Satria Barra Kukuh atau lebih dikenal dengan Barra adalah seorang mantan mafia kejam pada masanya. Sejak kecil dia hidup dengan bergelimang harta namun haus akan kasih sayang orangtuanya sehingga membuat Barra mencari jati diri di dunia baru yang sangat bebas. Barra adalah pria yang tidak tersentuh wanita dan tidak pernah merasakan jatuh cinta sejak muda. Namun ketika usia nya telah matang dan dewasa dia bertemu dengan seorang gadis kecil yang tengil dan bar bar.
Alina, gadis kecil berusia dua belas tahun lebih muda dari Barra yang mampu membuatnya jatuh cinta layaknya seorang abege yang baru saja masuk masa puber.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chococino, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penawaran Barra
"Lohhh... Kamu???" pekik keduanya bersamaan
Anisa tampak lega karena telah bertemu dengan seseorang yang ia kenali. Entah apa jadinya jika tadi Sapto tidak datang tepat waktu, habislah Anisa
"Mbak anisa kenapa?" tanya pemuda itu tampak cemas
Ia segera turun dari mobilnya dan membantu Anisa turun dari bak mobilnya.
"Pindah ke depan saja mbak, jangan duduk di bak. Dingin," ujarnya
"Beneran boleh?" tanya Anisa takut takut
"Iya ayo masuk. Kita ngobrol di dalam." ucap Sapto dan pria itu pun membuka pintu mobilnya
"Mas Sapto dari mana ini?"
"Saya dari pondok, mau kirim sayur ke pasar. Jual hasil kebun anak anak santri." jawabnya
"Ohhh..." jawab Anisa. Pakaiannya sudah berantakan sebab ia tadi sempat berlari dan hampir saja pria mabuk itu menangkapnya. Beruntung, hanya mengenai pakaian Anisa dan kini pakaian gadis itu pun ribek di bagian bahu.
"Kamu kenapa mbak? kenapa di kejar kejar preman kaya gitu?" tanya Sapto dan Anisa pun menceritakan perihal dirinya. Anisa sedikit terisak namun dengan susah payah gadis itu menahan nya agar airmata nya tidak tumpah.
"Jadi motor kamu masih disana?" tanya Sapto dan Anisa pun mengangguk.
"Aku juga bingung ini mesti gimana," ujar Anisa. Sapto memutuskan mendatangi kantor polisi setempat dan meminta bantuannya untuk mengamankan motor gadis itu. Beruntung Anisa turut serta sehingga polisi pun membantu nya apalagi dia datang dengan kondisi pakaian yang terkoyak.
"Kamu mau di antar kemana?" tanya Sapto dan Anisa hanya diam saja.
"Mbak, mbak Nisa. Mau dianter ke mana ini? soalnya saya harus buru buru sampai ke pasar, sebelum para pelanggan pergi."
"Saya ikut mas Sapto," ujarnya
"Tapi baju kamu sobek gitu,mbak,"
"Saya tunggu di mobil saja mas, saya ngga keluar keluar kok,"
"Duhh gimana yaaa...?" ucap Sapto sambil berpikir
"Tolong saya mas. Saya tidak punya tempat pulang saat ini. Tadinya saya mau pulang ke rumah Alina, tapi ini terlalu malam, saya ngga enak," ucap Anisa setengah memohon. Gadis itu menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
"Oke baiklah baiklah... tapi janji harus nurut apa kata saya ya?"
"Iya," cicit anisa dan gadis itu pun sedikit tersenyum lega
Setelah menunggu sekitar dua jam di dalam mobil, Sapto pun datang dengan sekantung makanan dan minuman di tangannya.
"Ini makanlah..." ucap Sapto dan Anisa pun menerima nya. Kebetulan gadis itu memang belum sempat makan malam.
Sepulangnya dari cafe tempatnya bekerja, Anisa langsung mengambil jam mengajar untuk memberikan les pada siswa kelas satu SD.
Sebetulnya jam pulang dari kafe pak Badhot untuk Anisa adalah jam tujuh malam,karena Pak Badhot ingin Anisa tetap memiliki waktu untuk belajar, tidak hanya bekerja.
Namun kondisi ekonomi yang cukup sulit mengharuskan gadis itu mencari tambahan pekerjaan lain. Beruntung salah seorang pelanggan di kafe nya menawari dirinya untuk memberikan les kepada anaknya sepulang kerja.
Mereka berdua makan di dalam mobil dan Anisa pun tampak sedikit canggung sebab pakaian yang di pakainya kini sedikit terbuka.
"Maaf ya mas Sapto, bajuku robek jadi kaya gini. Maaf kalo membuat tidak nyaman," ucap Anisa
"Hemm.. Nggak apa apa. Nanti kalo ada toko pakaian yang masih buka kita beli ya , walaupun harganya tak seberapa." ucap Sapto dan Anisa pun lagi lagi hanya diam.
"Tapi.. tapi.... Saya ngga bawa uang mas. uang saya semua sudah diambil sama Bapak saya. Gajian saya yang dikasih sama papanya Mbak Alina itu, juga semuanya diambil." ujar gadis itu sambil terisak.
