Namaku Melody Bimantara, umurku baru dua puluh dua tahun, tapi sudah menjadi Manager sebuah hotel bintang lima milik keluarga.
Yang membuat aku sedih dan hampa adalah tuntutan orang tua yang memaksa aku mencari lelaki yang bisa dinikahi.
Kemana aku harus mencari laki-laki yang baik, setia dan mencintaiku? sedangkan para lelaki akan mundur jika aku bilang mereka harus "nyentana"..
Tolonglah aku apa yang harus aku perbuat??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HIDUP HARUS DIJALANI
Aku duduk di depan meja rias, memakai pelembab dan lisptik tipis-tipis. Rambut di kuncir kuda. Sederhana tapi manis. Mataku masih terlihat sembab dan kepala juga masih agak pusing.
Aku tahu Arunakha begadang tadi malam menjagaku. Mungkin dia kasihan sama aku atau takut aku sakit dan nanti mereka tidak punya b4bu. Antara kasihan dan butuh b4bu beda tipis.
Akhirnya Arunakha mandi juga setelah capek marah-marah dan menuduh aku bers*lingkuh, lalu hamil dengan Agung. Aku malas menjawab, tidak tahu kenapa akhir-akhir ini suami ku doyan mencari kesalahanku yang tidak ada bukti.
Aku masih tanda tanya dimana dia dapat berita kalau Agung adalah tunanganku.
Aku jadi curiga kepada Dion, hanya dia yang ketemu Agung. Bisa saja ia melapor kepada suamiku, ingin mengadu domba.
Capek lahir bathin. Kadang ingin pergi, tapi tidak bisa karena belum bercerai.
"Tookkk..Tookkk.."
Aku berjalan menuju pintu membukanya. Ternyata bibi, wajahnya terlihat khawatir. Aku cepet tersenyum supaya dia tenang.
"Bagaimana keadaan nyonya, masih sakit atau pusing?" tanyanya lembut.
"Sudah baik, cuma tadi muntah-muntah mungkin masuk angin atau mag kumat."
"Sarapan dulu nyonya, setelah itu minum obat. Nanti bibi urut dan dikerok supaya cepat pulih."
"Aku tidak mau sarapan, takut telat. Aku mau makan roti panggang sama telor saja."
"Bibi sudah bikin sandwich, tapi nyonya jangan kerja dulu. Wajahnya masih pucat. Takut linglung di jalan."
"Aku sudah sehat, tidak apa-apa bi." ucapku menyembunyikan sakitku. Malas di rumah nanti Arunakha nge-rujak aku.
"Bibi ambilin sarapannya dan obat, habis makan langsung minum obat, ingat itu."
"Siap bi."
Aku memanaskan mesin mobil, sambil menunggu bibi. Dari kaca sepion ku lihat Arunakha setengah berlari menuju mobil, untung mertua menghadangnya.
Mertua tidak mungkin memberi izin kalau Arunakha ikut pergi bersamaku. Dia tidak respect padaku dan condong benci. Ibu lebih sayang kepada Belinda karena Belinda terlihat lebih kaya. Mantu idaman.
Mungkin mereka lupa bahwa seorang manusia, bagaimanapun bodohnya akan berontak dan pergi, kalau cuma dikasi makan dan tidak dikasi upah. Seperti aku ini. Aku bertahan karena situasi yang aku hadapi.
Mertuaku hidupnya penuh trick tipu-tipu. Aku semakin hari menyadari bahwa ibu dan anak akhirnya akan tergantung kepada ku dan ingin mempertahankanku.
"Nyonya, ini jus dan sarapannya harus dihabisi, semoga cepat sembuh."
"Terimakasih bi, aku berangkat dulu."
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, jalanan ramai anak-anak mulai sekolah dan para karyawan berlomba menuju kantor.
Mobil berbelok ke jalan Toll yang berada di atas lautan luas. Pemandangannya sangat indah. Kapal dan perahu berjejer rapi. Burung camar bermain di atas air.
Aku mengambil iphone di dashboard mobil. Hape ini penuh memory. Untung ketemu Agung, dia mau mengembalikan semua barangku.
Kemudian aku memutar lagu lewat playlist hapeku. Am l Wrong dari Nico & Vinz. Aku mendengarkan lagu, hati terasa sangat terhibur.
Hidup sebagai orang biasa dan bebas, makan minum tanpa di takar gizinya, sungguh mengasyikan.
