Perasaan Bisma yang begitu besar kepada Karenina seketika berubah menjadi benci saat Karenina tiba-tiba meninggalkannya tanpa alasan yang jelas.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Akankan Bisma dan Karenina bisa bersatu kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31 Menikah
Keesokan harinya....
Nina sudah berdandan menggunakan kebaya putih yang Venna sewa dari sebuah butik. “Masya Allah, putri Mama cantik sekali,” puji Mama Venna.
“Nina gugup sekali, Ma,” sahut Nina.
“Itu hal biasa untuk wanita yang ingin melangsungkan pernikahan. Dulu Mama juga gugup waktu mau menikah dengan Papamu,” ucap Mama Venna.
“Obatnya apa supaya Nina tidak gugup lagi?” tanya Nina.
“Berdo'a saja pasti rasa gugupnya akan sedikit berkurang,” sahut Mama Venna.
Tidak lama kemudian pintu kamar Nina terbuka, terlihat Gisel, Rendra, dan juga Hilmi datang. “Ya, Allah kamu cantik sekali, Nina,” puji Gisel.
“Ah, kamu bisa saja,” sahut Nina.
“Kamu memang sangat cantik Nina. Selamat ya, akhirnya kamu menikah juga dengan Pak Bisma,” ucap Rendra dengan senyum yang dipaksakan.
“Terima kasih, Ren. Aku do'akan semoga kamu juga cepat menyusul,” sahut Nina.
“Aku belum kepikiran untuk menikah, nanti saja,” ucap Rendra.
Nino masuk ke dalam kamar. “Ayo siap-siap, Bisma sudah datang,” seru Nino.
Tiba-tiba Rendra mengulurkan tangannya. “Boleh ‘kan aku menggandeng kamu ke luar kamar? Setidaknya ini sebagai permintaan terakhir aku, karena kalau nanti kamu sudah menikah dengan Pak Bisma, aku yakin Pak Bisma tidak akan membiarkan aku menyentuh kamu walaupun cuma sedikit,” canda Rendra.
Nina terkekeh. “Kamu apa-apa saja.” Nina pun menerima ukuran tangan Rendra dan merangkul lengan Rendra keluar dari kamarnya.
Kali ini Bisma menyunggingkan senyumannya kala melihat Nina keluar dari dalam kamar dengan penampilan yang sangat cantik menurut Bisma. Dia kali ini tidak cemburu melihat Nina menggandeng lengan Rendra karena Bisma yakin kalau sebentar lagi Nina akan menjadi miliknya. Rendra mengantar Nina sampai duduk di samping Bisma.
“Terima kasih sudah mengantarkan calon istriku, tapi ingat mulai besok aku tidak akan membiarkan kamu mendekati apalagi menyentuh istriku,” bisik Bisma.
“Iya, aku tahu,” sahut Rendra.
Setelah mendengarkan nasihat penghulu, Bisma pun mulai menjabat tangan Nino. Dengan sekali helaan napas, Bisma mengucapkan ijab kabul dengan lancar. Dan saat ini juga, Bisma dan Nina sudah sah menjadi pasangan suami istri.
“Bisma, saya ingin berpesan kepada kamu. Tolong jaga adikku dengan sangat baik, sayangi Nina dan cintai Nina dengan sepenuh hati kamu. Mulai saat ini aku serahkan tanggung jawab menjaga Nina kepadamu, jika suatu saat kamu sudah tidak mencintai Nina, tolong jangan sakiti dia, kembalikan saja dia kepada kita,” ucap Nino dengan air mata yang menetes membuat semua orang yang ada di sana ikut meneteskan air matanya.
“Baik, Bang. Aku berjanji akan menjaga dan membahagiakan Nina,” sahut Bisma mantap.
Nino menepuk pundak Bisma. Hari itu menjadi hari paling membahagiakan dan mengharukan bagi semuanya. Semua orang berharap, semoga Bisma bisa memberikan kebahagiaan untuk Nina disisa akhir hayatnya.
Setelah acara selesai, semua tamu undangan pulang. Nina dan Bisma masuk ke dalam kamar Nina. Keduanya duduk dipinggir ranjang dan sama-sama terdiam.
“Terima kasih Bisma, sudah mau menikahi wanita penyakitan seperti aku,” ucap Nina.
Bisma menggenggam tangan Nina. “Stop mengatakan hal seperti itu, bagaimana pun menurut aku, kamu adalah wanita sempurna dan aku janji akan selalu ada di samping kamu dan menjaga kamu,” sahut Bisma meyakinkan.