"Astaghfirullah hal adzim.. Kok bisa sih mbak?" tanya Sapto seakan tak percaya
Anisa pun menceritakan perihal tentang kedua orangtuanya yang telah bercerai. Dan kini ia tinggal bersama sang ayah yang hobi mabuk mabukan dan suka main perempuan. Bahkan tak jarang Anisa memilih tidur di kafe jika akhir pekan.
Sapto merasa miris dengan nasib yang menimpa teman barunya itu. Ia sungguh merasa kasihan, namun Sapto sendiri bingung. Tak mungkin Sapto membawa seorang gadis ke pondok.
"Terus ini kita mau gimana ya mbak? Saya juga bingung," tanya Sapto setelah keduanya selesai memakan makanan nya.
"Mau saya telepon kan pak Barra?" tanya Sapto namun Anisa menolak
"Antar saya ke masjid saja mas. biar malam ini saya tidur di masjid."ucap Anisa namun Sapto hanya diam membisu.
Mana mungkin dirinya tega meninggalkan seorang gadis dengan pakaian yang terkoyak seorang diri, tengah malam begini....
"Tunggu sebentar ya mbak. Saya kesana sebentar," ucap Sapto dan pemuda itu berjalan menjauhi mobil.
Anisa hanya mengangguk lemah. Dia sudah pasrah mau di bawa kemana pun oleh Sapto, ia tak peduli.
Tuttt tutttt
Ponsel Barra berdering. Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari.
Barra yang masih terjaga karena masih mengecek file file yang dikirim kan oleh asistennya itu , mengerutkan keningnya ketika menyadari Sapto menelepon nya
"Assalamualaikum pak Barra," ucap Sapto
"Iya To. Ada apa malam malam begini kamu telepon?" tanya Barra penasaran
"Anu pak, ini.. teman mba Alina lagi sama saya."
"Teman Alina? Anisa maksudnya?"
"Iya Pak."
"Ada apa sama Nisa?" tanya Barra lagi
Sapto pun menceritakan tentang pertemuan nya dengan Anisa dan Barra pun mengusap wajahnya kasar.
"Astaghfirullah hal adzim... Kok bisa begitu ya."
"Iya pak. Tapi saya bingung ini mau dibawa kemana, mbak Anisa nya ngga mau saya antar pulang ke rumah katanya takut sama bapaknya."
Barra terkekeh geli dengan tingkah lugu Sapto itu. Jika itu bukanlah Sapto , sudah pasti Anisa yang notabene seorang gadis berwajah cantik dengan tubuh sintal, pastilah akan dibawa ke sebuah tempat untuk nganu nganu.
"Bawa ke rumah saya saja Sapto." ujar Barra dan sontak membuat kedua mata Sapto membola. Sebab setaunya, Barra adalah seorang mafia yang kebetulan 'mencuci' uangnya untuk di dirikan sebuah pondok pesantren.
"Loh. kenapa malah dibawa ke rumah Pak Barra? Nanti mbak Alina marah pak. Jangan ," usulnya
Barra pun memikirkan ucapan Sapto yang menurutnya masuk akal.
"Ya sudah karena sudah malam, kamu bawa ke hotel sajalah To." ujar Barra sambil nyengir. Dalam hati pria itu ingin sekali melihat wajah Sapto yang tengah diliputi kebingungan.
Namun Barra yakin Sapto tidak akan melakukan hal hal buruk pada gadis malang itu.
"Gimana ini Pak Barra? Masa saya bawa ke hotel sih?" tanya Sapto sekali lagi
"Ya mau gimana lagi? Kamu mau digantung pak Kyai karena malam malam bawa gadis dengan baju terkoyak? Hemmm?" ujar Barra menakut nakuti
"Ehh ya jangan Pak. Saya ngga mau di pecat. Ijasah saya cuma SMA..susah cari kerjaan jaman sekarang kalo cuma ijasah SMA," cicit Sapto memelas
Barra pun makin tergelak.
"Ya udah gini aja. Kamu ini dimana sekarang?" tanya Barra
"Dekat alun alun pak."
"Nah. Masih di kota kan? Ya udah cari aja hotel dekat situ, kasihan Anisa biar dia juga istirahat. Hotel biar saya yang bayar. Kamu kirim nomor rekening kamu sekarang. Mengerti?"
"Lah ko gitu Pak? Terus saya gimana ?" tanya Sapto makin bingung
"Yaa kamu bebas mau tidur di hotel sama Anisa atau mau langsung pulang ke Pondok malam malam? Lagian kamu tumben banget kirim sayur malam malam. biasanya subuh juga?!"omel Barra
"Ta.. tapi pak?"
"Sudahlah, saya percaya sama kamu. Titip Anisa ya To." ujar Barra dan ia pun mematikan sambungan telepon nya.
Tak lama muncul notifikasi dari kontak Sapto yang memberikan angka angka dan rupanya itu adalah nomor rekening.
******
itumah nglunjak pk olh" mita mobil