Jika orang tuaku tahu hidupku begini, gimana reaksinya? Mereka hanya tahu aku kost dan menambah ilmu, sekalian mencari pria yang sanggup di ajak nyentana.
Sampai juga di hotel pertama, dulu aku disini sebagai Manager Marketing. Tiba-tiba aku di stop oleh security. Dia memeriksa barang bawaanku, tumben, biasanya lost aja.
Mau marah tidak bisa, gimana marah orang aku lagi menyamar. Apalagi papa disini sebagai Jenderal Manager.
"Ada apa Man, tumben di periksa, kau pikir aku bawa bom." ucapku kesal.
"Maaf nona, semua di periksa karena hotel akan di tempati oleh kepala negara dari luar negeri."
"Owh..begitu. Harusnya yang kau priksa tamu hotel bukan suplier. Kalau aku telat kau tanggung jawab."
Security itu memandang ku tidak senang. Dia memanggil temannya dan berbisik seolah mengatakan sesuatu. Lalu dia memakai walkie talkie menghubungi managernya.
Aku jadi ketar ketir karena aku dulu kerja disini, Sama-sama manager saling kenal. Aku takut pak Dhani mengenal suaraku.
"Man, aku sudah di periksa, biarin aku masuk ke dalam, supaya tidak telat."
"Tunggu dulu nona, manager kami akan datang. Sabar."
"Untuk apa? Aku clean, jangan menambah masalah. Aku hanya membawa orderan, kau jangan macam-macam." ucapku kesal.
Seharusnya aku sabar dan menerima aturan mereka, memberi contoh yang baik kepada mereka dan mobil yang berada di belakangku, tapi aku takut pak Dhani akan mengenalku.
"Kalian bikin macet saja, di belakang banyak tamu. Aku mau lewat..."
"Tidak boleh nona."
Aku jadi gregetan dengan pak Nyoman ini. Dia meny4ndera ku. Dasar security bod0h, bukannya aku di bukain palang pintu dulu, setelah itu baru menepi dan ditanya. Di belakang banyak mobil tamu.
Untung manager security datang. Pak Dhani langsung menghampiri mobilku. Aku menurunkan kaca pintu. Aku yakin dia tidak kenal, karena aku pakai kaca mata hitam, masker dan topi.
"Maaf, nona kami tahan dulu."
"Kamu buka palang dulu, mobil tamu baris di belakang!!" bentakku saking kesalnya.
"Apa maksudnya, jangan bentak-bentak disini."
"Kalau aku gak bentak kau gak ngerti cara kerjanya. Kau gak becus jadi manager, anak buahmu harus di kasi SP.1."
"Sabar nona, saya harus memanggil Jenderal Manager, nona ada melanggar."
"Pak Dhani, aku melanggar apa, hampir tiap hari aku mondar mandir disini. Aku pecat kau!!" teriakku marah.
"Siapa berani mecat saya? Ajik Bimantara saja tidak berani, hehe..." dia malah ngeledek.
Tubuhku gemetar saat melihat papa naik buggy mendekati palang pintu security. Seolah-olah aku membawa bom sampai yang punya hotel turun tangan. Untung Arunakha tidak ikut. Kalau ikut sandiwara kemiskinanku akan terbuka sua-sia.
Aku benar-benar ingin mukul security ini, sudah di marah palangnya belum juga di buka, apa harus aku turun menendangnya sampai roboh.
Papa malah berjalan lewat samping bukan palangnya di buka. Sengaja sekali. Dia menghampiri mobilku dan mengetuk kacanya. Aku tadi mau masa bodoh dan tidak buka kaca mobil, tapi aku tidak tega melihat papa. Aku turunin kembali kaca mobilnya.
"Turunlah...."
Suara papa bergetar, apa dia tau ini aku, atau memang ada masalah di mobilku. Aku akhirnya perlahan buka pintu dan turun. Tidak mungkin aku melawan papa atau bikin malu papa di depan anak buahnya.
Tubuhku tremor saking terharunya, aku cepat menunduk berusaha menahan air mata ku. Ya Tuhan, aku sangat sedih, I am very sad....
Tiba-tiba saja aku mendengar lagu ulang tahun berkumandang. Aku tersentak kaget, reflex menoleh ke belakang. Dan aku ....
*****
sukses selalu ceritamu
tunggu karma mu kalian berdua !!😤