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Benar" gak tahu balas Budi 😤
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Hadeuh Bram" udah miskin di penjara pula 😜
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Nah loh ketahuan,rasain tuh 🤪
Sulis Tyawati
jgn sampai ibu peri sebenarnya mami nia
Sulis Tyawati
pada hal bram yg menularkan hiv pada widya, kan dia suka gelap celup
Sulis Tyawati
Hilda hamil tuh
Sulis Tyawati
tuh kan, apa kata q. jd sinetron bgt ceritanya
moon❣️: silahkan berhenti!! othor gak maksa siapapun untuk baca cerita othor.

terima kasih sudah mampir 🙏
total 1 replies
Sulis Tyawati
ikkkhhhhh males banget kalo cerita nya hrs berbelit2,,, tr ada halangan lg dri widya
Sulis Tyawati
dsr org tua g tau diri si johan
Lala lala
aldi msh cinta sm mantan its okey...tapi msh mengejar mantan itu bodoh..sdh sering dibohongi soal uang masih sj diam..skrg dikhianati hancur kan..coba dr awal buang.
andai..andai.. dan andai sj otakmu skrg
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Rasain 🤪
Sulis Tyawati
emg bego si aldy ini,,, coba cek rekening mu.
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Benar" serakah kamu Widya 😏
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Pasti pengen duitnya doang tuh 😏
Sulis Tyawati
kamu hrs kuat Hilda, tunjukan sama aldy juda widya kamu mampu hidup
Mak e Tongblung
waduh... janganlah pak
Lala lala
gimana si widya ambil uang , apa atm nya ganti baru pake sogok.. kan buku sm aldi
Mak e Tongblung
bohong, ini anak lelaki yg tempo hari kenalan di supermarket
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!