Keduanya saling pandang satu sama lain, perlahan Bisma mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Nina. Jantung Nina berdetak sangat kencang, Nina pun memejamkan matanya. Akhirnya siang itu sudah menjadi momen penyatuan cinta keduanya.
Menjelang sore, Bisma baru selesai dengan kegiatan panasnya. Bisma menarik tubuh Nina ke dalam dekapannya. Mereka masih sama-sama dalam posisi tidak memakai sehelai benang pun.
“Terima kasih, sayang,” ucap Bisma.
“Bisma, aku boleh tanya sesuatu?”
“Kamu mau tanya apa?” ucap Bisma.
“Aku itu mengidap sirosis, jika seandainya nanti aku tidak bisa hamil apa kamu akan tetap mencintaiku?” tanya Nina.
“Apa pun keadaan kamu, aku akan tetap mencintamu Nina. Lagi pula, kamu jangan mendahului Allah, bagaimana jika Allah memberikan keajaibannya dan membuat kamu hamil. Sudah stop selalu berpikiran negatif, lebih baik sekarang kita jalani saja hidup kita dengan penuh kebahagiaan,” sahut Bisma.
Nina tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Keduanya sudah mulai kelelahan, hingga tidak membutuhkan waktu lama keduanya terlelap dengan posisi berpelukan. Sementara itu, di rumah Nadira, dia terlihat ngamuk dan melempar barang-barang yang ada di kamarnya.
“Astaga, kamu kenapa Nadira?” tanya Mamanya kaget.
“Aku tidak terima mereka bahagia Ma, aku ingin mereka hancur!” teriak Nadira.
“Mereka siapa yang kamu maksud?” tanya Mamanya tidak mengerti.
“Siapa lagi kalau bukan Bisma dan wanita tidak tahu diri itu. Barusan Nadira lihat, mereka melangsungkan pernikahan Ma,” sahut Nadira dengan geramnya.
“Apa? Bisma menikah?” tanya Mamanya tidak tahu.
Nadira mendudukkan tubuhnya di ujung ranjang. Napasnya ngos-ngosan menahan amarah yang sangat luar biasa itu. Pagi ini Nadira memang pergi ke rumah Nina lagi, hanya sekedar untuk memastikan jika usaha Nina benar-benar sudah bangkrut.
Tapi ternyata dugaan Nadira salah, pada saat dia sampai di dekat rumah Nina, Nadira justru mendapati kenyataan jika Bisma melangsungkan pernikahan dengan Nina. Nadira semakin marah dan tidak terima atas kebahagiaan mereka.
“Brengsek kalian berdua, jika aku terluka maka kalian juga tidak berhak bahagia, aku akan membuat kalian sama seperti aku merasakan sakit yang luar biasa,” geram Nadira.
***
Hari-hari Bisma dan Nina sangat bahagia, keduanya selalu tersenyum dan menjalankan usaha roti mereka bersama-sama. Semakin hari, usaha mereka semakin maju karena pembeli semakin banyak bahkan Nino pun ikut membantu penjualan roti di tempat kerjanya. Berbeda dengan Gisel dan Rendra yang harus menghentikan pesan roti karena Nadira melarang karyawan kantornya membeli roti buatan Nina.
Pada saat Nina sedang mempacking roti bersama Bisma, tiba-tiba darah menetes dari hidungnya. “Ya, Allah hidung kamu berdarah, sayang,” ucap Bisma panik.
Dia pun segera mengambil tisu dan menutup hidup Nina dengan tisu itu. “Biar aku saja,” ucap Nina.
“Diam jangan bergerak, dongakkan kepala kamu,” perintah Bisma.
Nina hanya pasrah saja, Bisma membersihkan darah Nina dengan telaten. Tidak ada rasa jijik, justru Bisma sangat khawatir dengan keadaan istrinya itu. “Kamu pulang saja, aku antar kamu pulang,” ucap Bisma.
“Terus bagaimana dengan toko ini? Roti kita masih banyak jika harus tutup,” keluh Nina.
“Nanti biar aku yang jaga toko, sekarang pokoknya aku antar kamu pulang dan istirahat saja di rumah,” perintah Bisma.
“Tapi----“
“Tidak ada tapi-tapian, pokoknya tidak ada bantahan,” tegas Bisma.
Nina tidak bisa berkata apa-apa lagi selain pasrah dengan perintah yang diberikan oleh suaminya itu. Akhirnya Bisma pun menutup sebentar tokonya karena dia ingin mengantar istrinya pulang terlebih dahulu. Setelah itu, dia akan kembali lagi ke toko.